MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA “PENGAYAAN”

MAKALAH STRATEGI BELAJAR MENGAJAR FISIKA
“PENGAYAAN”

Description: logo_unja1

Disusun Oleh:
1.      Erika                               (A1C317007)
2.      Af- Idati Nurul ‘Ilmi      (A1C317017)
3.      Agustian                         (A1C317049)

Dosen Pengampu:  Dwi Agus Kurniawan, S.Pd, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

 


KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Strategi Belajar Mengajar Fisika ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Bapak Dwi Agus Kurniawan S.Pd., M.Pd. atas segala bimbingan dan arahan selama penyusunan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima saran dan kritikan yang membangun demi memperbaiki maklah ini.
Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat khusunya bagi mahasiswa yang membutuhkan. Aamiin.

                                                                        Jambi, November 2018


                                                                                                Penulis












DAFTAR ISI










DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Alur Prosedur Kerja Pembelajaran Remedial dan Pengayaan ............. 36
Lampiran 2 Instruksi Kerja Penentuan Jenis Program Remedial dan Pengayaan………37
Lampiran 3 Contoh Analisis Pencapaian Ketuntasan Belajar Per Indikator……………38
Lampiran 4 Contoh Format Pengayaan …………………………………………….......39








BAB I

PENDAHULUAN

Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Siswa mengalami suatu proses belajar. Dalam perspektif psikologi, belajar adalah merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas dan prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Belajar itu bukan sekedar pengalaman, belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan (Nidawati, 2013: 13).
Secara alamiah, setiap anak bersifat unik, memiliki keragaman individual, berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, seperti dalam hal kecerdasan (inteligensi), bakat, kepribadian, dan kondisi jasmani. Berdasarkan keragaman karakteristik tersebut, perlu dipikirkan model pendidikan yang dapat memfasilitasi perkembangan anak sesuai dengan keunikan karakteristiknya (Yusuf, 2012: 160).
Dalam proses pembelajaran di sekolah, tidak semua siswa memiliki kemampuan belajar yang sama dan tidak semua pembelajaran berjalan dengan baik. Seringkali siswa mengalami kesulitan belajar pada mata pelajaran tertentu. Sedangkan kita tahu, semua siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pengajaran dan memperoleh hasil maksimal dalam proses pembelajaran.
Menanggapi hal di atas, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran remedial atau perbaikan. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Dengan diberikannya pembelajaran remedial bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan.
Sebaliknya, jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.
Untuk itu penyusun menyusun makalah ini agar para pendidik, baik yang berperan sebagai guru pembimbing mau pun yang berperan sebagai guru mata pelajaran dapat menerapkan pengajaran remedial dan pengayaan dalam menangani kesulitan dan masalah masalah yang terdapat pada siswa.

Berdasarkan latar belakang yang telah kami uraikan, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian program pengayaan.
2. Untuk mengetahui konsep program pengayaan.
3. Untuk mengetahui kaitan KKM dengan pengayaan.
4. Untuk mengetahui tujuan dan fungsi program pengayaan.
5. Untuk mengetahui strategi pengayaan.
6. Untuk mengetahui prosedur kerja pelaksanaan program pengayaan.








Istilah pengayaan ini sudah menyiratkan “kecukupan”, artinya bahwa siswa yang hendak diberikan pengayaan itu sudah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai materi yang diajarkan. Program pengayaan ini merupakan suatu program belajar yang disusun dengan menggunakan materi “di atas program standar” untuk para siswa yang dinilai memiliki kemampuan belajar yang lebih tinggi daripada yang dituntut oleh program belajar yang standar ( Mukhtar dan Rusmini, 2008: 6).
Dalam Panduan Remedial dan Pengayaan Sekolah Menengah Atas yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015 menyatakan bahwa Pembelajaran pengayaan adalah pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang telah melampaui ketuntasan minimal yang ditentukan oleh pendidik sehingga dapat lebih optimal.
Menurut Masbur (2012:356) Pengayaan adalah memperkaya ilmu pengetahuan atau memperluas ilmu pengetahuan siswa dengan memberi tugas tambahan, baik tugas yang dikerjakan di rumah maupun tugas yang dikerjakan di kelas.
Menurut Tynan (2005:46) pengayaan bertumpang tindih dengan akselerasi karena keduanya merupakan kesempatan mengembangkan bakat anak diluar jalur sekolah yang normal. Tapi program pengayaan tidak sama dengan akselerasi belajar. Lebih tepatnya program pengayaan membantu anak anda menjelajahi masalah dengan lebih dalam dan luas dibandingkan yang biasa mereka dapatkan di sekolah. Biasanya sekolah mengadakan program pengayaan didalam kurikulumnya, tapi anda tidak mengenalnya sebagai program pengayaan. Mungkin anda mendengar istilah perjalanan belajar (study tour) ke teater dan tempat tempat  wisata bersejarah atau program pertukaran pelajar. Semua itu adalah bentuk program pengayaan.
Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa kelompok cepat dalam memanfaatkan kelebihan waktu yang dimilikinya sehingga mereka memiliki pengetahuan yang lebih kaya dan keterampilan yang lebih baik. Secara umum kegiatan pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang telah melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya (Rohmah,2016:42).
Untuk melayani para siswa yang memiliki kemampuan unggul, dapat dilakukan program pengayaan, yaitu memberikan tugas-tugas tambahan yang relevan dengan bidang studi yang diterimanya. Tugas-tugas tambahan itu, seperti membaca buku-buku yang isinya relevan dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari, dan mengerjakan soal-soal tambahan. Model pengayaan ini dapat memenuhi harapan atau kebutuhan siswa dalam mengembangkan kemampuan intelektualnya, dengan tidak memisahkan mereka dari teman-teman sekelasnya (Yusuf ,2012: 171).

2.1.2 Konsep Pengayaan

Menurut Nurhayati (2010:2) dalam  Antari (2017: 3) Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara, pembelajaran berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya pengajaran pengayaan sebagai bagian tidak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.

