PENGELOLAAN TENAGA PENDIDIKAN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
MAKALAH
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
“PENGELOLAAN TENAGA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN”
“PENGELOLAAN TENAGA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN”
Disusun Oleh:
1. Erika Irianti (A1C317015)
2. Af- Idati Nurul ‘Ilmi (A1C317017)
3. Arip Nurrahman (A1C317023)
4. Kristina M Sijabat (A1C317041)
5. Desi Rosanti (A1C317063)
Dosen Pengampu: Dwi Agus
Kurniawan, S.Pd, M.Pd.
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Pengelolaan Pendidikan ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Dosen Pengampu Bapak Dwi Agus Kurniawan S.Pd., M.Pd. atas segala bimbingan dan
arahan selama penyusunan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima
saran dan kritikan yang membangun demi memperbaiki maklah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya bagi
mahasiswa yang membutuhkan. Aamiin.
Jambi,
Oktober 2018
Penulis
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang di dalamnya
terdapat kepala sekolah, guru-guru,
pegawai tata usaha, dan murid-murid memerlukan adanya pengelolaan
organisasi/tenaga pendidik yang baik supaya dapat berjalan dengan lancar sesuai
arah dan tujuannya. Pengelolaan tenaga pendidik yang baik, dimaksudkan agar
pembagian tugas dan tanggung jawab dapat merata kepada semua orang sesuai
dengan kecakapan dan fungsinya masing-masing. Tiap orang mengerti dan menyadari
tugasnya dan tempatnya di dalam struktur organisasi itu. Dengan demikian dapat
dihindari pula adanya tindakan yang sewenang-wenang atau otoriter dari kepala
sekolah, dan sebaliknya dapat diciptakan adanya suasana yang demokratis dalam
menjalankan roda sekolah.
Manajemen SDM dalam dunia pendidikan adalah proses menangani
berbagai masalah pada ruang lingkup siswa, karyawan, pegawai, buruh, manajer,
dan tenaga kerja lainnya dalam bidang pendidikan untuk menunjang aktivitas
bidang pendidikan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Manajemen sumber
daya manusia adalah konteks pendidikan yang dapat dikelompokkan menjadi sumber
daya manusia tenaga pendidik dan kependidikan atau guru dan tenaga
administrasi, dan sumber daya manusia atau peserta didik.
Tenaga atau personalia pendidikan adalah semua orang yang terlibat
dalam tugas-tugas pendidikan, yaitu para guru/dosen sebagai pemegang peran
utama, manajer/administrator, para supervisor, dan para pegawai. Para
personalia pendidikan perlu dibina agar bekerja sama secara lebih baik dengan masyarakat.
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003, tenaga kependidikan itu adalah anggota masyarakat
yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan.
Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitifikasi
sebagai guru, dosen, konselor, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan. Untuk dapat menghasilkan output yang berkualitas maka
suatu lembaga pendidikan dapat menempuh prosedur awal yaitu melalui perencanaan
SDM yang matang pada saat perekrutan (Alliyah,2017:76).
Kemajuan zaman dan tantangan zaman yang makin pesat sekarang ini,
pendidik dan tenaga kependidikan idealnya tetap harus belajar, kreatif
mengembangkan diri dengan penemuan baru dalam dunia pendidikan. Namun, harapan
ini kerap kandas karena pendidik dan tenaga kependidikan kurang semangat
memajukan diri dan tidak banyak yang terus belajar lagi. (Bachtiar,2016:196).
More
importantly, there were likely to be adverse implications for a school’s
educational program if the rate of teacher turnover was high. Forming positive
collegial relationships would be more difficult, affecting in turn the
development and implementation of cur- riculum, the establishment and
maintenance of rapport with pupils, and the operation of par- ticipatory styles
of management(Hatton,1991:281).
Lebih penting lagi ada kemungkinan implikasi yang merugikan untuk
program pendidikan sekolah jika tingkat pergantian guru tinggi. Membentuk
hubungan kolegial yang positif akan lebih sulit, mempengaruhi pada gilirannya
pengembangan dan implementasi kurikulum, pembentukan dan pemeliharaan hubungan
dengan siswa, dan operasi untuk gaya manajemen partisipatif (Hatton,1991:281).
In
the field of 21st century education, cultural diversity represents a
challenge for teachers’ professional development and transformation of schools.
As teacher educators, our aim is to develop professional learning processes
that encourage transformation in schools towards an intercultural, inclusive
educational approach(Sales,2011:911).
Di bidang pendidikan abad 21, keragaman budaya merupakan tantangan
bagi para guru pengembangan professional dan transformasi sekolah. Sebagai guru
pendidik, tujuan kami adalah untuk mengembangkan proses pembelajaran
professional yang mendorong transformasi disekolah menuju pendekatan pendidikan
inklusif (Sales, 2011: 911).
Berdasarkan latar belakang
yang telah kami uraikan, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui pengertian pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
2.
Untuk
mengetahui tahapan pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Menurut Werang (2010: 67), Hakikat
tenaga pendidik dan kependidikan, Undang-undang sistem pendidikan nasional No.
20 tahun 2003 pasal 1 ayat 6 mengartikan kata ‘pendidik’ sebagai tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya serta partisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat selalu menghubungkan guru dengan pekerjaan yang terkait
dengan pendidikan siswa disekolah, seperti: (a) mempersiapkan berbagai
administrasi pembelajaran yang diperlukan; (b) mengajar dan membimbing para
siswa; (c) memberikan penilaian terhadap hasil belajar para siswa; dan (d) menganalisis tingkat
keberhasilan siswa dalam menyerap semua
materi pembelajaran.
Menurut Ismaya (2015:
107-108), Pendidik merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah lembaga
pendidikan, karena dialah yang menjadi motor penggerak dan perubahan, bahkan
bukan hanya sebagai agen perubahan (agent of change) tetapi juga sebagai
orang yang mendidik, mengarahkan, membimbing, dan mengevaluasi peserta didiknya
sehingga ia mampu mencapai tujuan yang diinginkannya.
Tenaga
kependidikan merupakan seluruh komponen yang terdapat dalam instansi atau
lembaga pendidikan yang tidak hanya mencakup guru saja melainkan keseluruhan
yang berpartisipasi dalam pendidikan. Dilihat dari jabatannya, tenaga
kependidikan dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.
Tenaga
struktural merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan-jabaatan
eksekutif umum (pimpinan) yang bertanggung jawab baik langsung maupun tidak
langsung atas satuan pendidikan.
2.
Tenaga
fungsional merupakan tenaga kependidikan yang menempati jabatan fungsional
yaitu jabatan yang dalam pelaksanaan pekerjaanya mengandalkan keahlian akademis
kependidikan.
3.
Tenaga
teknis merupakan tenaga kependidikan yang dalam pelaksanaan pekerjaannya lebih
dituntut kecakapan teknis operasional atau teknis administratif.
Menurut Sagala (2006: 22-25), Spektrum tenaga
kependidikan mengacu pada PP No.38 tahun 1992 pasal 3 ayat 1 mengemukakan
tenaga kependidikan terdiri atas tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan,
penilik, pengawas, peneliti dan pengembang dibidang pendidikan, pustakawan,
laboran, teknisi, sumber belajar dan penguji. UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 1
ayat 5 menyatakan tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraaan pendidikan.
Pasal 39 ayat 1 menyatakan tenaga kependidikan bertugas melaksanakan
administrasi, dan layanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan. Sedangkan UUSPN NO. 2 tahun 2003 pasal 1 ayat 6 menyatakan pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan satuan lain
yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan. Pasal 39 ayat 2 menyatakan pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian pada masyarakat, terutama bagi pendidik di perguruan tinggi.
PP No. 38 tahun
1992 pasal 3 ayat 2 mengatakan tenaga pendidik terdiri dari pembimbing,
pengajar, dan pelatih. PP No. 38 Tahun 1992 dan UUSPN No 20 tahun 2003
menegaskan kedudukan tenaga kependidikan yang mempunyai tugas pokok memberikan
layanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Sedangkan pendidik mempunyai tugas pokok
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan. Hal ini dipertegas oleh UURI NO. 14 tahun
2005 tentang guru dan dosen pasal 1 ayat 1 menyatakan guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Pasal 1 ayat 4
menyatakan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian,
kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi.
Secara
teoritis, suatu sistem pendidikan (dimanapun dan pada jenjang manapun juga)
baru mungkin akan terselenggara secara sempurna apabila seluruh unsur
ketenagaan tersebut tersedia secara memadai baik dilihat dari segi kuantitas
maupun kualitasnya. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa formasi guru dan
tenaga kependidikan yang diperlukan untuk penyelenggaraan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan untuk semua jenis dan jenjang persekolahan adalah guru
bidang studi (mata pelajaran), konselor,
tenaga perencana pendidikan di sekolah, ahli kurikulum, psikologi pendidikan
danteknisi(laboran pustakawan,arsiparis dan sebagainya),
Sedangkan tenaga kependidikan yang diperlukan pada unit
kerja pendidikan di pemerintah provinsi dan kabupaten/kota adalah tenaga
perencanaan pendidikan (sarjana administrasi dan manajemen pendidikan),
penelitian dan pengembangan berdasarkan bidang spesialisasi keahliannya, ahli
kurikulum dan teknologi pendidikan (sarjana kurikulum), psikologi pendidikan
dan ahli bidang studi (mata pelajaran). Hierarkis profesi tenaga kependidikan
dapat dilihat dari sisi kualifikasi latar belakang dan tingkat pendidikan
tenaga kependidikan itu dan kualifikasi
untuk kerja profesinya (yang berlatar tingkat pendidikan dan pengalaman kerja),
hierarki tenaga kependidikan itu adalah (1) tenaga profesional penuh, yaitu
tenaga kependidikan yang mampu memberikan sumbangan terhadap sistem pendidikan,
terutama dalam hal wawasan, konsep dan dasar implementasi yang tajam dan
komprehensif mengenai ikhwal pendidikan; (2) tenaga pembaharu, yaitu tenaga
kependidikan yang mampu memberikan sumbangan, terutama dalam bentuk komitmen
yang tinggi tehadap pelaksanaan sistem pendidikan; (3) tenaga kapabel, yaitu
tenaga kependidikan yang mampu memberikan sumbangan dalam bentuk pertisipasi
yang mantap terhadap pelaksanaan sistem pendidikan.
Pendidik dalam
hal ini adalah pihak yang atau orang yang bertanggung jawab kepada peserta
didik terhadap proses pendidikan yang sedang dilangsungkannya. Lebih dimaknai
lagi, pendidik dapat diartikan sebagai guru dalam arti yang luas. Keberadaan
pendidik atau guru tersebut tidak terlepas dari upaya untuk mewujudkan
pendidikan bermutu sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia Menurut Hermino
(2014: 10-15).
Menurut Aliyyah (2017: 13-14), Berdasarkan Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Pasal 39, tugas dan fungsi tenaga pendidik
dan kependidikan adalah:
a. Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
b. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Berikut merupakan tugas dan tanggung jawab pendidik dan tenaga
kependidikan:
Tugas dan Tanggung Jawab
Pendidik
a)
Guru
bertugas dan bertanggung jawab sebagai agen pembelajaran yang memotivasi ,
memfasilitasi, mendidik, membimbing, dan melatih peserta didik sehingga menjadi
manusia berkualitas yang mengaktualisasikan potensi kemanusiaannya secara
optimum, pada jalur pendidikan formal jenjang pendidikan dasar dan menengah
termasuk pendidikan anak usia dini formal.
b)
Dosen
bertugas dan bertanggung jawab sebagai agen pembelajaran yang memotivasi,
memfasilitasi, mendidik, membimbing,dan melatih peserta didik pada jenjang
pendidikan tinggi sehingga menjadi manusia berkualitas yang mengaktualisasikan
potensi kemanusiaannya secara optimum, melakukan penelitian untuk pengembangan
ilmu, teknologi, dan/atau seni (IPTEKS), serta melakukan pengabdian kepada
masyarakat.
c)
Konselor
bertugas dan bertanggung jawab memberikan layanan bimbingan dan konseling
kepada peserta didik di satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi.
d)
Pamong
belajar bertugas dan bertanggung jawab menyuluh, mengajar, membimbing, melatih
peserta didik, dan mengembangkan: model program pembelajaran, alat
pembelajaran, dan pengelolaan pembelajaran pada jalur pendidikan nonformal.
e)
Widyaiswara
bertugas dan bertanggung jawab mendidik, mengajar dan melatih peserta didik
pada program pendidikan dan pelatihan prajabatan dan/ atau Pemerintah Daerah.
f)
Tutor
bertugas dan bertanggung jawab memberikan bantuan belajar kepada peserta didik
dalam proses pembelajaran mandiri atau proses pembelajaran dalam kelompok pada
satuan pendidikan jalur formal dan nonformal.
g)
Instruktur
bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik
pada kursus atau pelatihan.
h)
Fasilitator
bertugas dan bertanggung jawab memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga
pendidikan dan pelatihan.
i)
Pelatih
bertugas dan bertangggung jawab memberikan pelatihan teknis olah raga kepada
peserta didik pada kegiatan pelatihan, pada satuan pendidikan jalur formal atau
nonformal.
Menurut Khumaidi (2013: 84-86), sebagaimana yang dimaksud dengan
tenaga kependidikan dan pendidik menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003,
tentang Sistem Pendidkan Nasional, Pasal 39 ayat (1). Tenaga kependidikan
bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan
pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan.Sedangkan ayat (2).Tenaga pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Penjelasan dari ayat (1). Tentang tenaga kependidikan yang dimaksud
adalah meliputi: pengelola satuan pendidikan, penilik, pamong belajar, pengawas,
peneliti, pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
Berdasarkan pasal 40 UU No.20 Th.2003 Sisdiknas memuat ketentuan, sebagai
berikut:
a.
