“MENGUASAI PRINSIP-PRINSIP DAN PROSEDUR PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PERSONAL (MODEL SYNECTIK)”
MAKALAH STRATEGI
BELAJAR MENGAJAR FISIKA
“MENGUASAI
PRINSIP-PRINSIP DAN PROSEDUR PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PERSONAL (MODEL
SYNECTIK)”
DOSEN PENGAMPU :
DWI AGUS KURNIAWAN, S.Pd.,M.Pd
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 1 :
1.
LUGY RIVALDO
(A1C317011)
2.
SYINDI AGNIA (A1C317039)
3.
NUR SELA FELIA SARI (A1C317057)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2018
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis ucapkan kehadirat
Allah SWT. yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Makalah Strategi Belajar Mengajar Fisika. Karena dengan
perkenanNyalah batas waktu yang disediakan tidak terlampaui, hingga sesuai
dengan yang diharapkan.
Dalam pelaksanaannya penulis tidak terlepas dari berbagai
pihak yang telah memberikan bantuan dan
kemudahan baik berupa saran maupun bentuk bantuan yang lain. Untuk itu
dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
a. Dosen Pengampu
b. Teman-teman,
c. Para pihak yang telah membantu pembuatan makalah
ini,dll.
Semoga Allah SWT. berkenan membalas segala kebaikannya.
Penulis harap Makalah ini dapat berguna kelak di kemudian hari. Di dalam
makalah ini banyak sekali pembahasan tentang “Model Pembelajaran synectics”, namun
penulis sadar bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya. Oleh sebab itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun
dan untuk perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan. Jika ada sesuatu yang
kurang berkenan penulis mohon maaf.
Demikian sepatah dua patah dari penulis. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima
kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jambi, 30 Oktober 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Judul
Kata
Pengantar .................................................................................................. ii
Daftar
Isi ............................................................................................................. iii
BAB
I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2
BAB
II Pembahasan
2.1.
Kajian Teori ................................................................................................. 3
2.1.1 Pengertian Model Synectik..................................................................... 3
2.1.2 Tahap Kreatif Dan
Proses Sinektik ........................................................ 7
2.1.3 Tujuan Model Synectik........................................................................... 9
2.1.4 Prinsip-Prinsip
Reaksi Model Synectik .................................................. 10
2.1.5 Tahap-Tahap Model Synectik ................................................................. 11
2.1.6 Aktivitas
Metaforis ................................................................................. 16
2.1.7 Sistem Pada Model
Synectik .................................................................. 19
2.1.8 Penerapan Model
Synectik ..................................................................... 20
2.1.9 Kelebihan dan Kekurangan model synectik........................................... 22
2.2.
Kajian Kritis ................................................................................................ 23
2.3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.......................................................... 24
BAB
III Penutup
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 26
3.2 Saran ............................................................................................................... 27
Daftar
pustaka .................................................................................................... 28
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Istilah
pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar. Belajar,
mengajar dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa
peserta didik atau tanpa kegiatan belajar formal lain. Sedangkan mengajar
meliputi segala hal yang peserta didik lakukan di dalam kelas. Apa yang
dilakukan pendidik agar proses pembelajaran berjalan lancar, bermoral dan membuat
peserta didik merasa nyaman merupakan bagian dari aktivitas mengajar, juga
secara khusus mencoba dan berusaha untuk mengimplementasikan kurikulum dalam
kelas.
Kegiatan pembelajaran dalam pendidikan formal
dilakukan secara terstruktur, dengan cara tersebut diharapkan dapat menciptakan
sumber daya manusia yang menyentuh seluruh aspek dan sektor kehidupan. Kualitas
pembelajaran perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kini
perhatian khusus banyak diarahkan kepada perkembangan dan kemajuan pendidikan
guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan terutama dalam pembelajaran IPA.
Salah satunya adalah dengan cara penerapan strategi dan model pembelajaran yang
efektif di kelas dan lebih memberdayakan potensi siswa.
Agar
pembelajaran lebih menarik, dapat diterapkannya model sinektik. Pembelajaran
dengan model sinektik merupakan pembelajaran yang terbaru dibanding dengan
model yang lain. Pembelajaran ini menekankan kreativitas siswa dalam beragumen,
penghayatan, dan penilaian. Tujuannya adalah untuk membangkitkan interaksi
personal baik secara individu maupun kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini aktivitas pembelajaran berpusat
pada siswa.
Strategi
ini dapat membuat siswa mempunyai kepercayaan diri bahwa ia mampu belajar,
menilai, mengkhayati dan menghargai pendapat orang lain. Dengan strategi ini,
pembelajaran akan lebih menyenangkan dan menarik karna siswa merasa dihargai.
Dipilihnya metode pembelajaran sinektik karena metode ini telah membuktikan
keaktifan dan kreativitas anak dalam meningkatkan motivasi belajar.
1.2
Tujuan
a.
Dapat mengetahui
pengertian model synectik.
b.
Tahap Kreatif Dan
Proses Sinektik.
c.
Dapat mengetahui tujuan
model synectik.
d.
Dapat mengetahui
prinsip-prinsip reaksi model synectik.
e.
Dapat menjelaskan
tahap-tahap model synectik.
f.
Dapat mengetahui
aktivitas metaforis model synectik.
g.
Dapat mengetahui
sistem-sistem model synectik.
h.
Dapat mengetahui
penerapan model synectik.
i.
Dapat mengetahui
kelebihan dan kekurangan model synectik.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
2.1.1
Pengertian Model Synectik
Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang berupa pola prosedur
sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar
mengajar untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu juga dalam proses belajar
mengajar terjadi interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik. Model
sinektik
(synectics) merupakan salah satu model pembelajaran yang
didesain oleh
gordon yang pada dasarnya diarahkan untuk mengembangkan kreativitas siswa.
Kreativitas merupakan proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau
konsep baru, atau hubungan baru antara gagasan dan konsep yang sudah ada
(Mutmainah, 2016: 70).
According Wake (2000: 270) Synectic is an approach
to promoting creativity that is compatible with design paradigms. The term
synectics comes from the Greek term synectikos. Meaning the joining together of
different and apparently irrelevant elements into a unifield whole. Synectics
emerged in in the 1960s, with the publication of William J. J. Gordon’s book
synectics. The method combines group interaction rules with a creative process
centered around the use of metaphor and drawing analogies from diverse disciplines.
Menurut Wake (2000: 270) Sinektik adalah pendekatan
untuk mempromosikan kreativitas yang kompatibel dengan paradigma desain.
Istilah sinektik berasal dari Yunani Symectikos, yang berarti bergabung
bersama unsur-unsur yang berbeda dan tampaknya tidak relavan menjadi satu
kesatuan yang utuh. Sinektik muncul pada tahun 1960-an, dengan penerbitan buku Synectics karya William J. J. Gordon.
Metode ini menggabungkan aturan interaksi kelompok dengan proses kreatif yang
berpusat di sekitar penggunaan metafora dan menggambar analogi dari berbagai
disiplin.