Peserta didik yang sudah melampaui ketuntasan belajar maka perlu diberikan tambahan pengetahuan dan atau  pengalaman pembelajaran yang lebih dibanding mereka yang belum mencapai ketuntasan minimal yang ditetapkan. Dalam hal ini, guru mesti menyiapkan program pembelajaran pengayaan yang mendukung perkembangan peserta didik ke arah yang lebih baik. Agar pembelajaran pengayaan dapat bermakna bagi siswa maka perlu diperhatikan beberapa prinsip, sebagaimana dipaparkan oleh Khatena (1992), yakni inovasi, kegiatan yang memperkaya, memperkenalkan metodologi yang luas dan lebih kaya. Guru dituntut untuk berinovasi dengan tetap memperhatikan kekhasan peserta didik, karakteristik kelas serta lingkungan hidup dan budaya peserta didik. Pembelajaran pengayaan antara satu peserta didik dengan peserta didik lain bisa jadi berbeda, tergantung minat dan karakteristik peserta didik tersebut. Pembelajaran pengayaan juga mesti ditujukan dalam rangka memperkaya pengetahuan, pengalaman, dan wawasan peserta didik. Pembelajaran pengayaan bersifat menyenangkan, membangkitkan minat, mengajak berpikir kritis, dan meningkatkan daya imajinasi. Apa yang disebutkan terakhir, yakni meningkatkan imajinasi,memang jarang disebut, meski sebenarnya sangat penting dalam mengembangkan ilmu-ilmu sains yang telah dikuasai (Nugroho, 2018: 62-63).
Menurut Akbar (2010: 54-61) Anak berbakat sangat membutuhkan kedalaman bidang pelajaran. Pendidik harus mengarahkan pada kebutuhan melalui pengayaan (enrichment) yang cenderung menjadi suatu tambahan superfisial dalam kurikulum. Enrichment (pengayaan) dilakukan berdasarkan pada karakteristik siswa. Program pengayaan memiliki tujuan untuk mendukung kurikulum siswa secara lebih dalam dan luas, dari pada kurikulum yang ada pada umumnya.
According to Hattie, et al (1996:105).Instrumental Enrichment was initially developed to cater to the learning needs of culturally and economically deprived adolescents who were failing at school. Its emphasis is on active student participation, with much independent work and discussion, concentrating on basic cognitive processes, problem solving tactics, and motivational factors. Curriculum content is deliberately excluded; instead, there is an emphasis on teaching thinking about thinking, learning about learning, and cognitive and metacognitive processes. There is a battery of curriculum material with titles such as "organization of dots," "analytic perception," "orien- tation in space," "family relations," "comparisons," "classification," "numerical progressions," "stencil design," "temporal relations," "transitive relations," and "syllogisms." These exercises are aimed at nurturing learning sets and systematic data-gathering behavior, developing skills in comparative analysis to improve relational insights, and removing attitudinal inhibitions that often operate in low- achieving adolescents. It is claimed that none of the Instrumental Enrichment tasks are designed to "teach to the test."
Terjemahan:
Menurut Hattie, dkk (1996:105) Pengayaan Instrumental pada awalnya dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan belajar remaja yang kehilangan budaya dan ekonomi yang gagal di sekolah. Penekanannya adalah pada partisipasi siswa aktif, dengan banyak kerja independen dan diskusi, berkonsentrasi pada proses kognitif dasar, taktik pemecahan masalah, dan faktor motivasi. Konten kurikulum sengaja dikeluarkan; sebaliknya, ada penekanan pada pengajaran berpikir tentang berpikir, belajar tentang belajar, dan proses kognitif dan metakognitif. Ada baterai bahan kurikulum dengan judul seperti "organisasi titik," "persepsi analitik," "orientasi di ruang," "hubungan keluarga," "perbandingan," "klasifikasi," "perkembangan numerik," "stensil desain, "" hubungan sementara, "" hubungan transitif, "dan" silogisme. " Latihan-latihan ini bertujuan untuk memupuk set pembelajaran dan perilaku pengumpulan data yang sistematis, mengembangkan keterampilan dalam analisis komparatif untuk meningkatkan wawasan relasional, dan menghilangkan hambatan sikap yang sering beroperasi pada remaja berprestasi rendah. Diklaim bahwa tidak ada tugas Pengayaan Instrumental yang dirancang untuk "mengajar untuk ujian."
Menurut Mukhtar dan Rusmini (2008: 66-67) Program pengayaan diberikan kepada seorang atau sekelompok siswa yang telah menyelesaikan tugas belajarnya dengan waktu yang lebih singkat dari waktu yang telah ditentukan dan dari waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh teman-temannya yang lain. Siswa atau sekelompok siswa yang tanpa tugas bisa mengganggu teman-temannya yang lain yang sedang mengerjakan tugas. Ini bisa menimbulkan masalah. Karena itu, berikanlah siswa atau sekelompok siswa tersebut kesibukan yang bermanfaat untuk mengisi waktu kosongnya. Hal ini juga bisa mereka rasakan sebagai suatu hadiah dari keberhasilan belajarnya.
Menurut Antari (2017:3) Pengajaran pengayaan menjadi satu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan lebih dari siswa berkebutuhan khusus, seperti yang memiliki kemampuan di atas rata-rata (sesuai tes IQ), maupun kemampuan di atas rata-rata kelompoknya. Pengajaran pengayaan lahir sebagai respon (jawaban) terhadap adanya keunikan kemampuan peserta didik. Keunikan ini bisa bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Keunikan kuantitatif, yaitu keunikan berdasarkan tes IQ, sedangkan keunikan kualitatif yaitu sesuai dengan kelompok belajarnya masing-masing. Karena keunikan yang bersifat individual itulah kemudian muncul siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, maka di sinilah pengajaran pengayaan dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa pengajaran remedial maupun pengayaan tidak bergantung pada status standar sekolahnya, namun lebih difokuskan pada kebutuhan anak dalam konteks individual.
According to Renzuli, dkk (2014) enrichment clusters are student centered directed by student interest and the development of autenthic products for real audiences and based on both common sense and research challenging the assertion that important intellectual growth can only be charted though an information transfer and standardized testing approach to education (Gentry, reis, & moran, 1999 ; reis & gentry, 1998)
Menurut Renzuli, dkk (2014) kelompok pengayaan adalah siswa yang belajar berpusat oleh minat siswa dan  pengembangan produk autentik untuk audiens yang nyata dan berdasarkan pada akal sehat dan penelitian yang menantang pernyataan bahwa pertumbuhan intelektual yang penting hanya dapat dipetakan melalui transfer informasi dan pendekatan pengujian standar untuk pendidikan (Gentry, reis , & moran, 1999; reis & gentry, 1998).

2.1.3 Kaitan KKM dengan Pengayaan

Menurut Pangastikawati (2017:2) Proses pembelajaran memiliki standar penilaian yang ditetapkan oleh pemerintah yang tercantum dalam Badan Standar Penilaian (BSNP). Hasil dari proses penilaian kemudian ditafsirkan yang beracuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil dari penilaian terdapat 2 macam yaitu hasil penilaian dibawah KKM dan diatas KKM. Hasil penilaian dibawah KKM akan mengikuti program remedial dan hasil penilaian diatas KKM akan mengikuti program pengayaan.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2016 disebutkan bahwa salah satu prinsip penilaian dalam kurikulum 2013 adalah beracuan kriteria. Hal ini berarti bahwa penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, satuan pendidikan harus menetapkan Ketuntasan Belajar Minimal (KKM) setiap mata pelajaran sebagai dasar dalam menilai pencapaian kompetensi peserta didik.   Penetapan ketuntasan belajar minimal belajar merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar (Nuraisiah, 2017: 1).
Dalam Mardapi, dkk (2015: 39) Saat ini, kurikulum yang digunakan pemerintah yakni kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ataupun kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi. Pada kurikulum ini, siswa dikatakan berhasil jika telah menguasai kompetensi tertentu yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Indikator bahwa siswa telah menguasai kurikulum yakni kemampuan hasil belajar yang diukur telah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan, bahkan sebaiknya melampaui KKM.  Dengan KKM ini, siswa yang telah berhasil dapat melanjutkan belajar untuk dapat menguasai kompetensi selanjutnya, dan yang belum menguasai dapat memperdalam yang belum dikuasai melalui remidi. Hal ini menunjukkan pentingnya KKM dalam menentukan keberlanjutan belajar peserta didik (Mardapi, Hadi & Retnawati, 2014a, Mardapi, Hadi & Retnawati, 2014b).
Selama ini, kriteria ketuntasan minimal atau dalam istilah pengukuran sering disebut dengan batas lulus (cut of score) ditentukan menggunakan kebijakan. Sekolah menentukan KKM yang cukup tinggi ketuntasan ulangan harian atau untuk kelulsan ujian sekolah, misalnya 7,5. Nilai ini ditetapkan oleh musyawarah guru berdasarkan intake, kompleksitas, dan daya dukung yang dimiliki sekolah.
Adanya penetapan KKM tersebut menyebabkan terjadinya dua macam kegiatan tambahan yaitu kegiatan remedial dan pengayaan. Pengayaan merupakan kegiatan tambahan yang diberikan kepada peserta didik yang telah mendapatkan nilai di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan. Kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan memberikan tugas, materi ataupun soal tambahan kepada peserta didik. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat saat ini, hendaknya tenaga pendidik mampu memanfaatkan perkembangan teknologi tersebut menjadi sebuah inovasi baru dalam pembelajaran misalnya dengan menerapjannya pada kegiatan pengayaan (Meikasari dan Listiadi, 2016: 2).
Pengayaan merupakan program pembelajaran yang diberikan kepada peserta didik yang telah melampaui KKM. Fokus pengayaan adalah pendalaman dan perluasan dari kompetensi yang dipelajari. Pengayaan biasanya diberikan segera setelah peserta didik diketahui telah mencapai KKM berasarkan hasil PH. Pembelajaran pengayaan biasanya hanya diberikan sekali, tidak berulang kali sebagaimana pembelajaran remedial. Pembelajaran pengayaan umumnya tidak diakhiri dengan penilaian. Bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan dengan belajar mandiri atau kelompok (Malawi, dkk, 2018: 231).