Pendidik
dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:
1)
Penghasilan
dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai.
2)
Penghargaan
sesuai dengan tugas dan prestasi kerja.
3)
Pembinaan
karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas.
4)
Perlindungan
hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual, dan
5)
Kesempatan
untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas.
b. Pendidik dan tenaga
kependidikan berkewajiban:
1)
Menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.
2)
Mempunyai
komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan.
3)
Memberi
teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan
kepercaayaan yang diberikan kepadanya.
Menurut (Aliyyah,2018: 5), Pengelolaan pendidik dan tenaga
kependidikan merupakan kegiatan yang mencakup penetapan norma, standar,
prosedur, pengangkatan, pembinaan, penatalaksanaan, kesejahteraan dan
pemberhentian tenaga kependidikan sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya dalam mencapai tujuan sekolah. Pengelolaanpendidik dan tenaga
kependidikan bertujuan untuk mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif
dan efesien untuk mencapai hasil yang optimal, namun dalam kondisi yang
menyenangkan. Sehubungan dengan itu, fungsi personalia yang harus dilaksanakan
pimpinan, adalah menarik, mengembangkan, mengkaji, dan memotivasi personil guna
mencapai tujuan sistem, membantu anggota mencapai posisi dan standar perilaku,
memaksimalkan perkembangan karier tenaga kependidikan, serta menyelaraskan
tujuan individu dan organisasi.
Menurut Ismaya (2015:
115-117), untuk mengelola sumber daya pendidikan yang terlibat di dalamnya,
dibutuhkan pemimpin atau manager (Kepsek) yang bertanggung jawab untuk membantu mewujudkan hasil dan ketercapaian
tujuan. karena keberadaan kepala sekolah
di dalam lembaga pendidikan sangat penting, karena ia adalah penentu dari
kebijakan yang diambil dan pengendali jalannya kegiatan pendidikan.
Selain faktor human sebagai penggerak yang dapat mengatur
sumber daya manusia, ada faktor lain yang menjadi penentu yaitu, sistem dan
manajemen. Tanpa ada manajemen, sebuah lembaga pendidikan hanyalah sebuah
perkumpulan murid, guru dan tenaga kependidikan yang tidak menghasilkan apa-apa,
mudah mati bahkan ditinggalkan. Dengan adanya manajemen semua kegiatan,
aktivitas dan program dapat dijalankan dengan mudah. Dari sini dapat
disimpulkan inti dari lembaga pendidikan adalah manajemen, inti dari manajemen
adalah Kepala Sekolah, dan inti dari kepala sekolah adalah pengambilan
keputusan dan kebijakan.
Di tingkat nasional, pengelolaan tenaga kependidikan merupakan
langkah penting dalam mewujudkan sistem pendidikan nasional yang efektif dan
efisien. Tenaga-tenaga yang handal dalam dunia pendidikan hanya akan diperoleh
jika sistem pendidikan telah memiliki mekanisme yang ideal untuk melakukan
perekrutan, seleksi, penempatan, pembinaan, evaluasi, dan pemberhentian yang
tepat. Dengan kata lain sistem pendidikan nasional memerlukan mekanisme pengelolaan
tenaga kependidikan nasional yang searah dengan pencapaian tujuan pendidikan
nasional.
Pengelolaan tenaga kependidikan berbeda dengan pengelolaan tenaga
kerja dalam organisasi bisnis atau perusahaan dan instansi pemerintah lainnya.
Dalam dunia pendidikan, dimana bidang garapan dan keluarannya jelas berbeda
degan bidang garapan dan keluaran perusahaan, pemerintahan dan organisasi
lainnya.
Pengelolaan tenaga kependidikan haruslah merupakan rangkaian
aktivitas yang integral, bersangkut paut dengan masalah perencanaan,
perekrutan, penempatan, pembinaan atau pengembangan penilaian dan pemberhentian
tenaga kependidikan dalam suatu sistem kerja sama untuk mencapai tujuan
pendidikan dan perwujudan fungsi sekolah yang sebenarnya.
Adapun tujuan pengelolaan tenaga kependidikan itu adala agar mereka
memiliki kemampuan, motivasi, kreativitas untuk :
1)
Mewujudkan
sistem sekolah yang mampu mengatasi kelemahan-kelemahan sendiri.
2)
Secara
kesinambungan menyesuaikan program pendidikan sekolah terhadap kebutuhan kehidupan
(belajar) peserta didik dan persaingan kehidupan di masyarakat secara sehat dan
dinamis.
3)
Menyediakan
bentuk kepemimpinan (khususnya mempersiapkan kader pemimpin pendidikan yang
benar-benar handal dan dapat diteladani), yang mampu mewujudkan human organization
yang pengertiannya lebih dari human relationship pada setiap jenjang
manajemen organisasi pendidikan nasional dan pada setiap jenjang pendidikan
sekolah itu sendiri.
4)
Bentuk
kepemimpinan yang memimpin munculnya peningkatan produktivitas pendidikan
sebagai paduan fungsi keefektifan, efisiensi, dan ekuitas (keadilan) melalui
pengolahan tenaga kependidikan yang rasional dan profesional.
5)
Bentuk
kepemimpinan yang menjamin kelangsungan usaha-usaha kearah terwujudnya
keseimbangan (equilibrium) kehidupan organisasi melalui usaha-usaha
menyerasikan tujuan-tujuan individu dengan tujuan-tujuan sistem
sekolah/organisasi pendidikan.
6)
Mewujudkan
kondisi dan iklim kerja sama sistem sekolah/organisasi pendidikan yang
mendukung secara maksimal pertumbuhan profesional dan kecakapan teknis setiap
tenaga kependidikan.
Transformational
leadership has shown relationships with vision-based leadership, setting
directions for and restructuring the school, setting developmental goals for
staff and curriculum and building relationships with the community. Hence, the
head teacher develops the school organisation by assuring a collegial and
supportive feedback culture, giving teachers freedom to develop their strengths
and build strong links with the school environment like parents or officials,
but at the same time taking on a protective role so that none of these
influences prevail. Instructional leadership, in contrast, has been associated
with the setting of educational goals, planning the curriculum and the
evaluation of teachers and teaching. In this paradigm, the head teacher focuses
on creating an environment for better student achievement, for fostering
teaching and learning and their quality. (Fackler, 2016: 187).
Kepemimpinan transformasional telah menunjukkan
hubungan dengan kepemimpinan berbasis visi, pengaturan arah untuk dan
restrukturisasi sekolah, pengaturan tujuan pengembangan untuk staf dan
kurikulum dan membangun hubungan dengan masyarakat. Oleh karena itu, kepala
sekolah mengembangkan organisasi sekolah dengan memastikan budaya umpan balik
kolegial dan mendukung, memberikan guru kebebasan untuk mengembangkan kekuatan
mereka dan membangun hubungan yang kuat dengan lingkungan sekolah seperti orang
tua atau pejabat, tetapi pada saat yang sama mengambil peran pelindung sehingga
tidak satu pun dari pengaruh ini yang berlaku. Kepemimpinan instruksional,
sebaliknya, telah dikaitkan dengan pengaturan tujuan pendidikan, perencanaan
kurikulum dan evaluasi guru dan pengajaran.Dalam paradigma ini, kepala guru
berfokus pada penciptaan lingkungan untuk pencapaian siswa yang lebih baik,
untuk mendorong pengajaran dan pembelajaran dan kualitas mereka(Fackler, 2016: 187).
2.1.2 Tahapan Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan
A. Tenaga Pendidik
1)
Guru
a.
Pengertian
Guru
Guru
adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang
mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara
terpola, formal, dan sistematis. Dalam UU R.I. Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru
dan dosen pada bab I pasal 1 dinyatakan bahwa:
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Guru yang profesional akan tercermin dalam penampilan
pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian, baik dalam
materi maupun metode.
Guru
merupakan unsur yang penting, meskipun tidak selalu harus ditafsirkan sebagai
unsur yang dominan dan guru sebagai ujung tombak pendidikan formal, perlu
dibekali kemampuan kemampuan yang dapat mendorong kreativitasnya. Untuk itu
haruslah diketahui macam kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik
melalui kegiatan belajar mengajar. Guru tidak lagi sebagai pemberi ceramah dan
penyaji informasi, lebih mengutamakan kemampuan merencanakan, dan pengelolaan
kelas. Guru harus menguasai materi pelajaran secara mantap dan mengembangkan
model belajar yang relevan dengan bahan pelajaran (Saragih,2008:27).
b.
Kompetensi
Guru
Menurut Tagela (2014:142-145), kompetensi merupakan gambaran
tentang apa yang seyogyaganya dapat dilakukan ( be able to do) seseorang dalam
suatu pekerjaan , berupa kegiatan ,perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat
ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan sesuatu dalam pekerajaannya
,tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk
pengetahuan (knowledge) ,sikap(attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai
dengan bidang pekerjaannya.
Kompetensi
guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogiyanya dilakukan seorang guru dalam melaksanakan
pekerjaannya,baik berupa kegiatan ,berperilaku,maupun hasil yang dapat
ditunjukkan.
Raka Joni
(dalam Sudrajat, 2008), mengemukakan
tiga jenis kompetensi guru yaitu:
1.
Kompetensi
professional: memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang
diajarkannya ,memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar didalam proses
belajar mengajar yang diselenggarakan.
2.
Kompetensi
kemasyarakatan: mampu berkomunikasi ,baik dengan siswa, sesama guru ,maupun
masyarakat luas.
3.
Kompetensi
personal ; yaiu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan
demikian ,seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan
peran:ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa ,tut wuri handayani.
Pendidik
dan guru dituntut memiliki seperangat kompetensi seasas dengan Sistem
Pendidikan Nasional . Pasal 28 PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan menyatakan pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki
empat jenis kompetensi yaitu kompetensi pedagogic,kepribadian,professional dan
social. Empat jenis kompetensi guru yang tercantum dalam penjelasan Peraturan
No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan ,yaitu:
Kompetensi pedagogik,terdiri dari 7 kompetensi yaitu:
1)
Mengenal
karakteristik anak didik.
2)
Menguasai
teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
3)
Pembangun
kurikulum
4)
Kegiatan
pembelajran yang mendidik
5)
Memahami
dan mengembangkan potensi peserta didik
6)
Komunikasi
dengan peserta didik
7)
Penilaian
dan evaluasi
Kompetensi kepribadian ,terdiri dari 3 kompetensi yaitu:
1)
Bertindak
sesuai dengan norma agama ,hokum,social,dan kebudayaan nasional Indonesia
2)
Menunjukkan
pribadi yang dewasa dan teladan
3)
Etos
kerja,tanggung jawab yang tinggi ,rasa bangga menjadi guru.
Kompetensi sosial,terdiri dari 2 kompetensi yaitu:
1)
Bersikap
inklusif, bertindak obyektif ,serta tidak diskriminatif
2)
Komunikasi
dengan sesama guru ,tenaga pendidikan,orang tua peserta didik dan masyarakat.
Kompetensi professional,terdiri dari 2 kompetensi yaitu:
1)
Penguasaan
materi struktur konsep dan pola pikir keilmuwan yang mendukung mata pelajaran
yang diampu.
2)
Mengembangkan
keprofesionalan melalui tindakan reflektif.
Pengusaan
empat kompetensi tersebt mutlak perlu dimiliki tiap guru untuk menjadi tenaga
pendidik yang professional seperti yang disyaratkan Undang-Undang Guru dan
Dosen . Kompetensi guru dapat diartika sebagai kebulatan pengetahuan
,keterampilan dan sikap yang ditampilkan dalam bentuk perilaku cerdas dan penuh
tanggung jawab dimiliki seorang guru dalam menjelaskan profesinya. Bahasan ini
dikemukakan tanpa bermaksud mengabaikan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki seorang guru. Betapa kompetensi kepribadian perlu mendapat perhatian
yang lebih. Sebab,kompetensi ini berkaitan dengan idealisme dan kemampuan guru
untuk dapat memahami diri sendiri dalam kapasitasnya sebagai pendidik yang
memimpin proses pendidikan dan pembelajaran disekolah.
c.
Tahapan
Pengelolaan Tenaga Pendidik (Guru)
Menurut Husein Umar (2000) dalam Kompri (2015: 84-85)
Langkah-langkah yang dilakukan dalam manajemen sumber daya manusia melalui:
1.
Perencanaan.
Perencanaan
adalah suatu cara untuk mencoba menetapkan keperluan tenaga pendidik untuk
suatu periode tertentu baik secara kualitas maupun kuantitas dengan cara-cara
tertentu. Melalui perencanaan sumber daya manusia yang matang,produktivitas
kerja dari tenaga yang ada sudah dapat ditingkatkan. Hal ini dapat terwujud
melaui adanya penyesuian tertentu,seperti peningkatan disiplin kerja dan
peningkatan keterampilan sehingga setiap orang menghasilkan sesuatu yang
berkaitan langsung dengan kepetingan organisasi (Siagian, 2008: 45).
According to Fry (2009:40)
Planning teaching and learning is a fundamental aspect of the role of academic
staff. The activities involved are not carried out in a vacuum, but rather in
accordance with the nature of the institution. Academic staff might reasonably
be expected to have an understanding of the culture of the institution in which
they operate: the mission and vision of the organisation; the aspirations, the
ethos and values. The culture and the ethos of the institution inevitably
influence the curriculum.
Menurut Fry
(2009:40) Perencanaan pengajaran dan pembelajaran merupakan aspek mendasar dari
tenaga kependidikan. Kegiatan yang terlibat tidak dilakukan dalam ruang hampa,
tetapi lebih sesuai dengan sifat lembaga. Tenaga kependidikan mungkin
diharapkan untuk memiliki pemahaman tentang budaya institusi tempat mereka
beroperasi: visi dan misi organisasi; aspirasi, etos dan nilai-nilai. Budaya
dan etos dari institusi itu pasti mempengaruhi kurikulum.