According Chandrasekaran (2014: 38) The word
“Synectics” is derived from the Greek word synectics, meaning collecting and
fitting together of different and apparently irrelevant elements. Synectics theory
is applied for integration of individual’s diverse opinion in to a
problem-stating and problem – solving matter. It is an operational theory for
conscious use of preconscious psychological mechanisms present in man’s
creative activity. The scope of developing such a theory is to increase the
probability of success in problem–stating and problem – solving situations.
This increase depends on awareness of mechanisms which worked through to arrive
at solution of fundamental novelty.
Menurut
Chandrasekaran (2014: 38) Kata
"Sinektik" berasal dari kata Yunani synectics, yang berarti mengumpulkan dan menyatukan unsur-unsur
yang berbeda dan tampaknya tidak relevan. Teori sinektik diterapkan untuk
mengintegrasikan pendapat beragam individu ke masalah yang menyatakan masalah
dan memecahkan masalah. Ini adalah teori operasional untuk penggunaan sadar
mekanisme psikologis sadar hadir dalam aktivitas kreatif manusia. Ruang lingkup
pengembangan teori semacam itu adalah untuk meningkatkan probabilitas keberhasilan
dalam masalah - menyatakan dan memecahkan masalah situasi. Peningkatan ini
tergantung pada kesadaran mekanisme yang berhasil untuk mencapai solusi
kebaruan mendasar.
Menurut
Abdurrahman dalam Olahairullah (2015: 1) dalam Alia (2016: 354-355), memberikan
pengertian Synectic bahwa: “Synectic adalah model pengembangan kreativitas
untuk memecahkan masalah dengan melatih individu untuk bekerja sama mengatasi
problema sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya”. Sementara itu, Sudjana
dan Suwariyah mengemukakan pengertian Synectic, bahwa “Synectic adalah suatu
pendekatan untuk mengembangkan kreativitas siswa, termasuk kreativitas dalam
mengarang (creative writing)”.
According Karimah (2016: 95) Synectics model is a
teaching model oriented to individual self-development which focuses heavily on
individual psychology and creativity development (Hardini, 2014). This model
was first designed in the industrial sector by Gordon for the purposes of
meeting the demands of individual activities in their groups to solve problems
and to improve products (Joyce & Weil, 1992: 236). After the success in the
industrial sector, the model is implemented in the school sector with similar
objectives: to increase the student’s creativity to the expected level where it
can help them to solve problems creatively.
Menurut
Karimah (2016: 95) Model sinektik
adalah model pengajaran yang berorientasi pada pengembangan diri individu yang
sangat berfokus pada pengembangan psikologi dan kreativitas individu (Hardini,
2014). Model ini pertama kali dirancang di sektor industri oleh Gordon untuk
keperluan memenuhi tuntutan aktivitas individu dalam kelompok mereka untuk
memecahkan masalah dan untuk meningkatkan produk (Joyce & Weil, 1992:
236). Setelah sukses di sektor industri, model ini
diterapkan di sektor sekolah dengan tujuan serupa: untuk meningkatkan
kreativitas siswa ke tingkat yang diharapkan di mana ia dapat membantu mereka
memecahkan masalah secara kreatif.
According Kaur (2016: 3602) "Synectics" is
a teaching model, developed by William J.J. Gordon, to “Enhance Creative
Thought". Synectics is an instructional model designed to make students
more creative and help them see old ideas in new ways by using Making the
familiar strange (MFS) and Making the
Strange Familiar (MSF) approaches. This model of teaching gives more emphasis
on metaphors and analogies for developing the creativity of the learners
.Gordon has described three types of metaphors such as direct analogy, personal
analogy, and compressed conflict.
Menurut
Kaur (2016: 3602) "Synectics"
adalah model pengajaran, yang dikembangkan oleh William J.J. Gordon, untuk
“Meningkatkan Pemikiran Kreatif.” Sinektik adalah model instruksional yang
dirancang untuk membuat siswa lebih kreatif dan membantu mereka melihat ide-ide
lama dengan cara-cara baru dengan menggunakan Making the familiar strange (MFS) dan Making the Strange Familiar (MSF) approaches. Pengajaran memberikan penekanan lebih pada metafora dan
analogi untuk mengembangkan kreativitas para peserta didik. Gordon telah
menggambarkan tiga jenis metafora seperti analogi langsung, analogi pribadi,
dan konflik terkompresi.
Menurut
Dahlan (1990) dalam Agustin (2017: 743) mengatakan bahwa model sinektik adalah
model pembelajaran yang menumbuhkan kreativitas siswa melalui analogi-analogi
seperti analogi personal (membayangkan menjadi objek yang dibandingkan) analogi
langsung (membedakan dua objek atau konsep sederhana) dan konflik padat
(memberikan pertentangan pada objek). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa model sinektik
dapat mengembangkan kemampuan kreativitas siswa dan model ini dapat diterapkan
secara individu mau pun kelompok.
According Khan (2018: 189) This model provides learners
an opportunity to
think and find
new ways off understanding problems, concepts or
ideas. And it also enables teachers to find
and apply new
ways of thinking
about students, their
learning, their motivation, nature
of punishment and nature
of problems that
learners often face (Dastjerdi,
2001; Shabani, 2011) [as stated in Abed, et al. 2015]. As a result, the habit of deep thinking
develops (Walker, 2009). Abstract concepts are always difficult for the
students particularly for the
novice. It is because
they are unable
to comprehend ambiguous, intangible attributes
of the concept.
Synectics Model while
using of analogies concretizes
such attributes of the concept. The students taught using this
model become able
to generate prototype
substitute for the concept
(Newby & Stepich,
1987).
Menurut
Khan (2018: 189) Model ini
memberikan siswa kesempatan untuk berpikir dan menemukan cara-cara baru untuk
memahami masalah, konsep atau ide. Dan itu juga memungkinkan guru untuk
menemukan dan menerapkan cara berpikir baru tentang siswa, pembelajaran mereka,
motivasi mereka, sifat hukuman dan sifat masalah yang sering dihadapi siswa
(Dastjerdi, 2001; Shabani, 2011) [sebagaimana dinyatakan dalam Abed, dkk. .
2015]. Akibatnya, kebiasaan berpikir mendalam berkembang (Walker, 2009).
Konsep abstrak selalu sulit bagi siswa khususnya untuk
pemula. Itu karena mereka tidak mampu memahami atribut-atribut konsep yang
tidak jelas dan tidak berwujud. Model Synectics saat menggunakan analogi
mengkonkretkan atribut konsep tersebut. Para siswa yang diajarkan menggunakan
model ini menjadi mampu menghasilkan prototipe pengganti konsep (Newby &
Stepich, 1987).
Dalam sinektik, kita akan memperhatikan model inovatif yang secara tak
terduga menggunakan cara-cara otak kiri kesempatan rasional untuk menghasilkan
gaya berfikir otak kanan. Siswa-siswa belajar untuk memikirkan tentang proses
pemecahan masalah mereka dan mendapatkan otak ukuran kontrol metakognitif
tentang bagaimana mereka memecahkan masalah seperti memahami bagaimana untuk
memulai sebuah esai, mendekati konflik, atau mengatasi kebingungan. Selain itu,
sinektik bersifat menyenangkan dan membangun empati, termasuk perasaan
kehangatan dalam kelompok didalam dan diluar sekolah. ( Joyce, 2016: 243-244).