2.1.4 Tujuan dan Fungsi  Pengayaan

Menurut Masbur (2012 : 352) Fungsi pengayaan yaitu dapat memperkaya proses belajar mengajar. Pengayaan dapat melalui atau terletak dalam segi metode yang dipergunakan dalam pengajaran remedial sehingga hasil yang diperoleh lebih banyak, lebih dalam atau dengan singkat prestasi belajarnya lebih kaya. Adanya daya dukung fasilitas teknis, serta sarana penunjang yang diperlukan. Sasaran pokok fungsi ini ialah agar hasil remedial itu lebih sempurna dengan diadakannya pengayaan.

Menurut (Usman: 1993) dalam Antari (2017:3) Secara umum tujuan program pengayaan untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan terhadap materi yang sedang atau telah dipelajarinya serta agar siswa dapat belajar secara optimal baik dalam hal pendayagunaan kemampuannya maupun perolehan dari hasil belajar.
Dalam Panduan Remedial dan Pengayaan Sekolah Menengah Atas yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015 menyatakan bahwa Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang telah mencapai ketuntasan sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb.
Menurut Mukhtar dan Rusmini (2008: 2-3) menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan terhadap program belajar tuntas dengan program perbaikan (remedial) dan program pengayaan (enrichment) di dalamnya, menunjukkan bahwa para siswa yang mengikuti program ini secara umum dapat belajar dengan lebih baik dan memiliki tingkat pencapaian yang lebih tinggi, serta mereka mempunyai rasa percaya diri terhadap kemampuan belajar dan keberadaan diri mereka sebagai pelajar.
Program pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimen, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dan sebagainya. Pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang lebih cepat menguasai materi dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya (Triutami,2017:371-372).
According to Wu (2013 :2-3) Enrichment “refers to richer and more varied educational experiences, a curriculum that is modified to provide greater depth and breadth than is generally provided” (Davis & Rimm, 2004, p.120). Such programs are supposed to broaden classroom activities and curriculum, and to include more material and information that is not in regular classroom study (Piirto, 1999). Davis and Rimm (2004) provide a useful list of categories concerning enrichment programs as follows:
·      Maximum achievement basic skills, based on needs, not age.
·      Content and resources beyond the prescribed curriculum.
·      Exposure to a variety of fields of study.
·      Student‐selected content, including in‐depth studies.
·      High content complexity- theories, generalizations, applications.
·      Creative thinking and problem solving.
·      Higher‐level thinking skills, critical thinking, library and research  skills.
·      Affective development, including self‐understanding and ethical  development.
·      Development of academic motivation, self‐direction, and high career aspirations.
·      Development of computer  skills.
In order to challenge students and encourage the growth of giftedness and talent, appropriate enrichment program design is very important, and additional resources, material and information are particularly critical to these gifted students learning under heterogeneous settings (Schiever & Maker, 2003). No matter what type of enrichment programs a school can offer to the gifted, it is essential for school administrators and teachers to be aware of the needs of these students, and to be well‐equipped with skills and strategies on how to implement such enrichment programs. Within regular classrooms or after school activities, these programs can certainly provide students with various opportunities to extend their learning experience. It can help foster their learning interests, nurture their giftedness and talents in one or more different areas, develop expertise in certain areas, and increase their achievements (Roberts, 2005).
Terjemahan:
Menurut Wu (2013 :2-3) Pengayaan "mengacu pada pengalaman pendidikan yang lebih kaya dan lebih bervariasi, kurikulum yang dimodifikasi untuk memberikan kedalaman dan keluasan yang lebih besar daripada yang umumnya disediakan" (Davis & Rimm, 2004, p.120). Program-program semacam itu dimaksudkan untuk memperluas kegiatan dan kurikulum kelas, dan untuk memasukkan lebih banyak materi dan informasi yang tidak ada dalam pembelajaran dalam kelas biasa (Piirto, 1999). Davis dan Rimm (2004) memberikan daftar kategori yang berguna mengenai program pengayaan sebagai berikut:
·           Pencapaian maksimum keterampilan dasar, berdasarkan kebutuhan, bukan usia.
·           Konten dan sumber daya di luar kurikulum yang ditentukan.
·           Paparan berbagai bidang studi.
·           Konten yang dipilih siswa, termasuk pendalaman studi.
·           Kompleksitas konten yang tinggi- teori, generalisasi, dan aplikasi.
·           Pemikiran kreatif dan pemecahan masalah
·           Keterampilan berpikir tingkat tinggi, berpikir kritis, perpustakaan, dan keterampilan penelitian
·           Pengembangan afektif, termasuk pemahaman diri dan      pengembangan etika
·           Pengembangan motivasi akademik, pengarahan diri-sendiri, dan aspirasi karir yang tinggi
·           Pengembangan keterampilan komputer.
Untuk menantang siswa dan mendorong pertumbuhan minat dan bakat, desain program pengayaan yang tepat sangat penting, dan sumber daya tambahan, materi dan informasi sangat penting untuk siswa berbakat ini belajar di bawah pengaturan heterogen (Schiever & Maker, 2003). Tidak peduli apa pun jenis program pengayaan yang dapat ditawarkan sekolah kepada yang berbakat, penting bagi administrator sekolah dan guru untuk menyadari kebutuhan siswa-siswa ini, dan untuk dilengkapi dengan keterampilan dan strategi tentang cara menerapkan program pengayaan tersebut. Dalam ruang kelas reguler atau kegiatan setelah sekolah, program-program ini tentu dapat memberikan siswa dengan berbagai kesempatan untuk memperluas pengalaman belajar mereka. Ini dapat membantu menumbuhkan minat belajar mereka, membina bakat dan bakat mereka dalam satu atau lebih bidang yang berbeda, mengembangkan keahlian di bidang-bidang tertentu, dan meningkatkan prestasi mereka (Roberts, 2005).
According to Marilyn Murphy (2014:188) Learning analytics may also have the potential to identify more quickly which enrichment programs are working if an enrichment  program is provided to elementary school students, any evidence of its effect on high school dropout rates of collage attendance is a distant prospect.
Terjemahan:
Menurut Marilyn Murphy (2014:188) Analisis pembelajaran mungkin juga memiliki potensi untuk mengidentifikasi lebih cepat program pengayaan mana yang berfungsi jika program pengayaan disediakan untuk siswa sekolah menengah, setiap bukti pengaruhnya terhadap angkaputus sekolah yang tinggi dari kehadiran kolase adalah prospek yang jauh.
According to Renzulli,dkk (2014) The specific skilss that are the goals of high end learning include developing the ability to :
·      Find and focus a problem that has personal relevance to the individual or group.
·      Distinguish between problem-specific, relevant, and irrelevant information, identify bias in information sources, and transform factual information into usable knowledge that will help solve the problem;
·      Plan tasks that address the problem, sequance events in their most logical and practical order for attacking the problem, and consider alternative courses of action and their possible consequences;
·      Monitor one’s understanding at each level involvement and assess the need for gathering more advanced-level information(content) methodological skills (process), and human or material resources.
·      Notice patterns, relationship, and discrepancies in the information gathered and use this information to refine tasks for addressing the problem and drawing comparisons and analogies to other problems;
·      Generate reasonable arguments and explanations for each decision and course of action;
·      Predict outcomes : apportion time, money, and resources; value the contributions of others to the collective effort : and work cooperatively for the common good of the group;
·      Examine ways in which problem-solving strategies from one situation can be adopted in or adopted to other problem-solving situations (transfer of learning;) and
·      Communicate in lively and professional wasy to different audiences and in different genres and formats .
         