2.
Rekrutmen.
Rekrutmen
(recruitment) adalah langkah awal
dalam pengadaan (procurement) karyawan.
Rekrutmen seperti dikemukakan oleh Keith Devis adalah the process of dindong and attracting capable application for
employment (Wether dam Davis, 1993: 195) definisi lain adalah recruitment is the process of seeking and
attemping to attrack individuals in eksternal labor markets who are capable (Heneman,
et.al., 1981: 154). Sejalan dengan kedua definisi tersebut Byars dan Reu
(1984:1000) menyebutkan Recruitmet
involves seeking in attracting a pool of people from which qualified candidate for
job vapanciescan be chosen.
Suryadi
(2005:104-105) Dalam kaitannya dengan
sistem pengelolaan guru, termasuk sistem rekruitmen guru dalam era otonomi
daerah dan desentralisasi pendidikan, sepatutnya mempertimbangkan empat pihak
terkait, yaitu pemerintah, termasuk di dalamnya pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, pihak sekolah itu sendiri sebagai Service providers, pihak LPTK sebagai
pemasok guru dan pihak masyarakat termasuk di dalamnya orangtua murid. Hasil
studi yang dilakukan oleh World Bank, (1997) mengungkapkan bahwa pengelolaan
guru harus berdampak secara positif terhadap sekolah. Oleh karena itu agar
sekolah memiliki kinerja yang baik, maka dibutuhkan guru yang berkualitas
sesuai dengan kebutuhan para pengguna, yaitu pemerintah, sekolah,siswa dan
orang tua.
Selama
sepuluh tahun terakhir, kualifikasi guru terus meningkat, baik karena
pendidikan tambahan maupun karena persyaratan untuk penerimaan guru baru
ditingkatkan. Misalnya, jika hingga akhir tahuan 1980-an kualifikasi guru SD
adalah pendidikan menengah (SPG, SGO, PGA), maka mulai tahun 1990-an
ditingkatkan menjadi D-II.
Pendidik
atau kualifikasi akademik minimum calon
guru ditentukan sebagai persyaratan guru (minimum
requirement for teacher candidate) yang diperlukan pada sebuah Negara. Sebagian
Negara mensyaratkan diploma untuk calon guru jenjang pendidikan
tertentu,sebagian lagi mensyaratkan sarjana (undergraduate) atau master. Sebagian Negara memisahkan antara
pendidikan kualifikasi dengan pendidikan khusus calon guru,sebagian lagi
menggabungkan keduanya. Di beberapa Negara, seorang penyandang gelar undergraduate atau master memasuki
pendidikan profesi untuk memperoleh sertifikat guru. Di Negara lainnya, guru
disiapkan melalui lembaga khusus yang mengkombinasikan pendidikan untuk
kulaifikasi dan untuk memperoleh sertifikat guru.
Pertanyaan
tentang
pengetahuan, sikap, perilaku, dan keterampilan apa yang harus dimiliki
oleh calon guru banyak mengundang perdebatan. Namun demikian, pada intinya
calon guru harus dibekali dengan kemampuan memfasilitasi peserta didik untuk
bisa mengakuisisi pengetahuan , mengembangkan sikap dan perilaku peserta
didik,serta mampu berperan aktif dalam masyarakat . Karenanya ,secara umum
kurikulum pendidikan bagi calon guru dapat dibagi kedalam beberapa ranah.
a.
Pengetahuan
dan keterampilan yang berkaitan dengan filsafat pendidikan,sejarah pendidikan
,psikologi pendidikan,dan sosiologi pendidikan.
b.
Pengetahuan
yang berkaitan dengan proses pembelajaran dan evaluasi pendidikan ,serta
pengembangan ilmu.
c.
Pengetahuan
dan keterampilan yang berkaitan dengan bidang studi bagi calon guru bidang
studi dan kegurukelasan bagi calon guru kelas.
d.
Pengetahuan
dan keterampilan khusus yang diperoleh melalui praktik mengajar dikelas atau
bentuk lain dari praktik pendidikan, kegiatannya dapat berupa praktik mengajar
,observasi,magang,dan sebaginya.
Menurut
Windsor dan Rowland (2005) dalam (Suryadi,2015:105), melakukan survei terhadap
sekelompok administor sekolah mengenai calon guru yang mereka inginkan.
Administor sekolah yang disurvei ternyata menghendaki calon guru yang memiliki
sifat-sifat spesifik atau keterampilan yang merupakan ciri khas dari seorang
guru yang efektif . Karakteristik calon guru yang dikehendaki sebagai berikut
ini.
a)
Memiliki
kepribadian yang asli, yaitu tulus dan rendah hati setiap saat.
b)
Memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik, tertulis dan lisan. Guru-guru yang memiliki
pola berpikir yang buruk atau berkomunikasi dengan cara yang tidak jelas dengan
cepat akan membawa guru itu segera keluar dari lembaganya yang bertugas.
c)
Menjadi
pendengar yang baik dan memahami apa yang dikomunikasikan kepadanya.
d)
Memilki
sikap yang kooperatif. Calon guru yang dikehendaki adalah individu-individu
yang fleksibel dan mudah bekerjasama dengan komunitas sekolah dan masyarakat.
e)
Memiliki
pandangan positif pada pengajaran ,pembelajaran ,dan siswa.
f)
Dapat
dipercaya dan diandalkan . Guru harus mampu menampilkan peran guru model untuk
siswa dan dia sangat unggul dalam bidang ini.
g)
Memahami
apa yang dibutuhkan untuk menjadi guru yang efektif .Mereka harus mengetahui
tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana guru mampu memfasilitasi proses
pembelajaran.
h)
Dapat
mengelola siswa didalam dan diluar sekolah .
i)
Memilki
sikap ambisius untuk mencapai presatasi dan bekinerja terbaik. Administrator
sekolah menghendaki guru yang mampu menjadi pemrakarsa kegiatan dan aneka
acara. Guru yang mereka kehendaki adalah yang bisa membuat sesuatu menjadi
benar-benar terwujud.
j)
Memiliki
keterampilan kepemimpinan,tampil hati-hati dan tidak berperilaku kasar.
k)
Memiliki
pemahaman dasar tentang prinsip-prinsip yang berlaku umum di pendidikan
psikologi. Calon guru dapat menggunakan dan mengaplikasikan istilah-istilah
seperti penguatan , penguasaan, tujuan pembelajaran,dan hasil belajar khususnya
ketika berbicara tentang proses belajar.
l)
Memahami
materi pelajaran dengan baik dan dapat menyajikannya secara merangsang dan
menarik.
m)
Memiliki
kemampuan lebih dari satu mata pelajaran
. administrator sekolah menghendaki calon guru yang memiliki kemampuan mengajar
untuk lebih dari satu subjek area.Bagi calon guru sekolah dasar ,mereka
menghendaki calon guru yang memiliki kemampuan dan keterampilan mengajar
diberbagai tingkat kelas.
n)
Memiliki
harapan atas standar pribadi yang tinggi dan profesionalis ,namun tidak
menampilkan kekakuan. Bagi mereka , guru yang baik harus memahami realitas
siswanya.
o)
Dapat
memodifikasi teknik pengajaran untuk mengakomodasi keragaman kemampuan siswa
dan gaya belajar mereka yang berbeda.
p)
Dapat
menghubungkan kegiatan mengajar dengan tujuan lain dari aneka kegiatan sekolah.
q)
Mampu
mengorganisasikan kegiatan bersama guru lainnya. Juga memiliki kemampuan
melakukan tindak lanjut atas aneka kegiatan.
r)
Memiliki
selera bagus dalam berpakaian. Bagus dalam berdandan akan sangat mengesankan
siswa.
s)
Memiliki
selera humor yang baik. Tersenyum atau tertawa adalah jarak terpendek diantara
dua orang.
t)
Memiliki
semangat untuk berkembang sebagai seorang professional. Administrator sekolah
menghendaki calon guru yang terbuka dengan ide-ide ,teknik, dan pendekatan baru
yang dapat meningkatkan efektivitas kerja guru secara keseluruhan.
3.
Seleksi.
Menurut
T. Hani Handoko (1988) dalam (Kompri, 2014: 99-100), mengatakan bahwa seleksi adalah serangkaian kegiatan yang
digunakan untuk memutuskann apakah pelamar diterima atau ditolak. Proses
seleksi pegawai dengan bervariasi pada organisasi dengan organisasi lain dan
pekerjaan satu dengan pekerjaan lain. Proses ini termasuk pemanduan
kebutuhan-kebutuhan kerja pelamar dan organisasi .proses seleksi ini penting
karena melalui proses ini akan diperoleh karyawan mempunyai kemampuan yang
tepat sesuai dengan yang diperlukan oleh organisasi. Langkah-langkah dalam
proses seleksi ini adalah a) penerimaan pendahuluan pelamar, b) tes-tes
seleksi, c) wawancara seleksi, d) pemeriksaan referensi-referensi, e) evaluasi
medis (tes kesehatan), f) wawancara akhir dan g) keputusan penerimaan .
According
to James (2016: 36), Key factors cited by heads of department in judging
departmental effectiveness include:
·
Quality
of the teaching in the department
·
Extent
to which departmental staff work together as a team
·
Commitment/enthusiasm
of teaching staff
·
High
staff expectations of students
·
Prior
attainment of students (at intake to school)
·
The
extent to which independent student learning is fostered
·
Examination
results.
The first three factors highlighted the significance of consistency
and quality of teaching in the department. Similarly, in reviewing the relative
school and teacher effects in the literature, consistency in teacher
effectiveness in the department is
stressed.
Menurut
James (2006:136) Faktor-faktor kunci yang diambil oleh kepala lembaga dalam
menilai efektivitas lembaga meliputi:
·
Kualitas
pengajaran di lembaga.
·
Seberapa
banyak tenaga pendidik yang bekerja sama sebagai satu tim.
·
Komitmen/
antusiasme tenaga pendidik.
·
Ekspektasi
tenaga pendidik yang tinggi terhadap siswa.
·
Pencapaian
siswa (sebelum masuk sekolah).
·
Sejauh
mana pembelajaran siswa secara independen dipupuk.
·
Hasil
ujian.
Tiga
faktor pertama menyoroti pentingnya konsistensi dan kualitas mengajar di
departemen. Demikian juga dalam meninjau sekolah relatif dan dampak bagi guru
dalam literatur, konsistensi dalam efektivitas guru di departemen ditekankan.
4.
Place
(penempatan)
Penempatan
dilakukan untuk melakukan penyesuaian antara kebutuhan sekolah dengan
spesifikasi keahlian masing-masing tenaga kependidikan yang diterima di sekolah
tersebut. Penempatan (placement), penempatan
sumber daya manusia adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan menejer sumber
daya manusia untuk menentukan posisi jabatan, lokasi kerjaseorang karyawan
untuk melakukan tugas pekerjaan didalam organisai (Sitohang, 2007: 149).
Kemudian dilakukan sosialisasi yaitu proses pemahaman sikap, standar, nilai dan
pola perilaku yang baru (Siagian, 2000: 9) dengan upaya ini diharapkan
memudahkan tenaga kerja baru memahami lingkungan kerja yang ditempatinya. Dalam
penempatan, yang perlu diperhatikan adalah kepentingan pegawai baru yang
meliputi:
a)
Penghasilan
b)
Jam
kerja
c)
Hak
cuti
d)
Fasilitas
yang disediakan
e)
Pendidikan
dan pelatihan
f)
Perihal
pensiun
Menururt
Purwanto (2014:123-127), pemberian tugas pekerjaan kepada guru merupakan
tanggung jawab kepala sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin dan supervisor
disekolah yang dipimpinnya harus dapat memperhatikan sistem penempatan guru
dalam kelas.
Masalah
pemberian tugas/penempatan guru dalam
kelas merupakan masalah penting dalam
rangka supervise yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Kita mengenal
sediktnya tiga sistem, yaitu:
1)
Sistem
guru kelas
2)
Sistem
guru bidang studi
3)
Sistem
campuran
Yang dimaksud dengan sistem guru kelas ialah seperti yang
yang lazim berlaku di SD sampai kita sekarang. Setiap guru diserahi satu kelas
yang terdiri atas sejumlah murid selama satu tahun atau lebih. Tugas guru
tersebut mengajarkan semua mata pelajaran yang berlaku dikelas iitu,
masing-masing sesuai dengan tingkat dari kelas satu sampai enam.
Yang
dimaksud dengan sistem guru bidang studi ialah seperti yang
biasa berlaku di SMTP dan SMTA kita sekarang. Setiap guru mengajarkan di
beberapa kelas ,mata pelajaran yang sesuai dengan keahliannnya seperti
tercantum didalam ijazah keguruannya.
Sedangkan
sistem campuran ialah
gabungan dari kedua sistem tersebut diatas. Didalam suatu sekolah yang
menggunakan sistem campuran terdapat:
·
Guru-guru
yang diserahi kelas, tetapi ada pula beberapa guru yang mengajarkan mata
pelajaran tertentu ditiap kelas.
·
Guru-guru
yang diserahi kelas, pada jam-jam pelajaran tertentu mengajarkan mata pelajaran
yang sesuai dengan keahlian /hobinya dikelas lain.
Ketiga sistem
tersebut masing-masing ada kebaikan dan keburukannya.
a)
Sistem guru kela
Kebaikannya:
•
Guru
dapat mengenal lebih mendalam individu-individu murid masing-masing
:wataknya,bakatnya,tingkah lakunya,tingkat intelegensinya, kelambatan/kecepatan
daya tangkapya,cara belajranya, dan sebagainya.
•
Itu
semua dapat memudahkan guru dalam memberikan peljaran dan cara mengevaluasi
yang lbih objektif.
