CARA MEREMEDIASI TANAH AKIBAT TSUNAMI
TUGAS
FISIKA LINGKUNGAN
“CARA
MEREMEDIASI TANAH AKIBAT TSUNAMI”
NAMA :
NOVRI ELISABETH HUATAURUK
NIM : A1C317047
PENDIDIKAN FISIKA
PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
SIFAT TANAH DAN AIR YANG
TERPENGARUH TSUNAMI DI KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR SERTA CARA REMEDIASINYA.
Masalah utama di lapangan ditinjau dari kesuburan tanah adalah adanya
wilayah yang setelah tsunami terjadi peningkatan konsentrasi garam sehingga
salinitas tanah menjadi tinggi, walaupun ada sebagian kecil yang kadarnya masih
rendah. Salinitas tanah berkisar dari
0,05-3,56 mS cm-1 pada lapisan atas dan pada lapisan bawah sifat salinitasnya
lebih tinggi lagi yaitu berkisar dari 1,56 – 4,67 mS cm-1.
Kendati
salinitas tanah meningkat, tetapi reaksi tanahnya (pH) masih cukup baik
(normal) yaitu masih sekitar netral kecuali pada lapisan bawah yang agak asam.
Masalah lain adalah tingginya konsentrasi ion Na+ di dalam tanah sehingga dapat
membahayakan tanaman. Berdasarkan salinitas dan kandungan Na ini, dapat
dinyatakan bahwa pengaruh tsunami terhadap kualitas lahan cukup besar ditinjau
dari aspek kimia tanahnya. Tingginya salinitas tanah ini akan berpengaruh buruk
pada kualitas lahan karena banyak tanaman yang tidak dapat hidup (toleran) pada
kadar salinitas tersebut, sehingga perlu reklamasi atau ameliorasi. Akan
tetapi, tidak semua lahan terpengaruh oleh salinitas ini. Namun, di sisi lain jika dilihat dari nilai
pH, ternyata tanah ini belum terindikasi sebagai tanah salin (Soil Survey
Staff, 1998), karena nilai pH tanah masih berada di sekitar netral (5,8-7,4).
Fakta ini menunjukkan bahwa sifat-sifat salinitas yang terjadi akibat tsunami
belum bersifat permanen bahkan pada lahan lokasi A pengaruh salinitas ini tidak
nyata lagi sehingga tidak begitu sukar untuk direhabilitasi atau dikembalikan
seperti keadaan sebelum tsunami.
·
Kualitas
Air
Hasil analisis
beberapa sifat air yang diambil beberapa tempat di lokasi survei disajikan
dalam Tabel 3. Kualitas air yang berasal dari beberapa sampel air yang diambil
di lokasi studi ternyata bervariasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas
air sumur di Desa Lampuuk ini cukup baik sedangkan kualitas air drainase dan
air pemukaan kurang baik. Kualitas air sumur sampel yang telah digali kembali
di desa setempat ternyata kualitasnya cukup baik dan tampaknya tidak begitu
terpengaruh oleh intrusi garam atau tsunami, yang ditunjukkan dengan rendahnya
salinitas air (0,26-0,78 mS cm-1) dan nilai SAR yang rendah.
Air drainase dan
air permukaan yang berada di sekitar lokasi kurang baik karena masih tingginya
kadar garam (salinitas) dan walaupun pH air relatif netral (7,8). Berdasarkan
kriteria FAO (1980), kualitas air drainase ini dan air permukaan termasuk ke
dalam kategori B (kurang baik). Dengan demikian perlu dicari sumber air yang
lain di sekitar lokasi untuk pertumbuhan tanaman budidaya atau sebagai sumber
air untuk mencuci garam akibat tsunami atau dapat saja digunakan air dari umur
galian. Alternatif terakhir ini sangat dimungkinkan karena kedalaman air sumur
cukup dangkal yaitu berkisar antara 1-3 meter.
·
Lokasi
A.
Lokasi A ini merupakan areal persawahan yang terkena dampak tsunami,
namun saat ini kondisinya sudah agak membaik dan masuk ke dalam Kelas A (low
damaged area). Luas satuan lahan ini sekitar
480 hektar atau sekitar 40 persen dari total areal yang disurvei di Desa
Lampuuk. Saat ini lahan ditumbuhi dengan
rumput rawa (Aceh: Ngom) dan tanaman seperti pepadian (Aceh: Bak breei) serta
telah terdapat berbagai kehidupan air seperti ikanikan air tawar, keong mas,
ular sawah, cacing, dan lain-lain. Hal ini berarti bahwa lokasi A ini telah
kembali menyerupai habitat tanah sawah asli sebelum tsunami, sehingga tidak
terlihat lagi dampak kerusakan akibat tsunami. Kawasan ini terdapat di kaki
perbukitan di bagian utara lokasi studi. Hasil survei lapangan juga menunjukkan bahwa kawasan
ini terbebas dari sampah dan kotoran tsunami sehingga praktis tidak perlu
dibersihkan (land cleaning).