Menurut Renzulli,dkk (2014: ) Keterampilan khusus yang merupakan tujuan dari pembelajaran tingkat tinggi termasuk mengembangkan kemampuan untuk:
·      Menemukan dan memfokuskan masalah yang memiliki relevansi pribadi dengan individu atau kelompok
·      Membedakan antara informasi yang spesifik-masalah, relevan, dan tidak relevan, mengidentifikasi bias dalam sumber informasi, dan mengubah informasi faktual  menjadi pengetahuan yang dapat digunakan yang akan membantu memecahkan masalah.
·      Merencanakan tugas yang menangani masalah, membungkam peristiwa dalam urutannya yang paling logis dan praktis untuk menyerang masalah, dan mempertimbangkan berbagai tindakan alternatif dan konsekuensi yang mungkin terjadi.
·      Pantau pemahaman seseorang di setiap tingkat keterlibatan dan nilai kebutuhan untuk mendapatkan lebih banyak informasi tingkat lanjutan (konten) keterampilan metodologis (proses), dan sumber daya manusia atau material.
·      Perhatikan pola, hubungan, dan perbedaan dalam informasi yang dikumpulkan dan gunakan informasi ini untuk menyaring tugas-tugas untuk mengatasi masalah dan menggambar perbandingan dan analogi dengan masalah lain
·      Menghasilkan argumen dan penjelasan yang masuk akal untuk setiap keputusan dan tindakan
·      Memprediksi hasil: waktu penampakan, uang, dan sumber daya: menghargai kontribusi orang lain untuk upaya kolektif: dan bekerja secara kooperatif untuk kebaikan bersama kelompok
·      Memeriksa cara-cara di mana strategi pemecahan masalah dari satu situasi dapat diadopsi atau diadopsi untuk situasi penyelesaian masalah lainnya (transfer pembelajaran) dan,
·      Berkomunikasi dengan kehidupan dan profesional untuk berbagai audian yang berbeda dan dalam genre dan format yang berbeda.
According to Stake and Mares (2001: 1067) Science enrichment programs generally have been effective in increasing science knowledge and mastery in groups of general students (Bazler et al., 1993; Houtz, 1995;Burkam et al., 1997; Freedman, 1997), female students (Bazler et al., 1993; Houtz, 1995), and gifted students (Tassel-Baska & Kulieke, 1987; Lynch, 1992; Gallagher, 1993; Pyryt et al.,1993). However, the effectiveness of these programs for improving science attitudes andincreasing aspirations for science careers is much less certain. Programs that have brought aboutgains in science achievement have bgenerally not shown evidence of positive impact in the affective realm (Houtz, 1995; Dechsri, Jones, & Heikkinen, 1997; Freedman, 1997), and other programs designed to improve attitudes toward science have yielded disappointing results (Kelly, 1988; Bazler et al., 1993; Harwood & McMahon, 1997). Because science attitudes are strongly related to long-term science achievement (Weinburgh, 1995), the promotion of positive science attitudes is critically important.
Terjemahan:
Menurut Stakes dan Mares (2001: 1067) Program pengayaan ilmu pengetahuan pada umumnya telah efektif dalam meningkatkan ilmu pengetahuan pengetahuan dan penguasaan dalam kelompok mahasiswa umum (Bazler et al., 1993; Houtz, 1995; Burkam et al., 1997; Freedman, 1997), siswa perempuan (Bazler et al., 1993; Houtz, 1995), dan siswa berbakat (Rumbai-Baska & Kulieke, 1987; Lynch, 1992; Gallagher, 1993; Pyryt et al., 1993). Namun, efektivitas program-program ini untuk meningkatkan sikap sains dan meningkatkan aspirasi untuk karir sains jauh kurang pasti. Program yang telah menghasilkan keuntungan dalam pencapaian sains secara umum tidak menunjukkan bukti adanya dampak positif pada ranah afektif (Houtz, 1995; Dechsri, Jones, & Heikkinen, 1997; Freedman, 1997), dan lainnya program yang dirancang untuk meningkatkan sikap terhadap sains telah menghasilkan hasil yang mengecewakan (Kelly, 1988; Bazler et al., 1993; Harwood & McMahon, 1997). Karena sikap sains sangat terkait dengan pencapaian sains jangka panjang (Weinburgh, 1995), promosi positif sikap sains sangat penting.

1.    Identifikasi Kemampuan Berlebih
     Dalam Panduan Remedial dan Pengayaan Sekolah Menengah Atas yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015 menyatakan bahwa Identifikasi kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan belajar peserta didik. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:
a.    Belajar lebih cepat
Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi (KI/KD) mata pelajaran tertentu.
b.    Menyimpan informasi lebih mudah
Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan.
c.    Keingintahuan yang tinggi
Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat ingin tahu yang tinggi.
d.   Berpikir mandiri
Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.
e.    Superior dalam berpikir abstrak
Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan masalah.
f.     Memiliki banyak minat
     Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi
     dalam banyak kegiatan.
     Menurut Renzulli dan Hartman (1971) dalam Yusuf, dkk (2003: 18-19) menyatakan bahwa Skala penilaian karakteristik tingkah laku anak berbakat berdasarkan 4 kategori, yaitu karakteristik belajar, karakteristik motivasi, karakteristik kreativitas, dan karakteristik kepemimpinan. Masing-masing kategori mempunyai ciri dan tingkah laku yang lebih menonjol dibandingkan anak-anak yang tidak berbakat.
1.      Karakteristik yang menonjol dalam belajar, misalnya menguasai jumlah kosakata yang luar biasa, memiliki pengetahuan yang luas, cepat memahami hubungan sebab akibat, mudah menangkap pelajaran, banyak membaca sendiri, dan sebagainya.
2.      Karakteristik yang menonjol dalam motivasi, antara lain terlihat serius menghadapi topik tertentu, mudah bosan dengan tugas dengan tugas rutin, tekun, ulet, tahan lama dalam menghadapi tugas, selalu berusaha mencapai prestasi tinggi.
3.      Karakteristik kepemimpinan yang menonjol adalah mudah bekerja sama dengan orang lain, rasa tnggung jawab yang besar, dapat mempengaruhi teman-temannya, mudah menyesuaikan diri sehingga dipilih untuk memimpin kegiatan, dan sebagainya.
4.      Karakteristik kreativitas yang menonjol adalah banyak mengemukakan gagasan, mudah menyesuaikan gagasan dengan keadaan yang ada serta sering mempunyai gagasan yang baru dan orisinal.
      Menurut Dedi Supriadi (1992) dalam Yusuf (2012: 164) dari berbagai studi para ahli ditemukan, bahwa anak-anak berbakat memiliki karakteristik belajar yang berbeda dengan anak-anak normal. Karakteristik belajar mereka itu sebagai berikut.
a.    Memiliki kelebihan yang menonjol dalam kosa kata
b.    Memiliki informasi yang kaya (luas)
c.    Cepat menguasai bahan pelajaran
d.   Cepat dalam memahami hubungan antar fakta
e.    Mudah memahami dali-dalil atau formula-formula
f.     Memiliki ketajaman dalam menganalisis sesuatu
g.    Gemar membaca (sering membaca banyak bacaan)
h.    Peka terhadap situasi yang terjadi di sekelilingnya
i.      Bersikap kritis
j.      Memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar.