•
Guru
terpaksa belajar menguasai semua mata pelajaran yang diberikan dikelas itu.
Keburukannya :
•
Tidak
semua guru menyukai semua mata pelajaran ,tentu ada beberapa mata pelajaran
yang tidak disukainya.
•
Guru
setiap hari menghadapi kelas/murid-murid yang itu-itu saja ,memungkinkan dia
menjadi bosan.
•
Jika
itu bertahun-tahun memegang satu tingkat kelas ,dapat mengakibatkan pengetahuan
guru itu statis.
b)
Sistem guru bidang studi
Kebaikannya :
•
Cara
mengajar dan hasil belajar dapat lebih baik karena dipegang /diberikan oleh
guru-guru yang menguasai haknya.
•
Guru
tidak lekas bosan mengajar karena selalu berganti kelsa dan murid-muridnya .
•
Memungkinkan
guru memperdalam haknya lebih baik,menjurus kepada hobi dan keahliannya.
Kekurangannya :
•
Guru
kurang dapat mengenal dengan baik pribadi individu masing-masing anak sehingga
dia kurang dapat menyesuaikan pelajarannya dengan kemampuan anak masing-masing.
•
Pekerjaan
koreksi guru itu terlalu banyak sehingga memungkinkan penilaian yang tidak
objektif .
•
Jika
guru orang yang statis ,dapat menyebabkan guru mengajar secara
konservatif-tradsonal ,tidak mengikuti perkembangan masyarakat.
c)
Sistem campuran
Melihat kebaikan dan keburukan tersebut diatas ,kita dapat
mengatakan sistem campuran lebih baik .Tetapi ,kita mengetahui bahwa kecocokan
kedua sistem itu berbeda-beda: sistem
guru kelas lebih baik untuk SD ,sistem guru hak lebih baik untuk SL.
Kami berpendapat sebagai berikut:
a)
Sistem
guru bidang studi tetap dipertahankan di SLP dan SLA . Dan untuk mengatasi
keburukan-keburukannya ,perlulah disekolah itu dibentuk petugas bimbingan yang
terdiri atas konselor-konselor yang benar-benar memiliki keahlian dan mempunyai
kemauan bekerja yang baik.
b)
Untuk
di SD ,disamping sistem guru kelas diadakan pula sistem campuran. Pertimbangan
kami ialah karena tidak semua mata pelajarn disukai oleh guru , dan ada mata
pelajaran yang memerlukan keahlian atau bakat tertentu ,seperti menggambar
,olahraga, dsb.
Cara memilih dan menempatkan guru dalam kelas
a.
Penempatan
guru-guru SMTP/SMTA
Kami berpendapat bahwa sistem guru bidang studi tetap dipergunakan
di SMTP/SMTA . Akan tetapi ,dalam pelaksanaan praktek sehari-hari ,kita dapat
meihat cara penempatan dan pembagian tugas yang masih kurang sesuai dengan yang
seharusnya.Banyak SMTP maupun SMTA yang mengadakan pembagian mengajar kepada
guru-guru hanya berdasarkan “keadilan” dalam banyaknya jumlah pelajaran. Setiap
guru disekolah itu diusahakan agar jumlah jam pelajarannya dalam seminggu
rata-rata sama atau hampir sama dengan guru-guru lain.
Yang menjadi dasar pertimbangan dalam pembagian tugas itu hanyalah
“pembagian rezeki” yang adil bagi semua guru .(ini akibat dari adanya tunjangan
BP3 yang selalu berdasrkan atas banyaknya jam pelajaran yang dipegang oleh guru
masing-masing).
Akibat dari padanya dapat kita lihat:
§ Guru tidak menguasai bahan yang diajarkan.
§ Persiapan guru tidak teratur (tidak sempat membuat persiapan).
§ Cara mengajar yang semaunya saja.
§ Kebencian dan kebosanan belajar pada murid-murid.
§ Tidak adanya kontinuitas bahan pelajaran dari kelas satu kekelas
berikutnya.
§ Mutu pelajaran yang makin merosot.
§ Kurikulum sekolah tidak tercapai.
Untuk
menghindari jangan sampai terjadi hal-hal yang demikian,maka dalam penempatan
tugas dan pembagian tugas guru-guru di SMTP dan SMTA perlu diperhatikan:
§ Setiap guru memegang hak sesuai dengan ijazah atau keahliannya masing-masing.
§ Untuk kelas-kelas tertinggi perlu dipilih guru-guru yang
berpengalaman.
§ Untuk bidang studi yang tidak ada gunanya ,dapat diserahkan kepada
guru yang mempunyai hobi pada hak tersebut (sebelum guru hak yang bersangkutan
dapat diusahakan).
Pembagian tugas wali kelas:
Karena
disekolah lanjutan tidak menggunakan sistem guru kelas, maka untuk lebih
membantu kepala sekolah dalam usahanya mengawasi kelas dan memperhatikan
individu-individu anak masing-masing ,perlulah dibentuk wali-wali kelas.
Pembagian
tugas wali kelas sebaiknya didasarkan atas pertimbangan:
a)
Banyaknya
jam pelajaran yang diajarkan guru kelas itu
b)
Kewajiban
guru terhadap kelas itu ,dan
c)
Sedapat
mungkin guru tetap di sekolah itu.
Tugas wali kelas
harus jelas (dibuat peraturan yang terinci).
5.
Penampilan dan Penilaian Kerja
Penampilan kerja sangat dibutuhkan oleh guru dalam menjalankan
tugasnya di sekolah. Penampilan kerja yang standar adalah penampilan kerja yang
memenuhi standar baku penetapan kualifikasi guru yang telah dibuat oleh
sekolah. Kinerja (performance) adalah
hasil kerja yang bersifat konkrit dapat diamati dan dapat diukur.
Penilaian kerja menurut Castetter (1981) merupakan salah satu
proses manajemen sumber daya manusia, dimana setiap proses tersebut mempunyai
kaitan yang saling menunjang yaitu perencanaan, penyeleksian, penempatan,
penilaian kinerja dan pengembangan, kompensasi dan penawaran kolektif. Ruang
lingkup penilaian kinerja meliputi siapa yang dinilai, siapa yang menilai, dan
apa yang dinilai, dan cara penilaian.
According
OECD (2009: 199) For each aspect of teachers’ work, the same model is estimated
to examine the relation with principals’ management styles. The model
statistically controls for a number of teachers’ professional and personal
characteristics: gender, level of experience as a teacher, educational
training, permanency of their teaching position, number of hours they teach,
how many schools they teach in, and how much administrative work they
undertake. Estimated for each country, this basic statistical model represents
the main components of the teacher’s professional background and summary
conditions of their position within their school.
Menurut OECD (2009: 199) Untuk setiap aspek pekerjaan guru, model yang sama diperkirakan untuk
memeriksa hubungan dengan gaya manajemen kepala sekolah.
Model ini secara statistik mengontrol sejumlah karakteristik profesional dankepribadian guru: jenis kelamin,tingkat pengalaman sebagai guru, pelatihan pendidikan,
kesesuaian
posisi mengajar mereka, jumlah jammereka mengajar, berapa banyak sekolah
yang mereka ajar, dan berapa banyak pekerjaan administratif yang mereka
lakukan. Diperkirakan untuksetiap negara, model statistik dasar ini mewakili
komponen utama latar belakang profesionalisme gurudan ringkasan kondisi posisi mereka di sekolah mereka.
6.
Pelatihan
dan Pengembangan
Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yang
meliputi berbagai bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan.
Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberikan manfaat
pada lembaga berupa produktifitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta
fleksibilitas lembaga dalam mengidentifikasi lingkungan baik dari dalam maupun
dalam dari luar lembaga yang bersangkutan.
Program
pelatihan (training) bertujuan untuk
memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja
tertentu untuk kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan untuk menyiapkan
pegawainya siap memangku jabatan tertentu di masa yang akan datang. Pengembangan
bersifat lebih luas karena menyangkut banyak aspek, seperti peningkatan dalam
keilmuan. Program latihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi
“gap” antara kecakapan guru dengan permintaan jabatan, selain itu juga untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja tenaga kependidikan dalam mencapai
sasaran kerja. Untuk melaksanakan program pelatihan dan pengembangan manajemen
hendaknya melakukan analisis belajar tentang kebutuhan, tujuan, sasaran, serta
isi dan prinsip belajar terlebih dahulu agar pelaksanaan program pelatihan
tidaklah sia-sia.
According to Aitken (2011: 355) The school had experienced ongoing
and significant changes at management level over a seven year period, with five
different Principals and seven different Deputy Principals. Each new managerial
combination brought its own different style of leadership and transitional
difficulties. Adapting to such significant and ongoing change in the short
time-span involved, proved both challenging and destabilising for teachers. The
findings in this study also support those of Flores (2006), who found that how
teachers perceive a school culture and leadership can affect the ways in which
they learn and develop over time, particularly if they perceive the culture as
negative. In line with research by both Hargreaves (1994) and Fullan (2001),
this study suggests that cultures of collaboration are most supportive of
teachers’ development and morale.
Menurut Aitken (2011: 355) Sekolah yang telah mengalami perubahan berkelanjutan dan signifikan di tingkat
manajemen selama periode tujuh tahun, dengan lima Kepala Sekolah yang berbeda
dan tujuh Wakil Kepala Sekolah yang berbeda. Setiap kombinasi manajerial baru
membawa gaya kepemimpinan dan kesulitan transisionalnya yang berbeda. Beradaptasi
dengan perubahan yang signifikan dan berkelanjutan dalam rentang waktu singkat
yang terlibat, terbukti menantang dan tidak stabil bagi para guru. Temuan dalam
penelitian ini juga mendukung Flores (2006), yang menemukan bahwa bagaimana
guru merasakan budaya dan kepemimpinan sekolah dapat mempengaruhi cara mereka
belajar dan berkembang dari waktu ke waktu, terutama jika mereka menganggap
budaya sebagai negatif. Sejalan dengan penelitian oleh Hargreaves (1994) dan
Fullan (2001), penelitian ini menunjukkan bahwa budaya kolaborasi sangat
mendukung pengembangan dan moral guru.
According
to European Commission (2014:27) Strategic vision and leadership is needed to
address these perceptions and to more fully engage staff in the potential offered by new modes of
learning and teaching. Institutional leaders need to consistently communicate
the expectation that all staff - while
recognising the scope for doing so will differ across disciplines - must become
more active, skilled and experienced in using new, innovative pedagogical tools
and provide the support they need to meet that expectation. Institutional
strategies should set out a coherent framework for the development of new modes
of delivery as part of an institution’s offering, the embedding of innovative
technologies and pedagogies in curricula, and the provision of appropriate
training for academic staff and
students.
Menurut
European Commission (2014:127) Visi dan kepemimpinan strategis diperlukan untuk
mengatasi persepsi dan hal ini lebih banyak melibatkan staf dalam potensi yang
ditawarkan oleh mode pembelajaran dan pengajaran baru. Pemimpin
lembaga/institusi harus secara konsisten mengkomunikasikan harapan bahwa semua
staf –sementara mengakui ruang lingkup untuk melakukannya akan berbeda di seluruh
disiplin ilmu- harus menjadi lebih aktif, terampil, dan berpengalaman dalam
menggunakan pedagogi baru yang inovatif dan memberikan dukungan yang mereka
butuhkan untuk memenuhi harapan itu. Strategi kelembagaan harus menetapkan
kerangka koheren untuk pengembangan mode pentransferan baru sebagai bagian
daripelembagaan lembaga, penyertaan teknologi inovatif dan pedagogi kurikulum,
dan penyediaan pelatihan yang sesuai untuk tenaga kependidikan dan siswa.
7.
Kompensasi
Kompensasi
dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang diterima guru sebagai balas jasa untuk
kerja mereka (Umar, 2000: 16) informasi dalam kompensasi, sistem menyediakan
untuk anggota adalah dibutuhkan untuk semua tujuan, menambah informasi untuk
daftar gaji, penghitung, penyeleksian dan pelaporan rekaman.Salah satu mereka
untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja para tenaga
kependidikan adalah melalui kompensasi.
8.
Keselamatan
Kerja
Keselamatan
kerja perlu terus dibina agar dapat meningkatkan kualitas keselamatan kerja
guru. Jaminan keselamatan kerja, jaminan personil merupakan salah satu bentuk
tanggung jawab sebuah organisasi baik yang bersifat moral maupun fisik.
Tentunya dalam hal ini keterkaitan dengan kinerja seorang personil dalam sebuah
organisasi, sebab kalau seorang manajemen tidak memperhatikan jaminan jaminan
personilnya maka akan mengurangi kinerja bagi personil dalam melakukan
tugasnya.
9.
Pengembangan
karier
Pengembangan
profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki
tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam
era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan
adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang
dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian
terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia
tersebut menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda
memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis,
baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Mengembangkan profesi guru
bukan sesuatu yang mudah. Hal ini disebabkan banyak faktor yang dapat
mempengaruhinya. Oleh karena itu pencermatan lingkungan dimana pengembangan itu
dilakukan menjadi penting, terutama bila faktor tersebut dapat menghalangi
upaya pengembangan profesi guru (Mustofa, 2017: 81).
10.
Kelanjutan
(pensiun)
Akhir dari
karier seorang guru adalah memasuki masa pensiun, dimana kondisi tenaga
kependidikan yang tidak bekerja lagi, namun mendapat kompensasi dari pemerintah
sebagai hasil kerjanya dalam mengabdi di institusi pendidikan. Pelayanan
berkelanjutan/pensiun, pensiunan merupakan suatu peristiwa penting
dalammkehidupan seseorang, dan organisai mempunyai tanggung jawab utama dalam
memudahkan peralihan dari suatu tahap kepada tahap yang lain. Menurut Filippo
pensiun saat ini merupakan suatu peran tanpa peran, pensiun memaksa suatu
peningkatan dalam ruang lingkup pengambilan keputusan tentang kehidupan pribadi
seseorang (Edwin, 1992: 283).