Yang diperlukan adalah pembuatan jaringan irigasi dan drainase serta
perbaikan pematang sawah jika digunakan untuk areal pertanaman padi. Mengingat
hampir seluruh permukaan tanah ditumbuhi
rumput, maka perlu pembersihan cukup dengan menggunakan traktor saat
pengolahan tanah atau secara manual dapat dilakukan dengan membabat. Ketebalan sedimen akibat tsunami rata-rata
kurang dari 5 cm dan telah bercampur menjadi lumpur dengan tanah asli. Ditinjau
dari kualitas tanah terlihat bahwa lokasi ini secara umum telah bebas dari
problem salinitas dengan DHL berkisar antara 0,05-2,0 mS cm-1. Kriteria ini
masih cukup toleran bagi pertumbuhan tanaman padi sawah sehingga tidak perlu
dilakukan reklamasi. Namun, karena kandungan beberapa unsur hara terutama N, P,
K, dan beberapa unsur lainnya agak kurang, maka diperlukan pemberian
pupuk.
·
Lokasi
B.
Lokasi B ini merupakan areal yang terkena dampak tsunami yang berdekatan
dengan pinggir pantai yang dicirikan oleh adanya endapan sedimen setebal 15-25
cm sehingga bertekstur sangat kasar yang menyebabkan infiltrasi air berjalan
sangat cepat. Sampah tsunami sekarang tidak ada lagi karena telah dibersihkan
oleh masyarakat, tetapi pengaruh salinitas air laut masih nyata. Wilayah ini
berdasarkan hasil identifikasi termasuk ke dalam Kelas B (medium damaged area),
karena nilai skor berkisar antara 8-16. Luas satuan lahan ini sekitar 96 hektar atau sekitar 8 persen dari total
areal yang disurvei di Desa
Lampuuk.
Saat ini sedang diratakan dan permukaan lahan umumnya terdapat lapisan
pasir (sedimen) sedalam 1020 cm.
Ditinjau dari kualitas tanah terlihat bahwa lokasi ini secara umum
mempunyai problem salinitas dengan DHL berkisar antara 2,154,37 mS cm-1.
Kriteria ini telah menjadi pembatas bagi pertumbuhan tanaman kecuali jika
digunakan tanaman padi yang sangat toleran. Namun, karena kandungan beberapa
unsur hara terutama N, P, K, dan beberapa unsur lainnya agak kurang, maka
selain diperlukan soil amendments juga perlu pemberian pupuk. Mengingat ketebalan sedimen yang masih tebal
(>20 cm), maka lahan ini tidak belum layak digunakan untuk areal padi sawah
sebelum dibuang sedimennya hingga mencapai tanah asli. Sedimen ini perlu
dikerok/dibuang karena jika tidak, lahan tidak dapat menyimpan air dengan baik
dan tanaman yang akan ditanam mudah rebah karena tidak ada yang menyangga. Oleh
karena itu, diperlukan adalah penanganan khusus jika diperuntukkan untuk padi
misalnya membuat pematang, membuang sedimen, dan pembuatan jaringan irigasi dan
drainase. Namun jika diarahkan untuk tanaman palawija/sayuran, maka tindakan
tersebut tidak dipersyaratkan dan cukup dengan memberikan bahan amelioran
seperti pupuk kandang, bahan organik, dan kalsium sulfat atau ZA.
·
Lokasi
C.
Lahan pertanian yang di Desa Lampuuk yang terkena dampak tsunami yang
masuk ke dalam kelas C (high damaged area) diperkirakan sekitar 624 hektar atau
52 % dari total areal yang disurvei. Lokasi ini ditandai dengan masih banyaknya
sampah-sampah tsunami yang berserakan dan endapan pasir laut yang tebal. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa
sebagian lahan sawah ini dipenuhi oleh endapan pasir yang tebal yaitu antara
15-30 cm dan drainase permukaan yang jelek sehingga mudah terjadi genangan air.