2.    Teknik
Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat dilakukan antara lain melalui: tes IQ, tes inventori, wawancara, pengamatan, dsb.
a.       Tes IQ (Intelligence Quotient),yaitu tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang. Dari tes ini dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal, logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.
b.      Tes Inventori, yaitu tes yang digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi, kebiasaan belajar, dsb.
c.       Wawancara dilakukan melalui interaksi lisan engan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai program pengayaan yang dinimati.
d.      Pengamatan (observasi), dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu diprogramkan untuk peserta didik.

3.    Implementasi
     Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan secara lain melalui:
a.    Belajar kelompok, yaitu sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan.
b.    Belajar mandiri, yaitu secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang diminati.
c.    Pembelajaran berbasis tema, yaitu memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu.
d.   Pemadatan kurikulum, yaitu pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing.
Menurut Mukhtar dan Rusmini (2008: 67) Kegiatan pengayaan ini ada dua macam, yaitu:
a.       Pengayaan horizontal, yaitu upaya memberikan tugas sampingan yang akan memperkaya pengetahuan seorang siswa mengenai materi yang sama, karena dalam suatu kelas, siswa dan teman-temannya yang memiliki perbedaan tingkat pengetahuan, mungkin akan merasa bosan atau jenuh bila seorang guru tetap menerrangkan bahan yang sudah dikuasainya.
b.      Pengayaan vertikal, yaitu kegiatan pengayaan yang berupa peningkatan dari tingkat pengetahuan yang akan diajarkan, sehingga siswa maju dari satuan pelajaran yang sedang diajarkan ke satuan pelajaran berikutnya menurut kemampuan dan kecepatannya sendiri.
Dengan kata lain, program pengayaan ini pada prinsipnya merupakan pemberian kesempatan kepada siswa yang pandai untuk meningkatkan pengetahuannya dengan cara dan kecepatan yang sesuai dengan kemampuannya, dapat berupa penugasan membantu teman yang masih mengalami kesulitan atau berbagai kegiatan perseorangan seperti:
a.       Menerapkan konsep yang telah dipelajarinya ke dalam situasi baru yang konkret, bisa ditindaklanjuti dengan pengadaan benda-benda atau penciptaan alat-alat yang cara pembuatannya dapat dipelajarin dalam materi yang disajikan.
b.      Memperdalam pengetahuannya mengenai konsep-konsep dari materi yang diajarkan dengan jalan menggali lebih lanjut mengenai aspek-aspek lainnya.
c.       Melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan materi pelajaran dalam paket belajar, maupun kegitan yang tidak berhubungan dengan materi pelajaran dalam paket belajar, tetapi masih dalam  bidang studi yang sama, atau dalam bidang studi yang berlainan.
Menurut Nugroho (2018: 62-63) Adapun jenis-jenis pembelajaran pengayaan bisa berupa kegiatan eksploratori, keterampilan proses, dan bisa pula berupa pemecahan masalah. Kegiatan eksploratori dirancang guru untuk disajikan kepada peserta didik. Kegiatannya bisa berupa peristiwa sejarah, buku, narasumber, penemuan, uji coba, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum. Sementara keterampilan proses yakni kegiatan yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri. Sedangkan jenis pembelajaraan pengayaan pemecahan masalah diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah  nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif berupa penelitian ilmiah.
Menurut Howlay dan Pendarvis (1986) dalam hawadi, 2001 dalam Akbar (2010), terdapat tiga pendekatan pengayaan, yaitu orientasi proses , orientasi isi, dan orientasi produk.
Pendekatan yang berorientasi proes dibuat untuk mengembangkan proses mental siswa, yang dalam beberapa kasus, hasil kreativitasnya baik. Siswa biasanya diberi langkah langkah  dari satu atau lebih komponen model, yang diterapkan dalam keterampilan melalui penggunaan pusat pusat belajar, seperti diskusi yang menarik atau melakukan studi yang bebas mengambil topic-topik sesuai minat.
Pendekatan orientasi isi pada pengayaan menekankan presentasi dari bidang isi. Umumnya, kurikulum matematika, sains, bahasa dan ilmu social disajikan dengan lebih luas dan mendalam bila dibandingkan dengan kurikulum regular.
Pendekatan orientasi produk lebih menekankan hasil atau produk pengajaran daripada proses da nisi. Produk produk tersebut antara lain berupa laporan, novel, dan lukisan.
Menurut Akbar dan Hawadi (2010: 60-62), ada beberapa model pengayaan, yaitu model Renzulli, model IPPM Treffinger, model purdue Three-stage, dan model Antonomous learner.
1)   Model Renzulli
Model pengayaan Renzulli (1997) dibuat untuk menyediakan variasi pengalaman pengayaan. Model ini menyediakan tiga tipe pengayaan yang mendukung pegalaman dan proses latihan untuk semua siswa disekolah. Siswa berbakat akan merespon pengalaman mereka dalam memecahkan masalah nyata, yang selanjtnya akan mengembangkan produk nyata. Tiga tipe tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Pengayaan tipe I yang melibatkan pengalaman secara umum.  Pengayaan tipe I ini menunjukkan kepada siswa tentang topik-topik baru, gagasangagasan dan pengetahuan yang tidak tertulis dari kurikulum regular.
b.      Pengayaan tipe II lebih menekankan pada kegiatan latihan kelompok. Latihan kelompok ini merupakan suatu kegiatan yang dirancang untuk mengembangkan proses kognisi dan afeksi. Kegiatan ini diterapkan pada seluruh siswa, bukan hanya siswa berbakat.
c.       Pengayaan tipe III digunakan untuk meneliti individu dan kelompok kecil pada masalah nyata. Kegiatan pengayaan tipe ini biasanya diterapkan pada kelas khusus dan ditangani oleh guru-guru yang memang dilatih secara khusus untuk anak berbakat.
2)   Model IPPM Treffinger
Model ini lebih menekankan pada proses identifikasi untuk merencanakan program studi individu anak berbakat berdasarkan bakat, kekuatan, dan minatnya. Model ini juga menekankan pengembangan keterampilan secara bebas dan keberbakatan yang mandiri
3)   Model Purdue Three-stage
Model ini dikembangkan oleh Feldhusen dan Kollof (1979). Model ini diterapkan dalam ruang khusus dengan kelompok kecil antara 8-15 anak berbakat. Anak mengikuti kurikulum yang difokuskan pada keterampilan berpikir dan dasar-dasar suatu mata pelajaran.
4)   Model Antonomous Learner
Model ini dikembangkan oleh Betts (1986). Model ini berusaha untuk menemukan kebutuhan akademik, social, emosional anak berbakat, yang bertujuan untuk menjamin kebebasan anak berbakat dan bertanggung jawab terhadap belajarnya.
According to Guidance (2004: 11) To challenge higher-achieving pupils you can:
1.      Encourage them to move beyond what they can actually see, to what it   implies or means, thus making more abstract or generalised links;
2.      Ask groups to make a case for something in the image – different groups of pupils can be given different or opposing cases;
3.      Ask groups to put a number of images in a time or causal sequence.
Identifying successful thinking Levels of response or staged success criteria can be used to support you in shortand medium-term planning for progression.
1.        Connections are made but are largely unsubstantiated or inaccurate.
2.      One or two relevant connections are made relating to visible features in the image, but there are problems in explaining the connection. Cannot produce a reasoned title.
3.      Three or more direct connections are made relating to visible features in the image, but there are still weaknesses in explaining the connections. Difficulty in producing a title.
4.      A number of relevant connections are made and explained adequately with some linkage between the points. Able to generate a justifiable title or heading. Often able to describe basic processes used.
5.      Inferences or deductions are made beyond the direct connections. Use is made of wider knowledge, and some connections are likely to use higher-order or abstract concepts and thus be more generalised. May generate alternative explanations or interpretations. Can describe processes used in some detail.
6.      Can do all of the above but also shows an awareness of an overall strategy to complete the task, i.e. has gone from ‘this is how I did the task’ to a more generalised ‘this is how you tackle tasks like this’.
In progressing through these levels pupils would also be improving their skills in analysing part/whole relationships, and asking questions. In certain contexts they might also develop the skills of suggesting hypotheses and applying imagination.
Terjemahan:
Menurut Guidance (2004: 11) Untuk menantang siswa berprestasi lebih tinggi Anda dapat:
1.      Dorong mereka untuk bergerak melampaui apa yang sebenarnya bisa mereka lihat, makna dan fungsinya, sehingga membuat lebih banyak hubungan yang abstrak atau umum;
2.      Minta kelompok untuk membuat suatu kasus dalam gambar - kelompok siswa yang berbeda dapat diberikan kasus yang berbeda atau berlawanan;
3.      Minta kelompok untuk menempatkan sejumlah gambar dalam suatu waktu atau urutan kausal.