2)
Konselor
a.
Pengertian Bimbingan Konseling
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan
secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya
sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan
tuntutan. Konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam
memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai
dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya
(Soetjipto, 2009: 62-63).
Menurut Nursalim (2013:15-18), kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam memilih strategi konseling adalah sebagai
berikut:
1.
Pilihan
konselor
Konselor yang baik adalah seseorang yang menguasai beberapa
ketrampilan/strategi, dan yang siap menerapkan strategi tersebut utuk memenuhi
kebutuhan konseli yang berbeda-beda.
2.
Dokumentasi
strategi
Telah tersedia bermacam-macam data hasil penelitian tentang
strategi konseling. Data ini dapat membantu menentukan strategi mana yang telah
berhasil mengatasi brmacam-macam problem konseli.
3.
Faktor
lingkungan
Faktor-faktor dalam lingkungan konseling dapat berpengaruh apakah
suatu strategi praktis atau tidak. Hal ini meliputi waktu, biaya, peralatan,
peranan orang-orang penting lainnya dan adanya lingkungan alam yang mendukung.
4.
Sifat
problem dan reaksi konseling
Konselor bertanggung jawab untuk memberikan keputusan yang
didasarkan pada penilaian masalah konseli. Strategi hendaknya mencerminkan
sifat masalah konseli. Tentu saja hal ini memerlukan penilaian problem secara
menyeluruh dan perumusan problem dan tujuan dari strategi tertentu.
5.
Tujuan
yang diinginkan
Pilihan strategi juga bergantung pada tujuankonseli. Permasalahan
yang berkaitan dengan pemilihan biasanya paling baik digunakan strategi
pengambilan keputusan, dan penyelesaian konflik, bermain peran, atau peran
balik.
6.
Pilihan
konseling
Pemilihan strategi konseling yang baik merupakan hasil keputusan
bersama antara konselor dan konseli. Keliru apabila konselor memilih strategi
dengan mengabaikan masukan dari konseli. Upaya untuk menyesuaikan dengan
harapan dan keinginan konseli sering kali menghasilkan terapi yang lebih
positif.
b.
Kompetensi
Guru Bimbingan Konseling (Konselor)
Menurut Gusfar (2013: 162-163) Kompetensi Guru BK/Konselor meliputi tujuh hal yaitu:
1)
Menguasai
ilmu pengetahuan pada bidang yang ditekuni
2)
Menguasai
teknologi pada bidang yang ditekuni
3)
Mampu
berpikir logis
4)
Mampu
berpikir analitik
5)
Mampu
berkomunikasi secara lisan dan tulisan
6)
Mampu
bekerja mandiri
7)
Bekerja
dalam tim kerja
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No. 27 tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi
Akademik Kompetensi Konselor(SKAKK) menyatakan bahwa kompetensi professional
meliputi:
1.
Memahami
secara mendalam konseli yang dilayani
2.
Menguasai
landasan dan kerangka teoritik bimbingan dan konseling
3.
Menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling yang memandirikan; dan
4.
Mengembangkan
pribadi dan profesionalitas konselor secara berkelanjutan
c.
Tahapan Pengelolaan Tenaga Pendidik
Menurut Samsuardi (2016: 132-136), manajemen perencanaan
tenaga pendidik dalam hal ini berkaitan dengan perencanaan. Rekrutmen dan
seleksi berkaitan dengan hal-hal tertentu dengan berbagai aspek mengenai
kebijakan program pembinaan dan penilaian kinerja, serta sasaran dalam kegiatan
pembinaan dan penilaian kinerja tenaga pendidik. Sedangkan kompensasi tenaga
pendidik berhubungan dengan aspek-aspek tertentu mengenai kebijakan, dasar dan
prosedur serta sasaran pokok program kompensasi. Apabila kesemuan proses
tersebut dilakukan dengan baik maka akan menghasilkan tenaga pendidik
profesional yang secara langsung maupun tidak langsung menunjukan baik tidaknya
pola manajemen tenaga pendidik yang dilakukan.
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan tindakan
awal dalam aktivitas manajerial pada setiap organisasi. Karena itu perencana
terhadap kualifikasi kompetensi guru dalam sebuah kelembagaan menjadi sesuatu
hal yang penting yang akan menentukan adanya perbedaan kinerja satu organisasi
dengan organisasi lain dalam pelaksanaan rencana untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan rekruitmen guru merupakan suatu cara dalam melakukan peningkatan dini
bagi calon guru dengan terlebih dahulu harus mempersiapkan diri dengan berbagai
kompetensi yang memadai sehingga mau diterima di sekolah tersebut. Oleh
karenanya, rekruitmen merupakan suatu hal yang penting dilakukan dengan
melibatkan berbagai pihak untuk mendapatkan sumber daya pendidikan yang
potensial dalam sebuah kelembagaan pendidikan.
2. Pengembangan
Sehubungan dengan pengembangan
kompetensi pedagogik guru, peran kepala sekolah dapat diupayakan melalui
penyelenggaraan berbagai program kegiatan sebagai berikut:
a. Pemberdayaan Musyawarah Guru Mata
Pelajaran (MGMP)
Program MGMP merupakan salah satu
program pengembangan kompetensi guru yang cukup efektif bagi peningkatan
kualitas guru mengelola pembelajaran sehingga menjadi tenaga pengajar yang
betul-betul profesional.
b. Memotivasi guru Mengikuti Kursus
Kependidikan
Program kursus kependidikan
bertujuan penting agar guru dapat mengikuti kursus yang berkaitan dengan
spesialisasi keahliannya masing-masing demi peningkatan kompetensi pedagogiknya
ke arah yang lebih baik.
c. Memotivasi Guru Untuk Ikut
Sertifikasi
Program sertifikasi guru bertujuan
untuk meningkatkan mutu dan menentukan kelayakan guru melaksanakan tugas
sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional.23Maka
dengan itu, upaya memotivasi guru ikut sertifikasi menjadi tanggung jawab
kepala sekolah selaku pemimpin tertinggi di sekolah yang harus mengelola sumber
daya sekolah, termasuk dengan melakukan pengembangan dan pemberdayaan personil.
d. Mengadakan Lokakarya (Workshop)
Workshop pendidikan adalah suatu
kegiatan belajar kelompok yang terdiri dari petugaspetugas pendidikan yang
memecahkan problema yang dihadapi melalui percakapan dan bekerja secara
kelompok maupun bersifat perorangan. Masalah yang dibahas muncul dari peserta
sendiri, metode pemecahan masalah dengan cara musyawarah dan penyelidikan.
e. Mengadakan Penataran Guru
Adapun bentuk penyelenggaraan
penataran dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1) Sekolah yang
bersangkutan mengadakan penataran sendiri dengan menyewa tutor (penatar) yang
dianggap profesional dan dapat memenuhi kebutuhan. 2) Sekolah bekerja sama
dengan sekolah-sekolah lain atau lembaga-lembaga lain yang sama-sama
membutuhkan penataran sebagai upaya peningkatan kompetensi tenaga
kependidikannya. 3) Sekolah mengirimkan atau mengutus para guru untuk mengikuti
penataran yang dilaksanakan oleh sekolah lain, atau lembaga departemen yang
membawahi
f. Pelaksanaan Supervisi Kepala
Sekolah
Supervisi mempunyai pengertian
luas yang merupakan usaha memberikan layanan kepada guru-guru baik secara
individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran dalam
peningkatan mutu pendidikan. Sebagai supervisor, kepala sekolah diharuskan
melakukan upaya pengawasan serta pengarahan bagi guru untuk dapat meningkatkan
profesionalitasnya dalam mengajar di sekolah.
g. Mengadakan Rapat Sekolah
Rapat sekolah merupakan pertemuan
yang cukup penting untuk mendiskusikan berbagai hal, termasuk dalam memecahkan
masalah yang dihadapi guru untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru
dalam mengajar. Rapat guru dilakukan
dalam rangka meningkatkan kualitas guru dalam mengemban tugas dan tanggung
jawab sebagai pendidik. Salah satu bentuk rapat guru yang dilaksanakan oleh
kepala sekolah ialah konferensi atau musyawarah yang bertujuan untuk membimbing
guru-guru agar lebih efektif dalam perbaikan pengajaran di sekolah.
3. Kompensasi, Penilaian dan
Pemberhentian Tenaga Pendidik
Kompensasi merupakan kegiatan yang
sangat penting dalam sebuah organisasi. Disebutkan dalam Undang-Undang pasal 32
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ditegaskan bahwa untuk meningkatkan
kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil.
Usaha kesejahteraan tersebut meliputi program pensiun dan tabungan hari tua,
asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan bagi
putra-putri Pegawai Negeri Sipil. Setiap pekerja yang telah memberi atau
mengorbankan tenaga dan pikirannya pada suatu perusahaan, maka pemberian
kompensasi menjadi sesuatu yang layak diberikan dalam mendorong karyawan supaya
bekerja lebih giat serta lebih bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan
yang diberikan perusahaan kepadanya. Jadi dapat dikatakan bahwa kompensasi akan
mempengaruhi performance karyawan pada suatu lembaga perusahaan. Ada beberapa
metode yang dapat diterapkan sebagai dasar dalam memberikan kompensasi di
antaranya: (a) waktu, dimana pegawai dibayar berdasarkan waktu yang telah
dilaksanakan dalam pekerjaannya, (b) produktivitas, yaitu pemberian kompensasi
berdasarkan jumlah pekerjaan yang telah dihasilkannya, (c) metode kombinasi,
dimana tenaga pendidik dibayar dengan car mengkombinasikan kedua metode di
atas, misalnya selain gaji yang diterima juga ditambah beberapa jenis insentif
lain.
Menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Pasal 35 ayat 1 Tenaga Kependidikan pada SMP/MTs atau bentuk lain yang
sederajat dan SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat sekurang-kurangnya terdiri
atas kepala sekolah/madrasah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga
laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah/madrasah.
1) Laboran
Laboran adalah tenaga laboratorium yang membantu kepala
laboratorium terutama dalam mengelola bahan-bahan dan peralatan, dan melayani
kegiatan praktikum.
Setiap laboratorium, khususnya laboratorium IPA di suatu
sekolah hendaknya dikelola oleh seorang guru pengelola yang dibantu oleh
seorang laboran, yang bertugas sebagai penanggung jawab kepada kepala sekolah,
sedangkan laboran harus bertanggung jawab kepada guru pengelola
laboratorium.Pengelola laboratorium sains ini harus dikelola oleh guru yang
berkompeten dalam bidangnya.Pengelolaan laboratorium ini dapat diserahkan
kepada seorang guru bidang studi tertentu yang sesuai dengan bidang studi yang
dipelajari dalam laboratorium tersebut.Misalnya, laboratorium fisika harus
dikelola oleh guru yang berkompeten di dalam bidangnya. Guru pengelola
laboratorium hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam hal inventarisasi
alat/bahan. Selain itu, pengelola
laboratorium harus mempunyai pengetahuan tentang disiplin kerja, kebersihan
laboratorium, keselamatan kerja, pengaturan jadwal, manfaat setiap alat/bahan (Lestari,
dkk, 2017: 18).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 26 Tahun 2008
tentang Standar Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah telah menetapkan
kompetensi dan subkompetensi bagi Kepala Laboratorium, Teknisi Laboratorium,
dan Laboran Laboratorium Sekolah/Madrasah. Empat kompetensi utama yang harus dipenuhi
sebagai seorang laboran atau teknisi sebagaimana yang tercantum dalam Permen
tersebut adalah: 1) Kompetensi Kepribadian, 2) Kompetensi Sosial, 3) Kompetensi
Administratif, 4) Kompetensi Profesional. Mengingat hal tersebut maka
kompentensi tenaga laboratorium perlu ditingkatkan seiring dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi antara lain melalui pelatihan-pelatihan sebagai
wahana peningkatan wawasan dan skill tenaga laboratorium sekolah/madrasah
(Susilo, 2018:128-129).
Menurut Ismaya (2015: 117-120) Dimensi Kegiatan
Pengelolaan Tenaga Pendidikan,yaitu:
1.
Perencanaan Tenaga Kependidikan
Perencanaan Tenaga Kependidikan merupakan suatu proses yang
sistematis dan rasional untuk memberikan jaminan bahwa penetapan jumlah dan
kualitas tenaga kependidikan dalam berbagai formasi dan dalam jangka waktu
tertentu benar-benar representatif dapat menuntaskan tugas-tugas organisasi
pendidikan.
Menurut Fadhilah, dkk (2014: 375) Pengukuran Beban Kerja Waktu
Teknisi Laboratorium : Pada tahapan ini dilakukan penyusunan uraian pekerjaan
yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara kepada teknisi.Uraian pekerjaan
tersebut digunakan untuk membuat rancangan kuesioner pengukuran beban kerja
waktu yang berisikan waktu pengerjaan, jumlah pekerjaan, kategori pekerjaan dan
catatan tambahan.
Hasil pengisian kuesioner tersebut diolah untuk mendapatkan total
waktu pengerjaannya. Contoh Perhitungan:
Total waktu pekerjaan = Waktu Pekerjaan × Jumlah Pekerjaan
=
30 menit × 2
=
60 menit
Setelah dilakukan pengukuran beban kerja waktu,
tahapan selanjutnya adalah menghitung rekapitulasi perhitungan total waktu unttuk setiap kategori untuk
menghasilkan total kebutuhan waktu kerja/hari.
Contoh Perhitungan:
a.
Total
kebutuhan waktu untuk kategori tahunan
b.