Menurut
Arif (2016: 30) Sinektik adalah suatu aktivitas kelompok yang mencoba
membangun, mengkomunikasikan dan mengembangakan gagasan untuk memberikan solusi
kreatif terhadap permasalahan rancangan. Pada pelaksanaan sinektik tidak
diperkenankan adanya kritik dan dihasilkan satu solusi tunggal. Ciri utama dari
sinektik adalah membangkitkan analogi, yang terdiri dari: a) Anologi langsung,
b) Anologi personal, c) Analogi Simbolik, d) Analogi fantasi.
2.1.2
Tahap Kreatif Dan Proses Sinektik
Menurut
Djudin (2013: 182) Model mengajar Synectics dikembangkan oleh William Gordon
(1961). Model ini didasarkan pada 4 (empat) pemikiran/gagasan yang bertentangan
dengan pendangan konvensional tentang kreativitas. Pertama, kreativitas berperan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Model ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,
pengungkapan gagasan kreatif, empati, pemahaman dalam hubungan social. Makna
suatu gagasan dapat ditingkatkan melalui aktivitas kreatif. Kedua, proses kreatif bukanlah suatu hal
yang misterius. Proses kreatif dapat dideskripsikan dan dilatihkan kepada orang
lain secara langsung untuk meningkatkan kreativitasnya. Gordon berasumsi bahwa
jika individu memahami dasar-dasar proses kreatif, mereka dapat memahami
pemahaman itu untuk meningkatkan kreativitas secara bebas dalam kehidupan dan
pekerjaannya. Kreativitas dapat ditingkatkan melalui analisis sadar yang
mengarahkannya untuk mendeskripsikan dan menciptakan prosedur pelatihan yang
dapat diterapkan di sekolah dan pada setting yang lain.
Ketiga, penemuan
kreativitas sama untuk semua bidang (tidak hanya pada seni) dan dicirikan oleh
kesamaan proses intelektual yang mendasarinya. Keempat, Invensi/penemuan (berpikir kreatif) baik secara perorangan
maupun berkelompok memiliki kesamaan. Individu dan kelompok menghasilkan gagasan
dalam cara/pola yang hampr sama. Kreativitias bukanlah semata-mata pengalaman
pribadi, tetapi dapat disumbangkan (be shared) orang lain.
Menurut
Joyce (2016: ) Satu gagasan yang menarik adalah dengan membawa proses kreatif
kepada kesadaran dan dengan mengembangkan bantuan nyata untuk kreativitas, kita
dapat langsung meningkatkan kemampuan kreatif, individu dan kelompok. Gagasan
yang lain adalah bahwa komponen emosional lebih penting dari pada komponen
intelektual, komponen irasional lebih penting dari rasional.”(Gordon,1961:6).
Kreativitas adalah perkembangan pola mental baru. Saling pengaruh yang tidak
rasional meninggalkan ruang bagi pemikiran tanpa akhir yang terbuka (open
ended) yang dapat mengarah ketahapan mental dimana gagasan-gagasan baru
dimungkinkan. Namun, dasar keputusan selalu bersifat rasional.
Tahap
analogistik adalah lingkungan mental terbaik untuk mengeksplorasi dan
memperluas gagasan, tetapi bukan merupakan tahapan pengambilan keputusan.
Gordon tidak meremehkan kecerdasan linier:ia berasumsi bahwa logika digunakan
dalam pengambilan keputusan dan bahwa kompetensi teknis diperlukan untuk
pembentukan gagasan-gagasan dalam banyak bidang. Tetapi ia percaya bahwa
kreativitas pada intinya adalah proses yang emosional, proses yang memerlukan
elemen-elemen irasionalitas dan emosi untuk memperkuat proses intelektual.
2.1.3
Tujuan Model Synectik
Menurut
Mulia (2013: 16–18) dalam Agustin (2017: 743) terdapat enam manfaat dalam model
sinektik di antaranya, pengembangan kreasi menulis, menjelajahi masalah-masalah
sosial, problem solving, pengembangan kreasi rencana atau produk, memperluas
perspektif tentang suatu konsep, dan sinektik dalam kurikulum.
According Constantina (2011: 21) This method
encourages the appearance of ideas, the
modification of some of them and their combination “as a result of the
permitted analogy” the combination among the elements. The purpose of this method is the full
freedom of expression of its participants, the development of initiatives for
expressing original ideas, for associating them and for bringing together
“elements that apparently have no connection between them”. The teacher has the role to encourage the pupils/students to
think in a nonconformist manner (while trying to find solutions), and to make use of digression.
The evaluation of the result obtained will take into account the “following
indicators: ideas emitted during the stage of the synectic itinerary,
classification of the solutions proposed, experimentation and application of
the summative model” By means of
synectics, the unknown becomes known, the incubation stage is covered, the
“emergence of new ideas is favored” (concerning the proposed problem), the
accent falls on psychological conditions,
on unreal, euphoric
feelings that in their
turn trigger the appearance of new solutions.
Menurut
Constantina (2011: 21) Metode ini
mendorong munculnya ide-ide, modifikasi dari beberapa dari mereka dan kombinasi
mereka "sebagai hasil dari analogi yang diizinkan" kombinasi di
antara unsur-unsur. Tujuan
metode ini adalah kebebasan penuh ekspresi para pesertanya, para
pengembangan inisiatif untuk mengekspresikan ide orisinal,
untuk menghubungkan mereka dan untuk menyatukan “elemen yang tampaknya tidak
memiliki hubungan di antara mereka”. Guru memiliki peran untuk mendorong siswa
/ siswa untuk berpikir dengan cara yang tidak sesuai (ketika mencoba mencari
solusi), dan memanfaatkan penyimpangan. Evaluasi hasil yang diperoleh akan
mempertimbangkan “indikator berikut: ide yang dipancarkan
selama tahap perjalanan sinektik, klasifikasi solusi yang diusulkan, eksperimen dan penerapan
model sumatif ” Dengan
cara sinektik, yang tidak diketahui menjadi dikenal, tahap inkubasi ditutupi,
"munculnya ide-ide baru yang disukai" (mengenai masalah yang
diusulkan), aksen jatuh pada kondisi psikologis, pada perasaan euforia yang
nyata, yang pada gilirannya memicu munculnya solusi baru.
Menurut
Gordon (Dahlan: 1984:87, Bruce Joyce, dkk.: 2009) dalam Karwati (2012: 50),
model ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, ekspresi
kreatif, empati, dalam hubungan sosial. Penekanan pada ide-ide yang bermakna
dapat meningkatkan aktivitas kreatif melalui bantuan daya pikir yang lebih
kaya. Proses kreatif dapat dimanfaatkan untuk melatih individu guna
meningkatkan kreatifitas peserta didik.