Analisis tanah menunjukkan bahwa masalah utama adalah tekstur tanah
lapisan atas yang sangat kasar (pasir) sehingga tidak cocok untuk dipulihkan
menjadi areal padi sebelum lapisan ini dibuang. Hal lain adalah tingkat
salinitas dan kandungan Na yang masih cukup tinggi sehingga dapat membatasi
pertumbuhan tanaman, namun reaksi tanah dan komposisi hara tanaman cukup baik. Jika
kondisi lahan ingin dipulihkan kembali menjadi areal pertanian khususnya
tanaman padi sawah, maka lahan kelas C ini perlu dibersihkan dahulu semua
sampah tsunami, kemudian dapat direhabilitasi dengan membuat saluran drainase
dan irigasi untuk pencucian garam. Setelah pencucian baik secara buatan maupun
alami (curah hujan), lapisan pasir perlu dikerok sedikit dan endapan ini dapat
digunakan sebagai pematang (guludan). Jika ingin diarahkan untuk lahan palawija
dan perkebunan maka setelah dibuat drainase dapat dilakukan proses pencucian
garam. Jika digunakan untuk tanaman keras seperti kelapa, maka pencucian garam
ini tidak diperlukan
·
Arahan
Reklamasi dan Rehabilitasi.
Berdasarkan hasil investigasi terhadap dampak dan analisis sifatsifat
tanah dan air, maka pola pemanfaatan lahan pertanian di Kecamatan Lhoknga dapat
diarahkan sebagai berikut :
ü
Lahan
Kelas A (Low damaged area):
Deskripsi
: Ketebalan sedimen < 5 cm, tanpa erosi, sedikit atau tanpa sampah, pH
lapisan atas 6,70-7,5 (netral), agak halus sampai agak kasar, gembur, agak
lepas, drainase agak jelek, DHL rendah sampai sedang (0,05 - > 4,0 mS
cm-1). Problema : Salinitas air permukaan dan sebagian wilayah
masih sangat tinggi dan sistem drainase yang agak jelek, serta tekstur lapisan
atas yang agak kasar. Khusus di Kecamatan Lhoknga, lahan dengan kelas A ini
masih perlu pembersihan rumput di permukaan.
Arahan
Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan :
1.
Perlu
pembersihan dan perbaikan saluran irigasi dan drainase.
2.
Perlu
pencucian garam pada lapisan atas dari profil tanah dengan air dari saluran
irigasi dengan metode penggenangan (basin irrigation) untuk atau dengan irigasi
alur (furrow irrigation).
3.
Perlu
pembuatan bedengan untuk penanaman agar memudahkan dalam pengelolaan kelebihan
(excess) garam/salinitas (Mitchel, 1983).
4.
Neraca
air = (Curah Hujan + irigasi—Evaporasi)
Khusus untuk padi, maka perlu dibuat pematang agar dapat digenang
(dipersawahkan), karena akibat tsunami, semua pematang sawah telah hilang/rata.
5.
Perlu
ditetapkan neraca kebutuhanair untuk pencucian garam dan kebutuhan air tanaman.
Untuk menurunkan dan mengurangi tingkat salinitas tanah dapat digunakan bahan
amelioran seperti CaSO4, pupuk kandang, dan S elementer.
6.
Pada
lahan yang tidak terpengaruh tsunami, pemakaian lahan untuk areal persawahan
dapat langsung digunakan tanpa rehabilitasi yang berat.
·
Lahan
Kelas B (Medium damaged area):
Deskripsi : Ketebalan sedimen < 1020 cm, tanpa erosi, sedikit sampah,
pH lapisan atas 6,8i9-7,80, (netral), agak halus sampai kasar, agak lekat
sampai lepas, drainase internal jelek, DHL tinggi (> 4,0 mS cm-1). Problema
: Salinitas sangat tinggi dan sistem
drainase agak jelek, serta tekstur lapisan atas yang agak kasar dan sedimen
permukaan yang dalam.
Arahan Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan :
1.
Perlu
pembersihan dan perbaikan saluran irigasi dan drainase.
2.
Lapisan
sedimen perlu dipertimbangkan untuk dibuang dari lapisan tanah atas atau
3.
Perlu
pencucian garam pada lapisan atas dari profil tanah dengan air dari saluran
irigasi dalam waktu dan jumlah air yang banyak.
4.
Perlu
pembuatan bedengan untuk penanaman agar memudahkan dalam pengelolaan kelebihan
(excess) garam/salinitas.
Tanaman Yang Disarankan (Toleran) (Departemen
Pertanian, 1997) :
a. Tanaman
Setahun (annual crops) Terong, cabai, kacang tanah, padi, rumput gajah, nenas,
dan sejenisnya.
b. Tanaman
Tahunan (parennial crops) : Kelapa.