Total
kebutuhan waktu kerja/ hari
Jumlah
dari kegiatan jam/harian + tahunan = 1.1 + 5.35 = 6.45
jam/hari .Perhitungan Jumlah Teknisi Laboratorium :Pada tahapan ini dilakukan perhitungan jumlah teknisi laboratorium berdasarkan hasil pengukuran beban kerja waktu.rekapitulasi ini berisikan jumlah teknisi yang tersedia sebelum dilakukan pengukuran beban kerja waktu dan jumlah teknisi yang dibutuhkan setelah dilakukan pengukuran beban kerja.
jam/hari .Perhitungan Jumlah Teknisi Laboratorium :Pada tahapan ini dilakukan perhitungan jumlah teknisi laboratorium berdasarkan hasil pengukuran beban kerja waktu.rekapitulasi ini berisikan jumlah teknisi yang tersedia sebelum dilakukan pengukuran beban kerja waktu dan jumlah teknisi yang dibutuhkan setelah dilakukan pengukuran beban kerja.
Menurut Arsi (2012: 527), Pendekatan Tugas per
Jabatan (Sesuai dengan KEP/75/M.PAN/7/2004)
Pada perhitungan dengan metode ini, dicari terlebih dahulu waktu kerja
dan jam kerja efektif karyawan [2]. Barulah dihitung waktu penyelesaian setiap
tugas untuk setiap jabatan.Perhitungan jumlah karyawan yang dibutuhkan dicari
seperti pada rumus “(1)”.
2. Perekrutan Tenaga Kependidikan
Terdapat beberapa langkah penting
dalam proses perekrutan sebagai kelanjutan perencanaan tenaga kependidikan ini.
a) Menyebarluaskan pengumuman tentang
kebutuhan tenaga kependidikan dalam berbagai jenis dan kualifikasinya
sebagaimana proses perencanaan yang telah ditetapkan.
Menurut Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Standar
Tenaga Laboratorium Sekolah/Madrasah, Kualifikasi laboran sekolah/madrasah adalah
sebagai berikut:
1) Minimal lulusan program diploma
satu (D1) yang relevan dengan jenis laboratorium, yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah;
2) Memiliki sertifikat laboran
sekolah/madrasah dari perguruan tinggi yang ditetapkan oleh pemerintah.
b) Membuka pendaftaran bagi pelamar
atau sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan baik persyaratan-persyaratan
administrasi maupun persyaratan-persyaratan akademis.
c) Menyelenggarakan pengujian
berdasarkan standar seleksi dan dengan menggunakan teknik-teknik seleksi atau
cara-cara tertentu yang dibutuhkan. Standar seleksi, misalnya: (a) umur, (b)
kesehatan fisik (c) pendidikan (d) pengalaman (e) tujuan-tujuan (f) perangai
(g) pengetahuan umum (h) keterampilan
komunikasi (i) motivasi (j) minat (k) sikap dan nilai-nilai (l) kesehatan
mental (m) kepantasan bekerja dunia pendidikan, dan (n) faktor-faktor lain yang
diterapkan.
3. Menetapkan Calon yang Dapat
Diterima
Penetapan atas calon-calon yang
diterima ini dapat diputuskan oleh atasan langsung atau oleh bagian
personal/kepegawaian.Keputusan ini merupakan akhir dari kegiatan penyelenggara
seleksi.Artinya, tenaga-tenaga kependidikan yang baru diterima itu merupakan
tenaga-tenaga yang paling baik menurut standar seleksi yang ditetapkan.
Penugasan merupakan tindakan
pemberian tugas tanggung jawab kepada seseorang (tenaga pendidik) sesuai dengan
kemampuannya, yaitu kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan dengan mutu yang
paling diharapkan.
4. Perencanaan/Pengembangan Tenaga
Kependidikan
Zunuwanas,dkk (2012: 62)According to Elizabeth (1995), service
quality begins from the top (management) by their dedication. The Management should also provide ongoing
advice and training to clients and staff in conducting customer relations.
Training should be implemented at various levels /methods of management
training, leadership, teamwork training, personality training. This is useful
in linking supervisors, lecturers, lab supervisors, technicians and students
together to understand the roles of each other within the organization.
Zunuwanas,dkk (2012: 62)Menurut Elizabeth (1995) kualitas layanan dimulai dari atas (manajemen) oleh dedikasi mereka. Manajemen juga harus memberikan saran dan pelatihan berkelanjutan kepada klien dan staf dalam melakukan hubungan pelanggan. Pelatihan harus dilaksanakan di berbagai tingkat / metode pelatihan manajemen, kepemimpinan, pelatihan kerja tim, pelatihan kepribadian. Ini berguna dalam menghubungkan pengawas, dosen, pengawas laboratorium, teknisi dan siswa bersama-sama untuk memahami peran satu sama lain dalam organisasi.
Susilo (2018:131) Adapun pelatihan
keterampilan yang akan diberikan kepada tenaga laboratorium sekolah antara lain
:
a. Pengetahuan kompetensi bagi kepala
laboratorium, teknisi dan laboran
b. Pengelolaan laboratorium
(management plan), mencakup langkah-langkah perencanaan, pengaturan,
pemeliharaan, pengadministrasian, penganggaran dan keselamatan laboratorium
c. Pelatihan ketrampilan (life
skill), memberikan ketrampilan kepada tenaga laboratorium dan guru yang
mencakup pembuatan preparat, percobaan beberapa praktikum biologi di sekolah,
perawatan dan service mikroskop.
Menurut Suseno (2017: 78-84), banyak program pelatihan yang
diikuti oleh pendidik maupun tenaga kependidikan tidak terimplementasi di
sekolah. Hal ini disebabkan oleh beberapa aspek, antara lain: aspek
individu peserta diklat yang tidak
memiliki niat dan motivasi untuk bekerja lebih baik, aspek manajemen sekolah
yang kurang memfasilitasi penerapan hasil diklat, serta aspek materi diklat
yang terkadang tidak didasarkan atas kebutuhan sekolah.
Program ini meliputi tiga tahap,
yaitu: Tahap pertama, dilakukan Bimtek tenaga laboratorium yang meliputi aspek
managemen, administrasi alat dan bahan praktikum, serta penyusunan program
praktikum . Tahap kedua, workshop dan pendampingan dalam menyusun manual
pengelolaan laboratorium, melakukan inventaris alat dan bahan secara online dan
beberapa standar operasional prosedur (SOP) kegiatan laboratorium fisika, serta
Tahap ketiga dilakukan uji coba penggunaan laboratorium fisika berdasarkan SOP
yang telah dikembangkan pada tahap kedua.
5. Penilaian Tenaga Kependidikan
Berdasarkan Panduan Kerja Tenaga
Laboratorium Sekolah/Madrasah (2017:31-39) Terdapat tiga komponen penilaian
kinerja tenaga laboratorium sekolah/madrasah, yakni sebagai berikut:
a. Penilaian input , yaitu kemampuan
atau kompetensi yang dimiliki dalam melakukan pekerjaannya. Orientasi penilaian
input difokuskan pada karakteristik individu sebagai objek penilaian, dalam hal
ini adalah komitmen tenaga laboratorium sekolah
terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Komitmen tersebut
merupakan refleksi dari kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial tenaga
laboratorium sekolah.
b.
Penilaian proses, yaitu penilaian terhadap
prosedur pelaksanaan pekerjaan. Orientasi pada penilaian proses difokuskan
kepada perilaku tenaga laboratorium sekolah
dalam melaksanakan tugas pokok, fungsi, dan tanggung jawabnya
c.
Penilaian output , yaitu penilaian terhadap
hasil kerja yang dicapai dari pelaksanaan tugas pokok, fungsi, dan tanggung
jawabnya. Orientasi pada output dilihat dari perubahan kinerja tenaga
laboratorium sekolah.
Prosedur dan Waktu Pelaksanaan Penilaian Kinerja TLS/M
a. Waktu pelaksanaan Penilaian
kinerja TLS/M dilakukan pada akhir rentang waktu dua semester setelah
melaksanakan pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagaimana telah
direncanakan. Penilaian kinerja TLS/M ini harus dilaksanakan dalam waktu 4--6
minggu di akhir rentang waktu dua semester. Khusus untuk PLP, hasil penilaian
kinerja ini digunakan sebagai dasar usulan penetapan angka kredit tahunan TLS/M
kepada tim penilai angka kredit.
b. Ketentuan penilaian kinerja
Penilaian kinerja TLS/M dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut.
1) Penilaian kinerja tugas tambahan
dihadiri oleh TLS/M yang dinilai dan tim penilai.
2) Penilaian dilaksanakan di
sekolah/madrasah tempat TLS/M yang bersangkutan bertugas.
3) Penilaian diawali dengan pemaparan
laporan kinerja oleh TLS/M yang dinilai. Pemaparan difokuskan pada tugas
utama/subunsur tugas utama disertai bukti-bukti yang relevan.
4) Penilai dapat melakukan konfirmasi
dan meminta penjelasan ataslaporan kinerja tertulis atau lisan yang disampaikan
oleh TLS/M yang dinilai.
5) Penilai melakukan pengamatan dan
pencatatan bukti-bukti lain yang ada di lingkungan sekolah/madrasah yang belum
atau tidak dapat disertakan dalam laporan tertulis. Bukti-bukti ini dapat
diidentifikasi melalui pengamatan terhadap kondisi fisik yang ada di lingkungan
sekolah/madrasah atau meminta informasi dari orang-orang yang relevan yang ada
di lingkungan sekolah/madrasah, seperti guru, karyawan sekolah/madrasah, komite
sekolah/madrasah atau peserta didik.
6) Penilai melakukan penilaian
terhadap setiap tugas utama penilaian berdasarkan paparan laporan kinerja dan
hasil pengamatan kelengkapan dan keabsahan bukti-bukti yang dikumpulkan oleh
TLS/M dengan tugas tambahan yang dinilai.
6. Kompensasi
bagi Tenaga Kependidikan
Menurut Widodo (2015:155-168),
kompensasi dapat berbentuk finansial dan bukan finansial. Yang berbentuk
finansial ada yang bersifat langsung seperti upah, gaji, komisi, dan bonus yang
bersifat tidak langsung misalnya: asuransi kesehatan hidup, kecelakaan,
tunjangan sosial seperti dana pensiun, tunjangan keselamatan sosial; kompensasi
karyawan berupa beasiswa, pelayanan pekerja; tunjangan pembayaran waktu tidak
hadir seperti cuti, liburan, sakit, istirahat, dan sebagainya.
Kompensasi yang berbentuk bukan
finansial, dalam bentuk pekerjaan misalnya, pemberian tugas-tugas yang menarik,
menantang, penuh tanggung jawab, peluang untuk dikenal, dan peluang untuk
berkembang.
Di samping kompensasi berupa gaji
dan upah ada pula tunjangan-tunjangan.
Macam-macam tunjangan dapat berupa: tunjangan keselamatan, tunjangan
pada waktu tidak bekerja, bonus atau hadiah,
dan program pelayanan.Tunjangan keselamatan dapat berupa asuransi kecelakaan,
asuransi kematian, asuransi kesehatan, dana pensiunan, tunjangan kredit rumah
dan sebagainya.
Tunjangan pada waktu tidak bekerja adalah seperti: dukungan uang
untuk liburan, dalam keadaan sakit, cuti hamil, cuti melahirkan, tugas-tugas
negara, dan lain-lain.
Bonus dan hadiah adalah seperti:
hadiah lebaran, natal dan tahun baru, hadiah ulang tahun. lembur, dan
lain-lain.
7.
Pemberhentian Tenaga Kependidikan
Pemberhentian tenaga kependidikan
merupakan proses yang membuat seseorang tidak dapat lagi melaksanakan tugas
pekerjaan atau fungsi jabatannya, baik untuk sementara waktu maupun untuk
selama-lamanya.
Proses pemberhentian ini sebenarnya
terkait erat dengan penghargaan terhadap eksistensi tenaga kependidikan dalam
ikut mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Dengan kata lain, organisasi
memerhatikan aspek ketika individu sudah tidak dapat bekerja lagi karena
berbagai alasan. Setelah pemberhentian dapat diikuti dengan pemberian pesangon
atau uang pensiun sesuai ketentuan atau perjanjian yang berlaku.
Suryana,dkk(2018:777) Banyak
alasan yang menyebabkan seorang tenaga kependidikan berhenti dari pekerjaannya
(putus hubungan kerja), yaitu:
a) Karena permintaan sendiri untuk
berhenti
b) Karena mencapai batas usia pensiun
menurut ketentuan yang
berlaku (bagi pegawai negeri).
berlaku (bagi pegawai negeri).
c) Karena adanya penyederhanaan
organisasi yang menyebabkan
adanya penyederhanaan tugas di satu pihak sedang di pihak lain diperoleh kelebihan tenaga kerja.
adanya penyederhanaan tugas di satu pihak sedang di pihak lain diperoleh kelebihan tenaga kerja.
d) Karena yang bersangkutan melakukan
penyelewengan atau tindakan pidana,
misalnya melanggar peraturan yang berlaku seperti melanggar sumpah jabatan,
mselanggar peraturan disiplin, korupsi dan sebagainya.
e) Karena yang bersangkutan tidak
cukup cakap jasmani atau rohani, seperti cacat karena suatu hal yang
menyebabkan tidak mampu lagi bekerja; mengidap penyakit yang membahayakan diri
dan lingkungan, berubah ingatan dan sebagainya.
f) Karena meninggalkan tugas dalam
jangka waktu tertentu sebagai pelanggaran atas ketentuan yang berlaku Karena
meninggal dunia atau karena hilang sebagaimana dinyatakan oleh pejabat yang
berwenang.