Mengidentifikasi kesuksesan berpikir melalui tingkat respons atau kriteria keberhasilan yang dipentaskan dapat digunakan untuk mendukung Anda dalam perencanaan jangka pendek dan menengah untuk pengembangan.
1.      Hubungan dibuat tetapi sebagian besar tidak berdasar atau tidak akurat.
2.      Satu atau dua hubungan yang relevan dibuat berkaitan dengan fitur-fitur yang terlihat dalam gambar, tetapi ada masalah dalam menjelaskan koneksi. Tidak dapat menghasilkan judul yang masuk akal.
3.      Tiga atau lebih hubungan langsung dibuat berkaitan dengan fitur-fitur yang terlihat dalam gambar, tetapi masih ada kelemahan dalam menjelaskan hubungan. Kesulitan dalam menghasilkan judul.
4.      Sejumlah hubungan yang relevan dibuat dan dijelaskan secara memadai dengan beberapa keterkaitan di antara titik-titik. Mampu menghasilkan judul atau judul yang dapat dibenarkan. Seringkali mampu menggambarkan proses dasar yang digunakan.
5.      Kesimpulan atau deduksi dibuat di luar hubungan langsung. Penggunaan dibuat dari pengetahuan yang lebih luas, dan beberapa hubungan cenderung menggunakan konsep orde tinggi atau abstrak dan dengan demikian lebih umum. Dapat menghasilkan penjelasan atau interpretasi alternatif. Dapat menggambarkan proses yang digunakan dalam beberapa detail.
6.      Dapat melakukan semua hal di atas tetapi juga menunjukkan kesadaran akan keseluruhan strategi untuk menyelesaikan tugas, yaitu telah berubah dari 'begini cara saya melakukan tugas' menjadi lebih umum 'begini cara Anda menangani tugas seperti ini'. Dalam perkembangan melalui tingkat ini, siswa juga akan meningkatkan keterampilan mereka dalam menganalisis sebagian / keseluruhan hubungan, dan mengajukan pertanyaan. Dalam konteks tertentu, mereka mungkin juga mengembangkan keterampilan menyarankan hipotesis dan menerapkan imajinasi.
Penilaian hasil belajar kegiatan pengayaan tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa, tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari peserta didik yang normal.
Menurut Yusuf  (2012: 168) Portofolio merupakan kumpulan hasil-hasil karya atau prestasi siswa (seperti tugas-tugas, lukisan hasil tes, dan piagam-piagam) dari sekolah, atau masyarakat.
Menurut Suprijono (2013: 143) Dalam melakukan penilaian portofolio harus memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Orisinal, artinya karya yang dihasilkan peserta didik bukan hasil plagiat atau jiplakan.
2.      Kredibilitas, artinya antara guru dan peserta didik harus saling percaya baik dalam proses penilaian maupun dalam proses menjaga rahasia tentang pengumpulan informasi hasil belajar (bukan nilai), karya atau tugas belajar peserta didik sehingga tidak bocor ke pihak lain yang memungkinkan berdampak negatif pada poses belajar, penilaian bahkan pendidikan.
3.      Joint Ownership, antara guru dan peserta saling merasa memiliki berkas-berkas maupun dokumen-dokumen portofolio sehingga ada upaya dari peserta didik untuk terus memperbaiki hasil karyanya.
4.      Identitas yang tercantum dalam portofolio sebaiknya berisi tentang keterangan/ bukti yang mampu menumbuhkan semangat peserta didik untuk terus meningkatkan kreativitasnya.
5.      Kesesuaian antara informasi hasil belajar atau karya dengan pencapaian indikator dari setiap kompetensi dasar/ standar kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.

Pengajaran pengayaan dapat terselenggara dengan baik, apabila direncanakan, dilaksanakan, dan dilakukan evaluasi dengan baik, selain itu dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Menurut Majid (2009:241) menyatakan materi dan waktu pelaksanaan pengajaran pengayaan sebagai berikut, yaitu (1) materi pengayaan diberikan sesuai dengan kompetensi dasar yang dipelajari. (2) Waktu pelaksanaan pengajaran pengayaan yaitu, (a) setelah mengikuti tes/ujian KD tertentu, (b) setelah mengikuti tes/ujian blok atau kesatuan KD tertentu, dan (c) setelah mengikuti tes/ujian KD atau Blok terakhir pada semester tertentu. Sehingga materi dan waktu pelaksanaan pengajaran pengayaan sangat bergantung pada kompetensi dasar yang dipelajari. Faktor-faktor yang diperhatikan dalam pengajaran pengayaan yaitu, peserta didik, guru, media dalam pelaksanaan, dan waktu pelaksanaan pengajaran pengayaan (Antari,2017: 3).
Dalam Panduan Remedial dan Pengayaan Sekolah Menengah Atas yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015 menyatakan bahwa Uraian Prosedur Kerja Proram Pengayaan ialah sebagai berikut:
1.      Kepala sekolah menugaskan wakasek kurikulum dan TPK sekolah menyusun rencana kegiatan dan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pembelnajaran pengayaan;
2.      Kepala sekolah memberikan arahan teknis tentang  program remedial dan pengayaan yang sekurang-kurangnya mencakup:
a.       Dasar pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan;
b.      Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran remedial  dan pengayaan;
c.       Manfaat pembelajaran remedial, dan pengayaan;
d.      Hasil yang diharapkan dari pembelajaran remedial dan pengayaan;
e.       Unsur-unsur yang terlibat dan uraian tugas dalam pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan.
3.      Wakil kepala sekolah bidang kurikulum bersama TPK sekolah menyusun rencana kegiatan dan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan sekurang-kurangnya berisi uraian kegiatan, sasaran/hasil, pelaksana, dan jadwal pelaksanaan;
4.      Kepala sekolah bersama wakasek kurikulum/TPK sekolah dan guru/MGMP membahas rencana kegiatan dan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan;
5.      Kepala sekolah mensahkan dan menandatangani rencana kegiatan dan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan;
6.      Guru/MGMP menentukan jenis program remedial atau pengayaan
berdasarkan pencapaian kompetensi peserta didik dengan menggunakan analisis ketuntasan KKM, dengan acuan:
a.       Program remedial jika pencapaian kompetensi peserta didik kurang dari nilai KKM
b.      Program pengayaan jika pencapaian kompetensi peserta didik lebih atau sama dengan nilai KKM
7.      Guru/MGMP melaksanakan program pembelajaran pengayaan dan pembelajaran remedial berdasarkan klasifikasi hasil pencapaian
kompetensi peserta didik; 
8.      Guru/MGMP memberi penghargaan (reward) bagi peserta didik yang mengikuti program pengayaan dengan memasukkan hasilnya ke dalam portofolio.
9.      Guru/MGMP melaksanakan penilaian ulang bagi peserta didik yang
remedial dan hasilnya sebagai nilai pencapaian kompetensi peserta didik;
Menurut Sumantri (2015: 453-458), adapun langkah-langkah dalam melaksanakan program pengayaan di sekolah yaitu sebagai berikut :
1.         Identifikasi Permasalahan Pembelajaran
Secara umum identifikasi awal bisa dilakukan melalui:
a. Observasi
b. Wawancara terhadap peserta didik atau terhadap orang-orang di  
    lingkungan peserta didik.
2.         Membuat Perencanaan
Setelah melakukan identifikasi awal terhadap permasalahan belajar anak, guru telah memperoleh pengetahuan yang utuh tentang peserta didik dan mulai untuk membuat perencanaan. Penetapan perencanaan dilakukan melalui beberapa tahapan :
a.       Menetapkan tujuan pembelajaran. 
b.      Kurikulum. 
c.       Menyiapkan media pembelajaran. 
d.      Menetapkan strategi pembelajaran.
e.       Menyiapkan materi-materi pendukung. 
3.         Pelaksanaan Program Pengayaan 
Setelah perencanaan disusun, langkah selanjutnya adalah melaksanakan. Ada tiga fokus penekanan: 
a. Penekanan pada keunikan peserta didik
b. Penekanan pada adaptasi materi ajar.
c. Penekanan pada strategi/metode pembelajaran.
4.         Evaluasi
Evaluasi melalui penilaian autentik dilakukan setelah program selesai dilaksanakan. Berdasarkan hasil evaluasi, guru perlu meninjau kembali strategi pembelajaran yang diterapkannya atau melakukan identifikasi (analisis kebutuhan) terhadap peserta didik dengan lebih seksama.