·
Lahan
Kelas C (High damaged area):
Deskripsi : Ketebalan sedimen 20- < 30 cm, tanpa dan dengan erosi,
bertekstur halus sampai sangat kasar, lepas, drainase internal sangat jelek
sampai cepat, DHL sangat tinggi (> 7,0 mS cm-1). Problema : Salinitas sangat tinggi dan sistem
drainase agak jelek, serta tekstur lapisan atas yang sangat kasar dan tebal
sedimen yang sangat dalam, sehingga tidak cocok untuk padi sebelum upaya
rehabilitasi.
Arahan Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan :
1.
Perlu
pembersihan dan perbaikan saluran irigasi dan drainase.
2.
Lapisan
sedimen di bagian permukaan hingga terdapat tanah asli perlu dibuang atau
dikerok tetapi tidak dianjurkan dengan menggunakan alat berat karena mudah
terjadi kompaksi. Pekerjaan ini dapat dilakukan dengan manual menggunakan
tenaga masyarakat/buruh yang dikontrakkan.
3.
Perlu
pencucian garam pada lapisan atas dari profil tanah dengan air dari saluran
irigasi dalam waktu dan jumlah air yang banyak.
4.
Perlu
pembuatan bedengan untuk penanaman agar memudahkan dalam pengelolaan kelebihan
(excess) garam/salinitas.
5.
Perlu
dipertimbangkan konversi penggunaan ke bidang lain seperti usaha perikanan
darat, atau untuk tanaman keras yang
toleran seperti mangrove atau kelapa.
6.
Khusus
di Desa Lampuuk Kecamatan Lhoknga, lahan perlu dibersihkan dari sampah-sampah
tsunami yang masih bertebaran.
·
Rencana
Reklamasi dan Penanaman.
A.
Untuk
Tanaman Padi Sawah.
1.
Bersihkan
permukaan lahan dari sampah dan kotoran yang tertimbun tsunami.
2.
Bagi
lahan kepada petakanpetakan sawah seluas kira-kira 25 m x 50 m atau 1.250 m2
per petak.
3.
Buat
parit-parit pembuang sedalam 40 cm dengan lebar sekitar 30 cm di sekitar
petakan sawah untuk pencucian garam pada permukaan lahan .
4.
Lakukan
pencucian garam dengan mengalirkan air irigasi yang tersedia.
5.
Jumlah/volume
kebutuhan pencucian garam dan lamanya genangan perlu diteliti lebih jauh di
lapangan dengan menggunakan metode Leaching requirement .
6.
Pada
lahan kelas B, pencucian dapat dilakukan berkali-kali, kemudian perlu diberi
bahan amelioran berupa gipsum (CaSO4) dengan dosis berkisar antara 2,05,0 ton
ha-1.
7.
Setelah
pencucian (ECs <0,50 mS cm-1), lakukan pengolahan tanah sesuai keperluan.
8.
Lahan
siap ditanam, dan dianjurkan menggunakan padi yang toleran dengan lahan salin
(mis. IR-64).
B.
Untuk
Tanaman Lahan Kering Setahun (Palawija)
1.
Bersihkan
permukaan lahan dari sampah dan kotoran yang tertimbun tsunami.
2.
Buat
pematang/bedengan tanam dengan dimensi lebar 30-60 cm dan kedalaman sekitar 40
cm dengan panjang sekitar 40-50 m.
3.
Alirkan
air irigasi hingga menggenangi areal tanam/bedengan dan biarkan hingga semalam.
4.
Besok
harinya, keringkan areal untuk mencuci
kelebihan garam pada lapisan permukaan lahan. Ulangi pencucian hingga salinitas
< 0,50 mS cm-1.
5.
Untuk
mengefektifkan pencucian, tambahkan bahan amelioran gipsum (CaSO4) dengan dosis berkisar antara
2,0-5,0 ton ha-1.
6.
Setelah
pencucian (ECs <0,50 mS cm-1), lakukan pengolahan tanah .
7.
Lahan
siap ditanam dan dianjurkan menggunakan tanaman-tanaman yang toleran dengan
lahan salin (misal: terong, kapas, cabai, kacang tanah, ubi kayu, semangka,
selada, bawang, dan sejenisnya).
C.
Untuk
Tanaman Lahan Kering Tahunan
1.
Untuk
tanaman tahunan yang toleran salinitas seperti kelapa, setelah dilakukan
pembersihan lahan, tanaman ini siap ditanam dengan jarak tanam tertentu tanpa
perlu upaya rehabilitasi/reklamasi.
2.
Namun,
jika diinginkan dengan tanaman yang tidak toleran, maka upaya reklamasi seperti
pencucian, pemberian, gipsum (CaSO4), dan pupuk kandang tetap diperlukan.
3.
Untuk
tanaman mangrove, tidak perlu perbaikan lahan yang berarti kecuali pada teknis
penanaman saja yang perlu disesuaikan.
Komentar
Posting Komentar