2) Pustakawan
Menurut
Istiana (2014: 74-78), dalam menjalankan profesi pustakawan, menjalankan berbagai
tugas ditujukan kepada orang lain atau masyarakat pengguna perpustakaan,
sehingga keberhasilan pekerjaannya diukur dari seberapa jauh para pengguna jasa
terpenuhi kebutuhannya. Dengan demikian pustakawan memiliki tanggung jawab
untuk mampu menyediakan berbagai sumber informasi sesuai kebutuhan pengguna.
Akan lebih baik jika sebelumnya dilakukan survei minat dan kebutuhan pengguna.
Melalui survei minat dan kebutuhan pengguna, maka sumber informasi yang
disediakan benar-benar sesuai kebutuhan pengguna perpustakaan.
Perpustakaan
merupakan salah satu unit kerja yang memberikan jasa layanan kepada pengguna,
sehingga memerlukan sumber daya manusia, dalam hal ini pustakawan, yang
benar-benar memiliki kemampuan yang memadai dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna. Untuk menjadi staf professional, seorang pustakawan perlu memiliki
kompetensi, kepribadian, dan kecakapan.
Profesionalisme
pustakawan mengandung arti pelaksanaan kegiatan yang didasarkan pada keahlian,
rasa tanggung jawab dan pengabdian serta kualitas hasil kerja yang tidak dapat
dihasilkan oleh tenaga yang bukan pustakawan. Beberapa hal penting yang harus
diperhatikan untuk meningkatkan profesionalisme pustakawan yaitu:
1.
Bekerja Berdasarkan Ilmu
Pustakawan harus menguasai
pengetahuan dasar ilmu perpustakaan, mulai dari menghimpun bahan pustaka,
mengolah,menyebarkan, dan melestarikan sumber informasi. Bekerja berdasarkan
ilmu seorang pustakawan dituntut terus menambah ilmu yang dimiliki, memperluas
wawasan, mengetahui dan segera menyikapi perkembangan teknologi informasi yang
begitu pesat. Sebagai contoh, pustakawan memiliki pengetahuan tentang
katalogisasi, dengan berbagai aturan yang ada. Sudah tidak memungkinkan lagi
saat ini pemustaka membuka satu persatu kartu katalog. Sehingga tentu saja, di
era teknologi saat ini, perlu disajikan katalog online yang dapat diakses oleh pengguna kapan saja dan dari mana
saja.
2.
Kemampuan Intrapersonal
Kemampuan intrapersonal adalah
kemampuan seseorang untuk memahami dirinya sendiri. Karakteristik seseorang
yang memiliki kemampuan intrapersonal mencakup sebagai berikut:
a)
memiliki tanggung jawab;
b)
mampu mengenali perasaannya dan mengarahkan emosi pribadinya;
c)
mempunyai kepercayaan diri;
d) berani
mengambil keputusan;
e)
mampu memotivasi diri sendiri; dan
f)
mampu mengintropeksi diri dan memperbaiki kekurangannya.
3.
Kemampuan Interpersonal
Kemampuan interpersonal berkaitan dengan
kemampuan seseorang berinteraksi dengan orang lain dan membangun hubungan baik
dengan individu lain. Seseorang dengan profesi apapun sangat membutuhkan kemampuan
ini, tak terkecuali pustakawan. Profesi pustakawan, merupakan pekerjaan yang
mengharuskan sering kontak dengan orang lain, sehingga pustakawan dituntut
untuk memiliki kemampuan interpersonal.
According to Husain (2013: 266-267),
researchers have investigated the requirement of competencies for LIS (Library
& Information Science) professionals to involve in KM (Knowledge
Management) practice. Based on the findings, they proposed several types of
competencies for the successfull application of KM practice in libraries, which
may be grouped into the following broad categories:
§
People-centred skills (communication, facilitation,
coaching, mentoring, networking, negotiating, consensus building and team
working skills).
§
Skills associated with the management of organization
as a whole (cultural, leadership, strategic and restructuring skills).
§
Information processing and management skills
(developing knowledgetaxonomies, organizing knowledge resources on Websites and
portals and understanding of information and knowledge need of users).
§
Skills related the use and application of IT.
Menurut
Husain (2013: 266-267), para peneliti telah menyelidiki persyaratan kompetensi
bagi para profesional LIS (Ilmu Perpustakaan & Informasi) untuk terlibat
dalam praktik KM (Pengetahuan Manajemen). Berdasarkan temuan, mereka
mengusulkan beberapa jenis kompetensi untuk keberhasilan penerapan praktik
pengetahuanmanajemen di perpustakaan, yang mungkin dikelompokkan ke dalam
kategori berikut:
§ Keterampilan
yang berpusat pada orang (komunikasi, fasilitasi, pembinaan, pendampingan,
jaringan, negosiasi, pembentukan konsensus dan keterampilan kerja tim).
§ Keterampilan
yang terkait dengan manajemen organisasi secara keseluruhan (keterampilan
budaya, kepemimpinan, strategis dan restrukturisasi).
§ Pemrosesan
informasi dan keterampilan manajemen (mengembangkan taksonomi pengetahuan,
mengatur sumber daya pengetahuan di Situs Web dan portal dan memahami informasi
dan kebutuhan pengetahuan pengguna).
§ Keterampilan
terkait penggunaan dan penerapan IT.
Menurut
Asmara (2015: 165-168), keberhasilan program pendidikan tidak hanya tergantung
pada konsep-konsep program yang disusun dengan cermat dan teliti saja, akan
tetapi juga dalam mendayakan personil yang mempunyai kesanggupan dan keinginan
untuk berprestasi, tanpa personil yang cakap, program pendidikan yang
bagaimanapun baiknya tidak akan berhasil. Kesanggupan dan kegairahan personil
dalam pelaksanaan program tergantung pada pembinaan dan pengembangannya, yang
dimulai sejak seleksinya, dengan kata lain, tergantung pada administrasinya.
Unsur-unsur kegiatan yang tercakup dalam administrasi personil
sebagai suatu proses yang menyeluruh dan berhubungan adalah:
a.
Pengadaan
Dalam
pengadaan ini tercakup:
1)
Seleksi
2)
Pengangkatan
3)
Penempatan/ penugasan
Usaha
untuk mengisi kedudukan di sekolah memerlukan prosedur yang teliti supaya dapat
menghasilkan penempatan personil yang bermutu dan cocok untuk kedudukan yang
akan dipercayakan kepadanya.
Menurut
Hartono (2016: 319-320), jabatan fungsional pustakawan dimaksudkan pula untuk
menjamin pembinaan kepangkatan bagi pejabat pustakawan yang berarti pula
menjamin adanya usaha pembinaan karier bagi para pustakawan. Adapun pustakawan
yang dapat menduduki jabatan fungsional pustakawan berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 18/MENPAN/1988 tanggal 29
Februari 1988, tentang angka kredit bagi jabatan pustakawan sebagai berikut:
1)
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
2)
Berijazah di bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi
3)
Diberi tugas penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
kegiatan perpustakaan dan dokumentasi
4)
Bekerja pada unit perpustakaan instansi pemerintahan dan/atau
unit-unit tertentu lainnya.
Dari
pengertian atau batasan diatas mungkin timbul pertanyaan, bagaimana dengan
tenaga perpustakaan atau pustakawan yang bekerja di instansi swasta. Apakah
mereka dapat juga disebut sebagai pustakawan. Apabila mereka memenuhi kriteria
sebagaimana diatas, yaitu berijazah di bidang pekerjaan dan bekerja secara penuh
untuk melakukan kegiatan perpustakaan dan dokumentasi, serta bekerja pada unit
perpustakaan maka ia dapat disebut pustakawan. Hal yang membedakan antara
pustakawan PNS dengan pustakawan swasta adalah sistem penggajian. Sistem
kenaikan pangkat pada pustakawan PNS dapat digunakan sebagai model kenaikan
pangkat pada instansi swasta, antara lain dengan cara pengumpulan atau
perolehan angka kredit.
b.
Orientasi
Kegiatan orientasi bermaksud
memberikan kesiapan sikap mental dan sosial kepada petugas baru, supaya dia
dapat mengefektifkan segala potensi yang dimilikinya secara maksimal dalam
lingkungan kerja yang baru.
c.
Pembinaan
Petugas yang sudah dapat
menyesuaikan diri dan mengefektifkan potensinya, harus tetap mendapat motivasi,
dorongan, dan bantuan agar tidak menurun efektifitasnya dan tetap produktif.
Menurut Hartono (2016: 322-323),
banyak orang berpendapat jika sudah menjadi pustakawan kariernya sudah
mentok/berhenti. Bahkan, diantara pustakawan sendiri sudah berpikir mengenai
karier yang tidak mungkin berkembang. Sikap sikap pesimistis seperti ini akan
membuat seseorang tidak bergairah bekerja, akhirnya mereka tenggelam dalam
pekerjaan rutin, tidak berpikir bagaimana caranya mengembangkan kariernya.
Hal-hal yang bisa dilakukan oleh pustakwan untuk pengembangan karier, seperti
ikut aktif dalam organisasi profesi, ikut dalam seminar-seminar, menulis atau
mengadakan penelitian mengenai hal-hal yang sedang trend. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan karier (Samiyono, 1996), sebagai berikut:
1)
Organizational
expectation
Hal ini berkaitan dengan tujuan
lembaga atau instansi di tempat mana instansi bernaung. Apakah lembaga tersebut
memberikan kesempatan pustakawannya untuk mengembangkan karier, seperti studi
lanjut atau tidak, untuk yang tidak ada lagi jalan lain, artinya karier sudah
buntu, tetapi untuk lembaga akan memberikan kesempatannhya.
2)
Educational
aspect
Bagi yang akan melanjutkan
pendidikan, yang perlu diingat adalah organization’s
expectationdengan mengidentifikasi tujuan dan harapan dari organisasi di
tempat mana kita bernaung.
3)
Self-analysis
Jika kita akan mulai mengembangkan
karier kita maka perlu mengintropeksi diri mengenai kelemahan-kelemahan dan
kekuatan kita, dan apakah yang menjadi tujuan utama personal career goals. Hal ini penting karena
berkaitan dengan energi, waktu, dan biaya yang akan dipakai dalam pengembangan
karier.
4)
Areas of
expertise
Agar kita lebih menguasai bidang
tertentu, maka harus dipikirkan spesialisasinya, seperti katalogisasi, akuisis,
referensi, otomasi, pengembangan koleksi. Jika kita menyadari keahlian atau
bidang, yang mampu kita mengerjakannya dengan baik dibanding yang lainnya,
sebaiknya hal tersebut diperdalam, tetapi hal yang perlu diingat adalah
mengenai antisipasi perkembangan informasi teknologi jangan sampai kita
mengambil program yang sudah basi.
d.
Peningkatan
Dalam peningkatan personil harus
lihat dari dua segi pengaruh yaitu: a) peningkatan professional yang bertujuan
untuk menambah dan mempertinggi kemampuan petugas dalam bidang profesinya, baik
pengetahuannya, keterampilannya,maupun sikap profesionalnya; dan b) peningkatan
administratif dapat dicapai dengan peningkatan kemampuan dan kemauan
berpartisipasi dari tiap anggotanya, termasuk kemampuan memikul tanggung jawab.
e. Mutasi
Mutasi berarti perubahan. Pembinaan
dan peningkatan professional dan administratif akan membawa berbagai perubahan:
1)
mutasi tugas/ tanggung jawab
2)
mutasi tempat
3)
mutasi status
untuk
kepentingan pekerjaan perlu ada mutasi, perubahan tugas dan tanggung jawab yang
lebih sesuai dengan kemampuan personil, atau perubahan tempat pekerjaan.
Pekerjaan dan hasilnya merupakan dasar dari perubahan-perubahan itu.
Menurut
Mufid (2016: 268-277), peran SDM menjadi sangat penting dalam mengoptimalisasi
fungsi perpustakaan perguruan tinggi secara bermutu dan profesional.
Perpustakaan dituntut memiliki SDM yang memadai baik secara kualitas maupun
kuantitas. Berdasarkan hasil penelitian yang diuraikan pada bab pendahuluan,
beban kerja dan mutu layanan sangat erat kaitannya dengan kinerja SDM perpustakaan.
Beban kerja yang berlebihan, tidak sesuai dengan jumlah SDM perpustakaan akan
membuat pegawai cepat stres dan akan menjadi pemicu turunnya kinerja pegawai.
Sementara tingkat mutu layanan akan mempengaruhi tingkat kepuasan pemustaka.
Mutu layanan yang rendah akan memicu kepuasan pemustaka yang rendah.
Oleh
karena itu dalam pengembangan SDM perpustakaan perlu melakukan pemetaan
terlebih dahulu mengenai beban kerja yang diemban oleh perpustakaan dan
kompetensi pegawai yang dibutuhkan. Kompetensi pegawai ini merupakan penentu
utama dalam menjalankan perpustakaan secara ideal dan profesional.
Analisis beban kerja adalah suatu teknik manajemen yang dilakukan
secara sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektivitas dan
efisiensi kerja organisasi berdasarkan volume kerja.Dalam kontek organisasi
perpustakaan, analisis beban kerja dilaksanakan untuk menciptakan efektivitas
dan efisiensi serta profesionalitas SDM perpustakaan yang memadai serta mampu
melaksanakan tugas-tugas layanan perpustakaan secara profesional.
Dalam kegiatan ABK, setelah analisis beban kerja dalam kurun 1
tahun pada tiap-tiap koordinator layanan selesai, maka jumlah beban kerja
tersebut dilakukan analisis penghitungan kebutuhan pegawai perpustakaan dengan
menggunakan rumus yang berdasarkan pada Peraturan Perpustakaan Nasional RI,
yaitu:
2.2 Kajian Kritis
Menurut kelompok
kami, pendidik adalah tenaga profesional yang memfungsikan dirinya untuk
menunjang terselenggaranya pelaksanaan pendidikan. Kualisifikasi pendidik tidak
hanya terbatas sebagai guru melainkan juga dosen, konselor, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan istruktur serta
sebutan lain untuk mereka yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan tenaga
kependidikan adalah seluruh komponen yang terlibat dalam suatu instansi atau
lembaga pendidikan, dalam hal ini meliputi pengawas sekolah, kepala sekolah, kepala
tata usaha (administrasi), wakil kepala
sekolah yang membidangi hal teretentu, pustakawan, laboran, teknisi bahkan penjaga
sekolah hingga petugas kebersihan disuatu lembaga pendidikan.