Kegiatan pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada siswa kelompok cepat agar mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal dengan memanfaatkan sisa waktu yang dimilikinya.
Peserta didik yang sudah melampaui ketuntasan belajar maka perlu diberikan tambahan pengetahuan dan atau pengalaman pembelajaran yang lebih dibanding mereka yang belum mencapai ketuntasan minimal yang ditetapkan. Dan guru mesti menyiapkan program pembelajaran pengayaan yang mendukung perkembangan peserta didik ke arah yang lebih baik.
Program pengayaan hanya di berikan satu kali saja, tidak berulang kali seperti remedial. Program pengayaan juga biasanya tidak di akhiri dengan penilaian, dan pengayaan ini dapat di laksanakan secara perorangan maupun kelompok.
Adapun tujuan dari kegiatan pengayaan ini yaitu :
1.      Meningkatkan pemahaman dan wawasan terhadap materi yang sedang atau telah dipelajari.
2.      Memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang telah mencapai ketuntasan.
Pengajaran pengayaan menjadi satu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan lebih dari siswa berkebutuhan khusus, seperti yang memiliki kemampuan di atas rata-rata (sesuai tes IQ), maupun kemampuan di atas rata-rata kelompoknya.
Adapun jenis-jenis pembelajaran pengayaan bisa berupa kegiatan eksploratori, keterampilan proses, dan bisa pula berupa pemecahan masalah.
1.      Eksploratori
Dirancang guru untuk disajikan kepada peserta didik. Kegiatannya bisa berupa peristiwa sejarah, buku, narasumber, penemuan, uji coba, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.
2.      Keterampilan proses
Kegiatan yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri
3.      Pemecahan masalah
Diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah  nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif berupa penelitian ilmiah.
Kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan belajar peserta didik. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:
e.    Belajar lebih cepat
Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi (KI/KD) mata pelajaran tertentu.
f.     Menyimpan informasi lebih mudah
Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan.
g.    Keingintahuan yang tinggi
Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat ingin tahu yang tinggi.
h.    Berpikir mandiri
Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.
i.      Superior dalam berpikir abstrak
Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan masalah.
j.      Memiliki banyak minat
     Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi
     dalam banyak kegiatan.
Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat dilakukan antara lain melalui: tes IQ, tes inventori, wawancara, pengamatan, dsb.
Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan secara lain melalui: belajar kelompok, belajar mandiri, Pembelajaran berbasis tema, Pemadatan kurikulum.









Pengayaan adalah kegiatan yang diberikan guru kepada seorang atau sekelompok siswa yang telah mendapatkan hasil ujian melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dengan memberikan tugas-tugas tambahan yang relevan dengan bidang studi yang diterimanya. Adanya penetapan KKM menyebabkan terjadinya dua macam kegiatan tambahan yaitu kegiatan remedial dan pengayaan. Pengayaan merupakan kegiatan tambahan yang diberikan kepada peserta didik yang telah mendapatkan nilai di atas kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditetapkan.
Pembelajaran pengayaan antara satu peserta didik dengan peserta didik lain bisa jadi berbeda, tergantung minat dan karakteristik peserta didik tersebut. Pembelajaran pengayaan juga mesti ditujukan dalam rangka memperkaya pengetahuan, pengalaman, dan wawasan peserta didik. Pembelajaran pengayaan bersifat menyenangkan, membangkitkan minat, mengajak berpikir kritis, dan meningkatkan daya imajinasi.
Pengajaran pengayaan dapat terselenggara dengan baik, apabila direncanakan, dilaksanakan, dan dilakukan evaluasi dengan baik, selain itu dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan. Peranan Kepala Sekolah, Waka Kurikulum, serta Guru Mata Pelajaran sangat penting dalam hal ini.
Dalam melaksanakan Pengayaan diperlukan strategi yang diawali dengan identifikasi kemampuan berlebih siswa, memilih teknik serta bentuk pengayaan yang sesuai yang akan diimplementasikan di kelas.
Pengayaan merupakan kegiatan yang penting untuk mengembangkan  minat belajar siswa dengan kemampuan lebih. Sehingga dibutuhkan perhatian lebih untuk program ini agar lebih terarah.