2.1.4
Prinsip-Prinsip Reaksi Model Synectik
Menurut
Joyce (2016: 265) Para guru mencatat seberapa jauh siswa terlihat terikat
dengan pola berpikir yang teratur, dan para guru berusaha untuk memengaruhi
tahapan psikologis yang mungkin menghasilkan respons kreatif. Selain itu, para
guru sendiri harus menggunakan ketidakrasionalan untuk mendorong siswa yang
malas agar dengan sendirinya menikmati ketidak-keterkaitan, fantasi,
simbolisme, dan perlengkapan lain yang diperlukan untuk memecahkan seperangkat
alur berpikir. Karena guru sebagai model mungkin penting untuk metode, guru harus
belajar menerima sesuatu yang aneh dan tidak biasa. Guru harus menerima semua
respons siswa untuk memastikan bahwa siswa tidak menerima penilaian eksternal
tentang ungkapan kreatif mereka. Semakin sulit masalah atau kelihatannya
semakin sulit, maka semakin perlu bagi guru untuk menerima analogi-analogi yang
terlalu jauh sehingga siswa mengembangkan perspektif yang segar.
Para
guru sebaiknya menjaga agar tidak melakukan analisis yang terlalu dini. Mereka
juga mengklarifikasi dan merangkum kemajuan kegiatan pembelajaran, sehingga
menghasilakan perilaku memecahkan masalah dari siswa. Para guru perlu
mengingat, dikebanyakan sekolah, ada kebergea-gesaan untuk menutup perdebatan.
Pada semua model yang telah kita bahas sejauh ini, kajian serta analisis yang
hati-hati dan menghasilakan pembelajaran yang lebiih baik.
2.1.5
Tahap-Tahap Model Synectik
Menurut
Joyce (2016: 262-263) Sebetulnya ada dua strategi atau model pengajaran yang
didasarkan pada prosedur sinektik. Salah satu diantaranya, menciptakan sesuatu
yang baru, dirancang untuk membuat hal yang asing menjadi familier, untuk
membantu siswa melihat masalah-masalah, gagasan, atau produk-produk lama dalam
cahaya baru yang lebih kreatif. Strategi lain, membuat yang asing/aneh menjadi
familier, dirancang untuk membuat gagasan baru yang tidak familier menjadi
lebih bermakna. Meskipun kedua strategi menggunakan tiga jenis analogi,
tujuannya, sintaks, dan prinsip-prinsip reaksinya berbeda, kita mengacu pada
penciptaan sesuatu yang baru sebagai strategi satu dan membuat yang asing/aneh menjadi familier
sebagai strategi dua.
Strategi satu membantu siswa melihat
hal-hal yang familier dengan cara yang tidak familier dengan menggunakan
analogi-analogi untuk menciptakan jarak konseptual. Kecuali untuk tahap akhir,
dimana siswa kembali ke masalah asli, mereka tidak membuat perbandingan
sederhana. Tujuan strategi ini mungkin untuk mengembangkan pemahaman baru;
untuk berempati showoff (sifat pamer) atau bully; untuk merancang pintu utama
atau kota; untuk memecahkan masalah sosialatau masalah antar personal, seperti
pememogokan yang tidak perlu, atau dua siswa yang berkelahi; ata memecahkan
masalah pribadi, seperti bagaimana berkonsentrasi dengan lebih baik ketika
membaca. Proses sinektik tidak boleh tergesa-gesa. Peran penting guru adalah
untuk menjaga terhadap analisis yang prematur dan penutupan.
Strategi dua, membuat yang
aneh/asing menjadi familier, berusaha untuk meningkatkan pemahaman siswa dan
internalisasi bahan baru atau bahan yang sulit secara substansial. Dalam strategi
ini, metafora digunakan untuk menganalisis, bukan untuk menciptakan jarak
konseptual seperti pada strategi satu. Sebagai contoh, guru dapan menyajikan
konsep budaya kepda siswa-siswanya. Dengan menggunakan analogi linier (seperti
kompor atau rumah), siswa-siswa mulai mendefinisikan karakteristik yang ada dan
karakteristik-karakteristik yang kekurangan konsep. Strategi bersifat analitis
dan konfergen : siswa-siswa terus-menerus bergantia antara
mendefinisikankarakteristik subjek yang lebih familier dan membandingkannya
dengan karakteristik topik yang tidak familier.
Dalam fase satu dari strategi ini,
menerangkan topik baru, siswa-siswa diberi informasi. Dalam fase dua, guru atau
siswa menunjukkan analogi langsung. Fase tiga melibatkan “ menjadi familier”
(mewujudkan analogi langsung). Dalam fase empat, siswa-siswa mengindentifikasi
dan menerangkan poin-poin kesamaan analogi materi substantif. Dalem fase lima,
siswa-siswa menerangkan perbedaan antara analogi-analogi. Sebagai ukuran
aukuisis informasi baru, siswa menganalisis analogi-analoginya sendiri yang
familier dalam fase enam dan tujuh.
Dalam strategi satu, siswa-siswa
mengerjakan serangkaian analogi tanpa batasan logis; jarak konseptual
ditingkatkan, dan imajinasi bebas untuk berkelana. Pada strategi dua, siswa
berusaha untuk menghubungkan dua gagasan dan mengidentifikasi hubungan itu
ketika mereka mengerjakan analogi.
Strategi yang dipilih guru tergantung pada apakah guru berushan membantu
siswa-siswa menciptakan segala sesuatu yang baru atau untuk mengeksplorasi
sesuatu yang tidak familier.
Menurut
Aunurrahman (2013: 163) Penerapan model sinektik di dalam proses pembelajaran
dilakukuan melalui enam tahap;
1. Guru
menugaskan siswa untuk mendeskripsikan situasi yang ada sekarang,
2. Siswa
mengembangkan berbagai anaogi, kemudian memilih satu diantara analogi tersebut
kemudian mendeskripsikan dan menjelaskannya secara mendalam,
3. Siswa
menjadi bagian dari analogi dari yang dipilihnya pada tahap sebelumnya,
4. Siswa
mengembangkan pemikiran dalam bentuk deskripsi-deskripsi dari yang
dihasilkannya pada tahap dua dan tiga, kemudian menemukan pertentangan-pertentangan,
5. Siswa
menyimpulkan dan menentukan anologi-analogi tidak langsung lainnya,
6. Guru
mengarahkan agar siswa kembali pada tugas dan masalah semula dengan menggunakan
analogi-analogi terakhir atau dengan menggunakan seluruh pengalaman sinektik.
Menurut
Yulhendri (2016:29) Strategi yang kedua dirancang untuk membuat sesuatu gagasan
yang baru dan tidak familier menjadi
lebih bermakna, adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: pertama, guru
menyediakan informasi tentang topik
baru. Kedua, guru memberikan analogi langsung dan meminta siswa menggambarkannya. Ketiga, guru meminta siswa
untuk menjadi analogi langsung. Keempat,
guru menyuruh siswa untuk mengidentifikasi dan menjelaskan poin-poin kesamaan antara
materi baru dengan analogi langsung. Kelima, siswa diminta untuk menjelaskan
dimana saja letak analogi yang tidak
sesuai. Keenam, siswa kembali mengeksplorasi topik yang asli. Ketujuh,
siswa diminta untuk membuat analogi langsung dan mengeksplorasi persamaan dan
perbedaannya.