Berdasarkan jabatannya tenaga kependidikan dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu tenaga struktural,
tenaga fungsional dan tenaga teknisi. Masing-masing ketenagaan ini memiliki
fungsi masing-masing diantaranya tenaga struktural berfungsi sebagai penanggung
jawab baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap sistem pendidikan.
Tenaga fungsional adalah profesional yang bekerja mengandalkan kemampuan
akademisnya, dalam artian tenaga fungsional akan melaksanakan penyelenggaraan
pendidikan dan melakukan partisipasinya dengan melibatkan kemampuan akademisnya
dibidang tertentu sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Sedangkan tenaga
teknisi adalah tenaga profesional yang
bekerja sesuai dengan kemampuan teknis operasionalnya atau teknik
adaministratif, artinya tenaga teknisi ini akan melaksanakan tugasnya dengan
mengandalkan kemampuann teknisnya secara
nyata dalam melaksanakan tugasnya.
Guru adalah tenaga profesional yang berfungsi mengarahkan,
membimbing, menilai, dan mengevaluasi perkembangan belajar peserta didik untuk mencapai
tujuan penyelenggaraan pendidikan yang diinginkan. Seorang guru harus
mempunya kompetensi profesional, kompetensi kemasyarakatan dan kompetensi
personal. Dalam pengelolaan tenaga pendidik yang berkualifikasi sebagai guru
dapat dimulai dari tahap perencanaan, rekrutmen, seleksi, penempatan, pelatihan
dan pengembangan, penampilan dan penilaian kerja, kompensasi, keselamatan
kerja, pengembanagan karier dan kelanjutan (pensiun) dengan tahapan yang telah
tertata sedimikian rupa tersebut maka akan diperoleh tenaga pendidik yang
benar-benar berkompeten dibidangnya dan akan mampu untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan.
Sama halnya dengan
guru, konselor juga merupakan tenaga pendidik yang berperan memberikan bantuan kepada individu
secara berkesinambungan. Sedangkan konseling adalah kegiatan membantu individu
untuk memecahkan permasalahannya dengan berbagai metode agar dapat menjalankan
kehidupannya sesuai dengan yang diharapkan. Seorang konselor, harus memiliki kualifikasi
diantaranya menguasai ilmu pengetahuan pada bidang yang ditekuni, menguasai
teknologi pada bidang yang ditekuni, Mampu
berpikir logis, mampu berpikir
analitik, mampu berkomunikasi secara
lisan dan tulisan, ampu bekerja mandiri dan dalam tim kerja.
Laboran termasuk
dalam tenaga kependidikan, artinya laboran ini adalah komponen tenaga
kependidikan yang berpartisipasi dalam lembaga pendidikan namun tidak
berinteraksi langsung dengan peserta didik seperti halnya guru dan
konselor. Laboran adalah tenaga
kependidikan yang berperan membantu kepala laboratorium terutama dalam
mengelola behan dan peralatan serta memberikan pelayanan yang baik kepada orang
yang hendak melakukan praktikum di laboratorium. Seorang laboran harus memiliki
beberapa kompetensi diantaranya Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial,
Kompetensi Administratif, dan Kompetensi
Profesional.
Pustakawan
termasuk kedalam kategori yang sama dengan laboran, pustakawan juga merupakan
tenaga kependidikan yang berpartisipasi dan mengabdikan didinya dalam penyelenggaraan pendidikan, namun pustakawan
tidak berinteraksi langsung dengan ppeserta didik dalam proses belajar mengajar
seperti hanya yang dilakukan oleh guru maupun konselor. Pustakawan adalah unit
kerja yang memberikan jasa. Seorang
pustakawan harus memiliki kompetensi kepribadian dan kompetensi kecakapan agar
mampu memberikan pelayanan terbaik.
3.1 Kesimpulan
Pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan merupakan
kegiatan yang mencakup penetapan norma, standar, prosedur, pengangkatan,
pembinaan, penatalaksanaan, kesejahteraan dan pemberhentian tenaga kependidikan
sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam mencapai tujuan
sekolah..
Tahapan pengelolaan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan terdiri
dari perencanaan, rekrutmen, seleksi, penempatan, penampilan dan penilaian
kerja, pelatihan dan pengembangan, kompensasi, keselamatan kerja, pengembangan
karier, dan pemberhentian.
Komponen tenaga pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah
satu komponen utama dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan. Oleh karena itu,
sebaiknya tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja sama sehingga,
tujuan kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan optimal, yang nantinya akan
berdampak pada terwujudnya tujuan pendidikan nasional seperti yang tercantum
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
DAFTAR PUSTAKA
Alliyah. 2017. Pengelolaan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Vol. 6 No. 3
Alliyah,Rusmiati.
2018. Pengelolaan Pendidik dan
Kependidikan. Jakarta:
Polimedia Publishing.
Polimedia Publishing.
Aitken,Ro dan
Harford, J. 2011. Induction Needs Of A
Group Of Teachers At
Different Career Stages In A School In The Republic Of Ireland: Challenges
And Expectations.Teaching and Teacher Education 27. 0742-051X.
Different Career Stages In A School In The Republic Of Ireland: Challenges
And Expectations.Teaching and Teacher Education 27. 0742-051X.
Arsi,RM, dan
Partiwi SG.2012.Analisis Beban Kerja
untuk Menentukan
Jumlah Optimal Karyawan dan Pemetaan Kompetensi Karyawan
Berdasar Pada Job Description (Studi Kasus: Jurusan Teknik
Industri, ITS, Surabaya).Jurnal Teknik ITS.Vol.1(1). ISSN: 2301-
9271.
Jumlah Optimal Karyawan dan Pemetaan Kompetensi Karyawan
Berdasar Pada Job Description (Studi Kasus: Jurusan Teknik
Industri, ITS, Surabaya).Jurnal Teknik ITS.Vol.1(1). ISSN: 2301-
9271.
Asmara, Husna. 2015. Profesi Kependidikan. Bandung: Penerbit
Alfabeta.
Danim.2015.Pedagogi ,Andragogi, dan Heutagogi.Bandung:ALFABETA.
Depdiknas.
2008. Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga
Laboratorium Sekolah/Madrasah.Jakarta: Depdiknas.
Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga
Laboratorium Sekolah/Madrasah.Jakarta: Depdiknas.
Direktorat
Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar Dan
Menengah.2017. Panduan Kerja Tenaga Laboratorium
Sekolah/Madrasah.Jakarta: Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.
Menengah.2017. Panduan Kerja Tenaga Laboratorium
Sekolah/Madrasah.Jakarta: Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga
Kependidikan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.
European
Commission.2014. High Level Group on the
Modernisation of Higher
Education. Luxembourg: Publications Office of the European Union.
ISBN 978-92-79-39789-9.
Education. Luxembourg: Publications Office of the European Union.
ISBN 978-92-79-39789-9.
Fackler,Sina and Malmberg, L.E.
2016. Teachers' Self-Efficacy In
14 OECD
Countries: Teacher, Student Group, School And Leadership Effects.Teaching
and Teacher Education 56. 0742-051X/.
Countries: Teacher, Student Group, School And Leadership Effects.Teaching
and Teacher Education 56. 0742-051X/.
Fadhilah,MA.,dkk.2014.Analisis
Beban Kerja Dan Gap Kompetensi
Teknisi Laboratorium Di Lingkungan Fakultas X Dan Fakultas Y
PTS XYZ. .Jurnal Online Institut Teknologi
Nasional.Vol.02(3). ISSN: 2338-5081
Teknisi Laboratorium Di Lingkungan Fakultas X Dan Fakultas Y
PTS XYZ. .Jurnal Online Institut Teknologi
Nasional.Vol.02(3). ISSN: 2338-5081
Fry,
Heather,.et al. 2009. A Handbook for
Teaching and Learning in Higher
Education. New York: Routledge. ISBN 0-203-89141-4.
Education. New York: Routledge. ISBN 0-203-89141-4.
Gusfar,E,dkk,2013. Kompetensi Sosial Guru BK/Konselor Sekolah(Studi Deskriptif
Di SMA Negeri Kota Padang).Vol 2.No 1.
Di SMA Negeri Kota Padang).Vol 2.No 1.
Hartono.
2016. Manajemen Perpustakaan Sekolah
Menuju Perpustakaan Modern dan Profesional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hermino
Agustinus, 2014. Kepemimpinan Pendidikan di Era Globalisasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Hatton,dkk.1991.School
Staffing and The Quality of Education :Teacher Stability
and Mobility.7(3).ISSN:279-293.
and Mobility.7(3).ISSN:279-293.
Husain, S, and Nazim, M. 2013.
Concepts of Knowledge Management
among Library & Information Science Professionals. International Journal of
Information Dissemination and Technology. Vol. 3. Issue 4. ISSN 2229-5984.
Indrawati.2007.Potensi Guru Fisika SMA dalam Pelaksanaan
Kebijakan Pendidikan di Indonesia.Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.No.067.
Istiana, Purwani. 2014. Layanan Perpustakaan. Yogyakarta:
Penerbit Ombak.
Ismaya,
Bambang. 2015. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.
James, et
al,.2016.Effective Teaching.
Berkshire: Education Development Trust.
Khomaidi. 2013.
Tenaga Kependidikan dalam Sistem
Pendidikan
Nasional.Vol.4.
Nasional.Vol.4.
Kompri. 2015. Manajemen Pendidikan 2. Bandung:
Alfabeta.
Lestari,N.A.,dkk.2017.Pelatihan Manajemen Labratorium untuk
Pengelola Laboratrium IPA Tingkat SMA di Kabupaten
Bojonegoro.Jurnal ABDI.(3)1.ISSN: 2460-5514.
Pengelola Laboratrium IPA Tingkat SMA di Kabupaten
Bojonegoro.Jurnal ABDI.(3)1.ISSN: 2460-5514.
Mufid, dan Wahyuningtyas. 2016. Pemetaan Kebutuhan SDM Berdasarkan Analisis
Beban Kerja (ABK) dan Mutu Layanan Perpustakaan di Pusat Perpustakaan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Jurnal
Libraria. Vol. 4, No. 2.
Mochamad,N,2013.Strategi dan Intervensi Konseling.Jakarta Barat:Indeks.
Mohamad Z,
Yasin RM, Rahman MNA. (2012). Laboratory
Quality
Management Requirements of Engineering at the Polytechnics
Ministry of Higher Education Malaysia.Journal of Education and
Learning. Vol.6 (1)
Management Requirements of Engineering at the Polytechnics
Ministry of Higher Education Malaysia.Journal of Education and
Learning. Vol.6 (1)
Organisation
For Economic Co-Operation And Development.2009. Creating
Effective Teaching and Learning Environments: First Results from TALIS.
On-line at: www.oecd.org/publishing/corrigenda. ISBN 978-92-64-05605- 3.
Effective Teaching and Learning Environments: First Results from TALIS.
On-line at: www.oecd.org/publishing/corrigenda. ISBN 978-92-64-05605- 3.
Purwanto.2014.Administrasi dan Supervisi Pendidikan.Bandung:PT
Remaja Rosdakarya Offset.
R Basillus dan
Werang S.S. 2015. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Yogyakarta: Media
Akademi.
Sagala
Syaiful, 2006. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung:
Alfabeta.
Sales,dkk.2011.Teaching and Leader Education.27(1).
Samsuardi.
2016. Manajemen Pengembangan Sumber Daya Guru Pada Lembaga Pendidikan
Madrasah. Jurnal Pendidikan. Vol. 5 No. 1 ISSN 23392495.
Saragih.2008.Kompetensi Minimal Seorang Guru dalam
Mengajar.5(1).
Soetjipto,2009. Profesi Keguruan.Jakarta:Rineka
Cipta.
Suryana,Asep.,dkk.2018.Manajemen Capacity Building Tenaga
Administrasi Sekolah Di Sekolah Laboratorium UPI.PEDAGOGIA
15(3).ISSN 768-783.
Administrasi Sekolah Di Sekolah Laboratorium UPI.PEDAGOGIA
15(3).ISSN 768-783.
Suseno,N. dan
Riswanto.2017.Sistem Pengelolaan
Laboratorium Fisika
Untuk Mewujudkan Pelaksanaan Praktikum Yang Efisien.Jurnal
Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah
Metro.5(1).ISSN:2337-5973.
Untuk Mewujudkan Pelaksanaan Praktikum Yang Efisien.Jurnal
Pendidikan Fisika Universitas Muhammadiyah
Metro.5(1).ISSN:2337-5973.
Susilo dan
Amirullah, Gufron. 2018. Pengelolaan dan
Pemanfaatan
Laboratorium Sekolah bagi Guru Muhammadiyah di Jakarta
Timur.Jurnal SOLMA. (7)1.ISSN: 2252-584x.
Laboratorium Sekolah bagi Guru Muhammadiyah di Jakarta
Timur.Jurnal SOLMA. (7)1.ISSN: 2252-584x.
Tagela.2014.Profesi
Kependidikan.Yogyakarta:Ombak.
Widodo,S.E.
2015. Manajemen Pengembangan Sumber Daya
Manusia.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yusri,Bachtiar.2016.Pendidik dan Tenaga Kependidikan.Jurnal Publikasi
Pendidikan.4(3).
Pendidikan.4(3).
Komentar
Posting Komentar