DAFTAR PUSTAKA


Akbar, Reni dan Hawadi. 2010. Menguatkan Bakat Anak. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Antari, N.K.Y.T.,dkk. 2017. Pelaksanaan Pengajaran Pengayaan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas XI TKJ2 SMK Negeri 3 Singaraja. E-Journal Prodi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Undiksha.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Panduan Remedial dan Pengayaan Sekolah Menengah Atas. Jakarta: KEMENDIKBUD RI.
Guidance. 2004. Pedagogy and Practice: Teaching and Learning in Secondary Schools Unit 16: Leading in learning. Norwich: Department for Education and Skills.
Hattie,J. dkk. 1996. Effects of Learning Skills Interventions onStudent Learning: A Meta-Analysis. Review of Educational Research. Vol. 66(2) pp: 99-136.
Malawi, Ibadullah, dkk. 2018. Pembaharuan Pembelajaran di Sekolah Dasar.Magetan: CV. AE Media Grafika.
Mardapi,D.,dkk. 2015. Menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal Berbasis Peserta Didik. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Vol. 19(1) e-ISSN: 2338-6061
Masbur. 2012. Remedial Teaching sebagai Suatu Solusi: Suatu Analitis Teoritis. Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA. Vol 12(2). ISSN: 1411-612x.
Meikasari, Yurine dan Listiadi, Agung. 2016. Pengembangan Game “Bingo Accounting” sebagai Media Pengayaan pada Materi Jurnal Penyesuaian Perusahaan Jasa di SMK Negeri 1 Boyolangu Tulungagung Surabaya. Jurnal Pendidikan. Vol. 4(3).
Mukhtar dan Rusmini. 2008. Pengajaran Remedial: Teori dan Penerapannya dalam Pembelajaran.Jakarta: PT. Nimas Multima. ISBN: 979-9005-88-4.
Murphy,Marilyn,dkk. 2014. Handbook on Innovations in Learning.United States of America: Information Age Publishing Inc.
Nidawati. 2013. Belajar dalam Perspektif Psikologi dan Agama. Jurnal Pionir. Vol 1(1).
Nugroho, M.Y.A. 2018. Cerita Fiksi sebagai Bacaan Pengayaan Pembelajaran Sains di Sekolah. PROSIDING: Seminar Nasional Pendidikan Fisika FITK (UNSRI). Vol.1(1). ISSN: 2615-2789.
Nuraisiah. 2017. Upaya Meningkatkan Kemampuan  Guru Dalam Menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) melalui Workshop dan Pendampingan di SD Negeri 1 Mataram.Media Bina Ilmiah. Vol. 11(12) ISSN: 1978-3787.
Pangastikawati, Luthfiani. 2017.Penyusunan Modul Pengayaan Keanekaragaman Jenis Echinodermata Pantai Drini Gunungkidul Bagi Siswa Kelas X SMA. Jurnal Prodi Pendidikan Biologi. Vol.6(2).
Renzulli,J.S., dkk. 2014. Enrichment Clusters: a practical; plan for real-world, student-dreiven Tearning.Waco: Prufock Press Inc.
Rohmah,K.N., dkk. 2016. Rancangan Buku Pengayaan Pengetahuan “Kajian Fisis Lubang Hitam”.Vol.5. p-ISSN: 2339-0654.
Stake,J.E. dan Mares,K.R. 2001. Science Enrichment Programs fo GiftedHigh School Girls and Boys: Predictors of Program Impact on Sciecnce Confidence and Motivation. Journal of Research in Science Teaching. Vol.38 (10). pp: 1065-1088.
Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning: Teori &Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Triutami, R.R., dan Ruwanto, Bambang. 2017. Pengembangan Modul Pengayaan Berbasis Authentic Learning Pada Materi Pokok Fluida Dinamis Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Pemahaman Konsep Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 1 Jatisrono.Jurnal Pendidikan Fisika Vol.6(5).
Tynan, Bernadette. 2005. Melatih Anak Berpikir Jenius: Menemukan dan Mengembangkan Bakat yang Ada pada Setiap Anak. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wu, Echo H. 2013. Enrichment and Acceleration: Best Practice for the Gifted and Talented. Gifted Education Press Quarterly. Vol.27(2). ISSN: 703-369-5017.
Yusuf,LN,S. 2012. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian IV Pendidikan Lintas Bidang: Pendidikan Anak Berbakat. Bandung: PT IMPERIAL BHAKTI UTAMA. ISBN: 978-979-16173-0-7.
Yusuf,M.,dkk. 2003. Pendidikan bagi Anak dengan Problema Belajar.Solo: Tiga Serangkai. ISBN: 979-668-271-0.


INPUT
PROSES
KEPALA SEKOLAH
WAKASEK KURIKULUM/
TPK SEKOLAH
GURU/MGMP
OUTPUT
1.    PP NO. 13 Tahun 2015
2.    Permendikbud
No. 81 A Tahun 2013
3.    Permendikbud
No. 65 Tahun 2013
4.    Permendikbud
No. 66 Tahun 2014
5.    Permendikbud
No.59 Tahun 2014
6.    Permendikbud
 No.103 Tahun
2014
7.    Permendikbud
No. 104 Tahun
2014
8.    Model Pelaksanaan remedial & Pengayaan
Menandatangani rencana kegiatan dan rambu-rambu pelaksanaan remediaal dan pengayaan
 
Membahas rencana kegiatan dan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan
 
1.     Menugaskan wakasek kurikulum dan TPK sekolah menyusun rencana kegiatan dari rambu-rambu.
2.       Memberikan arahan teknis tentang program reedial dan pengayaan
 















tidak
Menyusun rencana kegiatan dan rambu-rambu pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan
 
Text Box: penilaian portofolioText Box: melaksanakan pengayaanText Box: Menentukan jenis program remedial atau pengayaan sesuaipencapaian kompetensi peserta didik (menggunakan analisis ketuntasan)
Text Box: penilaian ulang
melaksanakan remedial
 
Parallelogram: Nilai hasil remedial

Parallelogram: Nilai hasil pengayaan dalam portofolio

Rounded Rectangle: Menyiapkan data untuk menentukan jenis program remedial atau pengayaan


Lampiran 2: Instruksi Kerja Penentuan Jenis Program Remedial dan Pengayaan



















KETERANGAN
Mekanisme Analisis:
1. Membandingkan nilai pencapaian hasil ulangan harian dengan nilai ketuntasan    
    belajar tiap KD
2. Mengidentifikasi peserta didik yang belum mencapai ketuntasan belajar setiap
    KD
3.Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik
 
Pengelompokan Peserta Didik:
 
Peserta didik dikelompokkan berdasarkan ketuntasan belajar setiap KD dan berdasarkan  kesulitan belajarnya.

Lampiran 3: Contoh Analisis Pencapaian Ketuntasan Belajar Per Indikator
No
NIS
PENCAPAIAN KETUNTASAN BELAJAR PESERTA DIDIK PER INDIKATOR
Nomor KI
3
KKM KI
2.63
NOMOR KD
GERAK PARABOLA DAN GERAK MELINGKAR
Nilai
Perbaikan(V)         Pengayaan(*)
JUMLAH NO PERBAIKAN
KKM KD
3
Sub Bab
KKM Indikator
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
Nama Peserta Didik
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
AGUS
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
0
2
BAGUS
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
0
3
CIKA
4
2
3
2
3
1
1
2
3
2
2
*
v
*
v
*
v
v
v
*
v
6
4
DINDA
4
1
2
2
3
3
4
3
4
4
3
*
v
v
v
*
*
*
*
*
3
5
EMA
4
2
4
2
4
3
2
4
4
4
3
*
v
*
v
*
*
v
*
*
*
3
6
FARHAN
4
1
4
3
4
2
2
4
4
4
3
*
v
*
*
*
v
v
*
*
*
3
7
GILANG
4
4
3
2
4
4
3
4
4
4
4
*
*
*
v
*
*
*
*
*
*
1
8
HANA
4
4
4
3
4
4
3
3
4
4
4
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
0
9
INDAH
3
3
1
2
2
2
3
2
2
4
2
*
*
v
v
v
v
*
v
v
*
6
10
JALU
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
0
Rata-rata
3.8
2.7
3.1
2.6
3.4
2.9
2.8
3.2
3.6
3.7
Text Box: CATATAN:
•	Cika dan Indah harus remedial pada indicator yang belum tuntas
•	Dinda, ema, farhan, dan gilang dapat mengikuti remedial pada indicator yang belum tuntas
•	Agus, bagus, hanna, dan jalu tidak ikut remedial
•	Agus, bagus, dinda, ema,farhan, gilang, hana, jalu mendapatkan Pengayaan

3.2

Nomor Indikator

Frekuensi Jumlah PD
≤ 2
0
4
2
5
1
3
3
2
1
1
2

≥ 3
10
6
8
5
9
7
7
8
9
9
8

Persentase yang belum tuntas %
0
40
20
50
10
30
30
20
10
10
20

persentase yang tuntas %
100
60
80
50
90
70
70
80
90
90
80


Lampiran 4: Contoh Format Pengayaan

PROGRAM PENGAYAAN

MATA PELAJARAN                        :
KELAS/ PEMINATAN         :
MATERI/ KD                         :
SEMESTER                            :
TAHUN PELAJARAN         :

Jumlah Peserta : ….orang, yaitu:
No
Uraian Kegiatan
Keterangan












Text Box: ………,……………….
Guru Mata Pelajaran






…………………………….....
NIP.
Mengetahui,
Kepala SMA………….






…………………………….....
NIP.
 
Mengetahui,
Kepala SMA………….






…………………………….....
NIP.


















Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUBUNGAN SEKOLAH DENGAN MASYARAKAT

Pendekatan Ekspository dan Heuristik

“MODEL PEMBELAJARAN INDUKTIF”