Dalam model pembelajaran ini tugas
seorang guru adalah mendorong keterbukaan siswa, ketidakrasionalan siswa dalam
mempermudah imajinasi, membantu siswa untuk berekspresi untuk lebih kreatif,
memperagakan analogi, menerima seluruh respons siswa dan memilih
analogi-analogi yang membantu siswa untuk memperpanjang pemikiran mereka.
According Joyce (2003: 416) Commonly synectics is used
to generate fresh perspectives on a topic or problem either for clarification
or to permit alternative conceptions or solutions to be explored. Thus it
generally begins by soliciting from students a product representing their
current thinking. They can formulate the problem, speak or write about the
topic, enact a problem, draw a representation of a relationship—there are many
alternatives. The function of this phase is to enable them to capture their
current thoughts about the subject at hand.
Menurut
Joyce (2003: 416) Biasanya sinektik
digunakan untuk menghasilkan perspektif baru tentang suatu topik atau masalah
baik untuk klarifikasi atau untuk memungkinkan konsepsi atau solusi alternatif
untuk dieksplorasi. Dengan demikian umumnya dimulai dengan meminta dari siswa
suatu produk yang mewakili pemikiran mereka saat ini. Mereka dapat merumuskan
masalah, berbicara atau menulis tentang topik, memberlakukan masalah,
menggambar representasi hubungan — ada banyak alternatif. Fungsi fase ini
adalah memungkinkan mereka menangkap pemikiran mereka saat ini tentang subjek
yang ada.
According Tierauf (1987: 23) Essentially, the
synectic process involves two steps: (1) making the strange familiar and (2)
making the familiar strange. The firs step requires that the problem be
understood and that the ramifications be considered. The mind tends to
emphasize one’s own experiences and to force strange ideas into an acceptable
pattern. Thus, it is necessary to reorient these strange ideas into familiar
ones. The second step, making the familiar strange, involves distorting,
inverting, and transposing the problem in an attempt to view the problem from
an unfamiliar perspective.
Menurut
Tierauf (1987: 23) Pada dasarnya, proses sinektik melibatkan dua langkah: (1)
membuat familiar yang aneh dan (2) membuat yang aneh familiar. Langkah pertama
menuntut agar masalah dipahami dan konsekuensi dipertimbangkan. Pikiran
cenderung menekankan pengalamannya sendiri dan memaksakan ide-ide aneh ke dalam
pola yang bisa diterima. Dengan demikian, perlu untuk mengorientasi kembali
ide-ide aneh ini kedalam yang sudah dikenal. Langkah kedua, membuat yang asing
yang akrab, melibatkan distorsi, pembalikkan, dan transposisi masalah dalam
upaya untuk melihat masalah dari perspektif yang tidak dikenal. Untuk membantu
dalam melihat masalah dari sudut yang berbeda (membuat aneh akrab).
Menurut Sani (2015: 119-120)
Langkah-langkah model
pembelajaran Sinektik, meliputi:
Sintaks: (strategi satu : menciptakan sesuatu yang baru)
Fase 1 : Deskripsi kondisi sekarang
Guru meminta peserta didik mendeskripsikan situasi atau
topik yang dilihatnya pada saat ini.
Fase 2 : Analogi langsung
Peserta didik menyarankan analogi langsung, memilih, dan
mengeksplorasinya.
Fase 3 :
Analogi personal
Peserta didik “menjadi “ analogi yang dipilihnya pada
fase 2.
Fase 4 : Penekanan konflik
Peserta didik mengambil deskripsi pada fase 2 dan fase 3,
menyarankan beberapa penekanan konflik.
Fase 5 : Analogi langsung
Mengembangkan dan memilih analogi langsung yang lain
berdasarkan penekanan konflik.
Fase 6 : Memeriksa kembalintugas awal
Guru meminta siswa kembali ke tugas atau permasalahan
awal dan menggunakan analogi terakhir untuk pengalaman sinektik.
Sintaks : (strategi dua : membuat sesuatu yang asing
menjadi di kenal
Fase 1 : Menyediakan input
Guru menyediakan informasi atau topik baru.
Fase 2 : Analogi langsung
Guru menyarankan analogi langsung dan meminta peserta
didik mendeskripsikan analogi.
Fase 3 : Analogi personal
Guru meminta peserta didik “menjadi” analogi langsung .
Fase 4 : Membandingkan analogi
Peserta didik mengidentifikasi dan menjelaskan kesamaan
antara bahan yang baru dengan analogi langsung.
Fase 5 : Menjelaskan perbedaan
Peserta didik menjelaskan letak ketidaksesuaian analogi.
Fase 6 :
Eksplorasi
Peserta didik mengeksplorasikan kembali topik awal dengan
menggunkan bahasanya sendiri
Fase 7 : Mengembangkan analogi
Peserta didik memberikan analogi sendiri dan mengeksplorasi
kesamaan serta perbedaannya.
2.1.6
Aktivitas Metaforis
Menurut Joyce (2016: 256-257) Melalui
aktivitas metaforis model sinektik, kreativitas menjadi sebuah proses sadar. Metafora-metafora
memantapkan hubungan kesenangan, perbandingan satu objek atau gagasan dengan
menggunakan saling penggantian objek atau gagasan. Melalui substitusi ini
proses kreatif berlangsung, menghubungkan yang familier dengan yang tidak
familier atau menciptakan gagasan baru dari gagasan yang familier.
Strategi sinektik yang menggunakan
kegiatan metaforis dirancang, kemudian menyediakan struktur dimana orang dapat
membebaskan diri mereka sendiri untuk mengembangkan imajiasi dan wawasan
kedalam kegiatan sehari-hari. Tiga jenis analogi digunakan sebagai dasar
latihan sinektik: analogi personal, analogi langsung, dan analogi konflik
singkat.
·
Analogi Personal
Pembuatan
analogi personal mewajibkan siswa untuk berempati dengan gagasan-gagasan atau
objek untuk dibandingkan. Siswa-siswa harus merasakan bahwa mereka telah
menjadi bagian dari elemen fisik masalah. Identifikasi mungkin dengan
seseorang, tanaman, hewan atau benda mati. Sebagai contoh, siswa-siswa dapat
diintruksikan ”jadilah sebuah mesin mobil. Seperti apa rasanya? Jelaskan
bagaimana rasanya ketika kalian memulainya dipagi hari; ketika baterainya mulai
habis; ketika kalian sampai ketanda lalu lintas.”
Inti dari analogi personal ini
adalah keterlibatan empati. Gordon(1961) memberikan contoh situasi masalah
dimana pakar kimia secara personal mengidentifikasi molekul yang sedang
bereaksi. Gordon mungkin bertanya, “bagaimana saya merasa apabila saya adalah
sebuah molekul?” dan kemudian merasa dirinya sendiri sebagai bagian dari
“aliran molekul-molekul yang menari-nari.”
Analogi personal mensyaratkan
hilangnya diri ketika diri mengirimkan dirinya sendiri keruang atau objek lain.
Semakin besar jarak kenseptual yang diciptakan oleh hilangnya diri, maka
semakin memungkinkan analogi bersifat baru dan semakin memungkinkan analogi
bersifat baru dan semakin memungkinkan siswa menjadi kreatif atau inovatif. Gordon mengidentifikasi empat
tingkat keterlibatan dalam analogi personal:
1. Deskirpsi
fakta orang pertama. Orang menyebutkan daftar fakta terkenal, tetapi tidak
menyajikan cara baru memandang objek atau hewan dan tidak menunjukkan
keterlibatan empati. Dalam hal mesin mobil, orang mungkin berkata, “ saya
merasa berminyak” atau “ saya merasa gerah.”
2. Identifikasi
emosi orang pertama. Orang menyebutkan emosi umum tetapi tidak menampilkan
wawasan-wawasan baru:”saya merasa kuat” (seperti mesin mobil).
3. Identifikasi
empati terhadap benda hidup. Siswa mengidentifikasi subjek analogi secara
emosional dan kinestetik: “ketika anda tersenyum seperti itu, saya tersenyum habis-habisan.”
4. Identifikasi
empati terhadap benda mati. Level ini memerlukan paling banyak komitmen. Orang
melihat dirinya sendiri sebagai objek inorganik dan berusaha untuk
mengeksplorasi masalah dari sudut pandang simpatetik “saya merasa
dieksploitasi. Saya tidak dapat menetukan kapan saya mulai dan behenti.
Seseorang melakukannya untuk saya” (seperti mesin mobil).
Tujuan
memperkenalkan tingkat analogi personal ini bukanlah untuk mengidentifikasi
bentuk-bentuk kegiatan metaforis , tetapi untuk memberikan panduan tentang
seberapa bagus jarak konseptual telah di tetapkan. Gordon percaya bahwa
kegunaan analogi-analogi berbanding lurus dengan jarak yang diciptakan. Semakin
besar jarak, maka semakin mungkin siswa untuk datang dengan gagasan-gagasan
baru.
·
Analogi langsung
Analogi
langsung adalah perbandingan dua objek atau konsep. Perbandingan tidak harus
identik disemua hal. Fungsinya hanya untuk mengubah urutan kondisi topik nyata
atau situasi masalah ke situasi lain agar dapat menampilkan pandangan baru
tentang gagasan atau masalah. Hal ini melibatkan identifikasi dengan orang,
tanaman, hewan atau benda ,mati. Gordon mengutip pengalaman insinyur yang
memperhatikan berlubangnya kayu yang dilakukan oleh shipworm (sejenis cacing
laut yang melubangi kapal kayu). Ketika cacing memakan kayu untuk membuka
jalannya dengan membuat tabung untuk dirinya sendiri dan bergerak maju,
insinyur Sir March Isumbard Brunel, mendapatkan gagasan menggunakan peti tempat
bahan peledak untuk membuat terowongan bawah air ( Gordon, 1961, hal. 40-41).
Contoh lain dari analogi langsung terjadi ketika sebuah kelompok berusaha untuk
merancang sebuah kaleng dengan tutup yang dapat digunakan untuk membuka kaleng
ketika kaleng sudah terbuka. Dalam contoh ioni, analogi kencang polong
pelan-pelan muncul, yang menghasilkan gagasan lipatan kecil/kelim yang
ditempatkan jauh di bawah tutup kaleng, sehingga memungkinkan tutup dapat
dibuka.
·
Konflik yang
dipersingkat
Bentuk
metaforis ketiga adalah konflik singkat, umumnya frasa dua kata dimana
kata-kata terlihat saling berlawanan. Tiredly aggressive dan friendly foe adalah dua contohnya.
Contoh-contoh Gordon adalah lifesaving destroyer dan nourishing flame. Gordon
juga mengutip ungkapan pasteur, safe attack. Konflik yang dipersingkat, menurut
Gordon, memberikan wawasan paling luas tentang sebuah subjek baru. Konflik yang
dipersingkat tersebut mencerminkan kemampuan siswa untuk menggabungkan dua
kerangka referensi menyangkut objek tunggal. Semakin besar jarak antara
kerangka referensi, maka semkin besar fleksibilitas mental.
2.1.7
Sistem Pada Model Synectik
a.
Sistem Sosial: Kedua Strategi
Menurut
Joyce (2016: 264-265) Kedua model atau strategi disusun cukup bagus, dengan
guru yang mengawali pengurutan dan memandu penggunaan mekanisme operasional.
Guru juga membantu siswa mencerdaskan proses mental mereka. Namun, siswa-siswa
memiliki kebebasan dalam pembahasan open-ened ketika mereka turut serta dalam
memecahkan masalah metaforis. Norma-norma kerja sama, “memainkan angan-angan,”
dan kesetaraan intelektual serta emosional sangat penting untuk memantapkan
seting untuk memecahkan masalah secara kreatif. Penghargaan bersifat internal,
berasal dari kepuasan dan kebahagiaan siswa terhadap kegiatan pembelajaran.
b.
Sistem Pendukung: Kedua Strategi
Menurut
Joyce (2016: 265-266) Hampir semua kelompok memerlukan pemberian fasilitas
olehseseorang pemimpin yang kompeten dalam prosedur sinektik. Dalam kasus
masalah ilmiah, juga diperlukan sebuah laboratorium yang dapat membangun
model-model pengajaran dan perlengkapan lain untuk membuat masalah-masalah
menjadi konkret dan untuk memungkinkan penemuan praktis berlangsung. Siswa
memerlukan ruang kerjanya sendiri dan lingkungan dimana kreativitas akan
dihargai dan dimanfaatkan. Ruang kelas khusus mungkin dapat menyediakan
kebutuhan-kebutuhan ini, tetapi sebuah kelompok sebesar ruang kelas mungkin
menjadi terlalu besar untuk banyak kegiatan sinektik, dan kelompok yang lebih
kecil perlu untuk diciptakan.
2.1.8 Penerapan Model Sinektik
a. Menggunakan Sinektik dalam
Kurikulum
Prosedur
sinektik dapat digunakan untuk siswa-siswa di semua bidang kurikulum. Prosedur
sinektik dapat diterapkan kepada diskusi guru-siswa di ruang kelas dan
materi-materi yang dibuat guru untuk para siswa. Produk atau sarana kegiatan
sinektik tidak perlu dituliskan, produk atau sarana dapat berupa lisan, atau
dapat mengambil bentuk role play, gambar atau grafik, atau hanya perubahan pada
perilaku. Ketika menggunakan sinektik untuk memperhatikan masalah-masalah
social atau masalah perilaku. Anda dapat berharap untuk memperhatikan perilaku
situsional sebelum dan sesudah kegiatan sinektik dan mengamati perubahannya.
Juga menarik untuk menyeleksi gaya-gaya pengungkapan yang berlawanan dengan
topik aslinya, seperti meminta siswa untuk mengambar bertema prasangka atau
diskriminasi. Konsepnya abstrak, tetapi gaya pengungkapannya konkret.
b. Menulis Kreatif
Strategi
satu dari model sinektik dapat langsung diterapkan ke menulis kreatif, bukan
hanya karena ia merangsang penggunaan anologi-anologi tetapi kerana ia membantu
“memecahkan perangkat (break self)”
ketika penulis berusaha untuk memperluas jangkauan perlengkapan yang dapat
mereka gunakan untuk mendekati tugas-tugas ekspresif dalam genre yang bersifat
menjelaskan (expository), persuasive,
dan naratif.
c. Mengeksplorasi Masalah Sosial
Strategi
satu memberikan alternatif untuk mengeksplorasi isu-isu sosial, khususnya
isu-isu dimana para siswa diberi definisi dan solusi. Metafora menciptakan
jarak, sehingga konfrontasi tidak mengancam pembelajar, dan diskursi serta
pengujian diri dimungkinkan. Fase anologi personal sangat penting untuk
mengembangakan wawasan.
d. Memecahkan Masalah
Tujuan
strategi dua adalah untuk memecahkan perangkat (break set) dan mengkonseptualisasi mesalah dengan cara baru agar
dapat menyarankan pendekatan segar daalam kehidupan pribadi serta di ruang
kelas. Hubungan social di dalam kelas, resolusi konflik, bagaimana untuk
mengatasi kegelisahan akan pelajaran matematika, bagaimana agar merasa lebih
baik ketika mengenakan kacamata, bagaimana menghentikan kebiasaan menggoda
orang – daftar tersebut tidak pernah berakhir.
e. Menciptakan Desain atau Produk
Sinektik
juga dapat digunakan untuk menciptakan produk atau desain. Produk adalah
sesuatu yang berwujud, seperti lukisan, bangunan, atau rak buku, sedangkan
desain adalah sebuah rancangan, seperti gagasan untuk pesta atau alat
transportasi baru. Sebetulnya, desain atau rencana menjadi nyata, tetapi untuk
tujuan model ini mereka tetap berada sebagai sketsa atau garis besar.
f. Memperluas Perspektif Konsep Kita
Gagasan
abstrak seperti budaya, prasangka, dan ekonomi sulit untuk diinternalisasikan
karena tidak dapat melihat dengan cara yang sama seperti kita dapat melihat
meja atau bangunan, tetapi kita sering menggunakannya dalam bahasa kita.
Sinektik adalah cara terbaik untuk membuat gagasan yang “aneh/asing” menjadi
familier dan dengan demikian memperoleh perspektif lain tentang hal ini.
Kita
telah mengetahui bahwa sinektik dapat digunakan untuk semua usia, meskipun
untuk anak-anak yang masih sangat kecil cara yang paling baik adalah dengan
memberikannya bersamaan dengan latihan pemanasan (stretching exercise). Di luar
itu semua, penyesuaian sama seperti untuk pendekatan pengajaran
lainnya-kepedulian untuk bekerja dalam pengalaman mereka, banyak menggunakan
bahan-bahan yang konkret, penuh perhatian, dan penjelasan prosedur yang baik.
Sinektik
mudah dikombinasikan dengan model-model pengajaran lain. Sinektik dapat
melonggarkan konsep-konsep yang sedang dieksplorasi dengan kelompok pemrosesan
informasi; membuka dimensi masalah social yang dieksplorasi melalui permainan
peran (role playing), penyelidikan kelompok, atau pemikiran yurisprudens, dan
memperluas kekayaan masalah dan perasaan terbuka oleh model pengajaran lain
dalam kelompok personal.
Penggunaan
sinektik yang paling efektif berkembang setiap saat. Ia memiliki hasil jangka
pendek dalam melonggarkan pandangan konsep dan masalah, tetapi ketika
siswa-siswa berulang kali mengalaminya, mereka dapat belajar bagaimana
menggunakannya dengan keterampilan yang semakin meningkat-dan mereka belajar
untuk memasuki gaya metafora dengan semakin mudah dan lengkap.
2.1.9
Kelebihan dan Kelemahan Model Synectik
Menurut
Nugraha (2017: 127-128) Model Sinektik mempunyai beberapa kelebihan antara
lain.
1. Strategi ini bermanfaat untuk
mengembangkan pengertian baru pada diri siswa tentang sesuatu masalah sehingga
dia sadar bagaimana bertingkah laku dalam situasi tertentu.
2. Strategi ini bermanfaat karena dapat
mengembangkan kejelasan pengertian dan internalisasi pada diri siswa tentang
materi baru.
3. Strategi ini dapat mengembangkan
berpikir kreatif, baik pada diri siswa maupun pada guru.
4. Strategi dilaksanakan dalam suasana
kebebasan intelektual dan kesamaan martabat antar siswa.
5. Strategi ini membantu siswa
menemukan cara berpikir baru dalam memecahkan suatu masalah.
Selain
kelebihan-kelebihan yang telah dijelaskan diatas, strategi sinektik juga
memiliki beberapa kekurangan, antara lain.
1. Strategi ini sulit dilaksanakan bagi
guru dan siswa sudah biasa melaksanakan pada penyampaian informasi, yang
terutama tertuju pada pengembangan aspek intelektual.
2. Karena strategi ini menitik beratkan
pada berpikir reflektif dan imajinatif dalam kegiatan yang terjadi dalam
situasi tertentu, maka ada kemungkinan siswa kurang menguasai faktafakta dan
prosedur melaksanakan sesuatu ketrampilan.
3. Untuk memecahkan masalah-masalah
ilmiah, maka sangat diperlukan lingkungan yang memadai dan laboratorium atau
sumber-sumber yang serasi dan memadai, yang mungkin belum terjangkau oleh
sekolah-sekolah yang belum maju.
4. Strategi menuntut agar guru mampu
menempatkan diri sebagai pemrakasa dan pembimbing, kemampuan mana belum tentu
dimiliki oleh semua guru.
2.2 KAJIAN KRITIS
Menurut kelompok kami Model pembelajaran merupakan
kerangka konseptual yang berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan
berdasarkan teori dan digunakan dalam mengorganisasikan proses belajar mengajar
untuk mencapai tujuan belajar. Selain itu juga dalam proses belajar mengajar
terjadi interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik.
Model Synectik
adalah sebuah model pembelajaran yang menekankan sisiwa untuk mencari atau
menggali informasi sendiri dengan berdasar pada arahan yang diberikan oleh guru,
yakni guru tersebut hanya memberikan gambaran atau informasi tentang suatu
bahan pelajaran kemudian siswa tersebut mengelolanya sendiri, nanti pada tahap
akhir baru guru memberikan bimbingan kembali. Jadi peran guru pada model
pembelajaran ini adalah memberikan bimbingan pada tahap awal dan tahap akhir
kegiatan.
Model
Synectik memiliki beberapa tujuan yaitu untuk memingkatkan kreativitas siswa
dalam memecahkan masalah. Peserta didik diajak untuk berpikir kritis, sehingga
peserta didik bisa lebih produktivitas.
Langkah-langkah
model synectik antara lain : Guru menugaskan siswa untuk mendeskripsikan
situasi yang ada sekarang, kemudian Siswa mengembangkan berbagai anaogi,
kemudian memilih satu diantara analogi tersebut kemudian mendeskripsikan dan
menjelaskannya secara mendalam. Siswa menjadi bagian dari analogi dari yang
dipilihnya pada tahap sebelumnya. Siswa mengembangkan pemikiran dalam bentuk
deskripsi-deskripsi dari yang dihasilkannya pada tahap dua dan tiga, kemudian
menemukan pertentangan-pertentangan. Siswa menyimpulkan dan menentukan
anologi-analogi tidak langsung lainnya. Guru mengarahkan agar siswa kembali
pada tugas dan masalah semula dengan menggunakan analogi-analogi terakhir atau
dengan menggunakan seluruh pengalaman sinektik.
Model
Synectik memiliki kelebihan dalam mewujudkan siswa berpikir kritis dan dapat
mengembangkan kreativitas mereka. Peserta didik bebas menuangkan segala yang
dipikiran mereka dan guru berperan sebagai pembimbing. Selain kelebihannya
model ini juga memiliki kekurangan, yaitu siswa dititik beratkan pada berpikir
reflektif dan imajinatif dalam kegiatan yang terjadi dalam situasi tertentu,
maka ada kemungkinan siswa kurang menguasai fakta-fakta dan prosedur
melaksanakan sesuatu ketrampilan.
2.3 Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah dibuat, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Model sinektik
(synectics) merupakan salah satu model pembelajaran yang
didesain oleh
gordon yang pada dasarnya diarahkan untuk mengembangkan kreativitas siswa.
Kreativitas merupakan proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau
konsep baru, atau hubungan baru antara gagasan dan konsep yang sudah ada
serta melatih individu untuk bekerja sama mengatasi problema sehingga mampu
meningkatkan produktivitasnya.
2.
Terdapat enam manfaat
dalam model sinektik di antaranya, pengembangan kreasi menulis, menjelajahi
masalah-masalah sosial, problem solving, pengembangan kreasi rencana atau
produk, memperluas perspektif tentang suatu konsep, dan sinektik dalam
kurikulum.
3.
langkah-langkahnya
model synectik sebagai berikut: pertama, guru menyediakan informasi tentang topik baru. Kedua, guru
memberikan analogi langsung dan meminta siswa
menggambarkannya. Ketiga, guru meminta siswa untuk menjadi analogi
langsung. Keempat, guru menyuruh siswa
untuk mengidentifikasi dan menjelaskan
poin-poin kesamaan antara materi baru dengan analogi langsung. Kelima, siswa
diminta untuk menjelaskan dimana saja letak analogi yang tidak sesuai. Keenam, siswa kembali mengeksplorasi
topik yang asli. Ketujuh, siswa diminta untuk membuat analogi langsung dan
mengeksplorasi persamaan dan perbedaannya.
4.
Model synectik
mempunyai kelebihan untuk membantu siswa menemukan cara berpikir baru dalam memecahkan
suatu masalah. Selain itu, model synectik juga memiliki kelemahan yaitu sulit
dilaksanakan bagi guru dan siswa karena sudah biasa melaksanakan pada
penyampaian informasi, yang terutama tertuju pada pengembangan aspek intelektual
3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah
ini, penyusun sudah berusaha memaparkan dan menjelaskan materi dengan
semaksimal mungkin, tapi tidak menutup kemungkinan adanya kekeliruan dalam
penyusunannya, dan juga dari segi materi yang dibahas. Oleh karena itu,
penyusun mengharapkan pembaca untuk dapat membantu penyempurnaan makalah
selanjutnya. Harapan dari penyusun semoga makalah ini dapat memberi manfaat
dalam proses pembelajaran terutama mengenai materi Model Synectik.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustin, dkk. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Sinektik Terhadap Kreativitas Siswa Pada
Materi Menggambar Imajinatif Mengenai Alam Sekitar. Jurnal Pena Ilmiah.
Vol. 2. No. 1
Alia, dkk. 2016. Efektivitas
Perbandingan Model Pembelajaran Synectic Dengan Model Konvensional (Ceramah)
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Jurnal Biotek. Vol. 4. No. 2
Arif, Muhammad. 2016. Bahan Ajar Rancangan Teknik Industri. Yogyakarta: Deepublish
Aunurrahman.
2013. Belajar dan Pembelajaran.
Bandung: Alfabeta
Chandrasekaran. 2014. Effectiveness of Synectics Techniques in Teaching of Zoology at Higher
Secondary Level. International Journal of Humanities and Social Science
Invention. Volume. 3. Issue 8.
E-ISSN
: 2319 – 7722, P-ISSN: 2319 – 7714
Constantina, Boghici. 2011. Creativity-Boosting Interactive Methods And Techniques – Key Elements
In The Didactic Strategies. Journal of Science and Arts. No. 4(17). E-ISSN
2068-3049
Djudin, Tomo. 2013. Model Pembelajaran Synectics: Suatu Tawaran Mengembangkan Kreativitas Siswa Melalui
Pembelajaran Sains. Jurnal Pendidikan Informatika dan Sains. Vol. 2 No. 2
Joyce, Bruce And Marsha Weil. 2003. Models Of Teaching Fifth Edition. New
Delhi: Private Limited
Joyce, dkk. 2016. Models of Teaching (Model-Model Pengajaran). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Karimah, dkk. 2016. Synectics-Simulation Globale Model In Français Du Tourisme Through
Multimedia Based On Local Wisdom. Vol. 1. No. 1. E-ISSN: 2527-5100. P-ISSN:
2527-5097
Kaswati, Uus. 2012. Aplikasi Model Pembelajaran Sinektik (Synectic Model). Jurnal Seni
dan Budaya Panggung. Vol. 22. No. 2
Kaur, Kiranjit
and Sesadeba Pany. 2016. Creative
Teaching: The Need Of The Hour.
Scholarly Research Journal For Humanity Science and English Language. Vol. 3/15.
ISSN: 2348-3083
Khan, Aftab Ahmad
and Nasir Mahmood. Effect of
Synectics Model of Teaching in Enhancing Students’ Understanding of Abstract
Concepts of Mathematics. Pakistan Journal of Distance & Online Learning.
Volume: IV. Issue I
Mutmainah, Ummi dan Aquami. 2016. Penerapan Model Sinektik (Synectics)
Terhadap Kreativitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
Kelas V Di Madrasah Ibtidaiyah Hijriyah II Palembang. Jurnal Ilmiah PGMI.
Vol. 2. No. 1
Nugraha, Eggie. 2017. Model Sinektik Berorientasi Berpikir Kreatif Dalam Pembelajaran Menulis
Naskah Drama (Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas Viii Smp Pgii 2 Bandung. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah. Vol. 7. No. 2. E-ISSN:
2549-2594
Sani,
Ridwan Abdullah. 2015. Inovasi
Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Tierauf, Robert J. 1987. A Problem-Finding Approach To Effective Corporate Planning. United
States of America: Qourum Books
Wake, Warren K. 2000. Design Paradigms: a Sourcebook for Creative Visualization. Canada:
John Willey & Sons, Inc.
Yulhendri dan Rita Syofyan. 2016. Pendidikan Ekonomi Untuk Sekolah Menengah Perencanaan, Strategi, dan
Materi Pembelajaran. Jakarta: Kencana
Komentar
Posting Komentar